Dua Puluh Delapan : That Afternoon

2.4K 194 13
                                    

Halo semua! Berhubung cerita ini akan selesai sebentar lagi (entah di chapter berapa) kemungkinan aku akan edit semuanya dari awal. Hal-hal yg nggak relevan (karena ternyata aku nulis ini dari tahun 2015 lol) akan diperbaharui. Terima kasih banget untuk kalian yang masih setia menunggu dan mau mampir sekadar baca ceritaku. Nggak bosen aku bilang, I'm trully happy for your appreciation. Awalnya aku nulis hanya sekadar iseng semata, nggak gencar promosi juga karena mikirnya cuma, iseng nulis sebagai hobi dan pelarian saat kehidupan nyata itu lagi melelahkan banget, makanya lama banget nulisnya hahahaha tapi setelah tau ada yang mau baca, vote, dan komen aku jadi semakin termotivasi. Sekali lagi, terima kasih. Semoga kalian suka chapter ini dan ku usahakan chapter selanjutnya rampung secepatnya karena aku juga udah nggak sabar buat cerita ini berlabuh pada trek yg seharusnya. Enjoy!



Jam delapan malam. Sonja duduk di chaise sembari membaca The Giraffe and the Pelly and Me dengan nada riang. Salah satu tumpukan koleksi book set Roald Dahl yang di hadiahi Greg saat Sonja mengadakan jamuan minum teh di usia kandungan yang sudah tiga bulan. Satu kebiasaan yang selalu ia lakukan setiap harinya. Sambil mengelus lembut perutnya yang membesar, sesekali ia akan menikmati susu coklat hangat dan kembali membaca buku seakan bayi yang ada di dalam kandungannya dapat mengerti dan juga menikmati apa yang dilakukan oleh ibunya itu.

Biasanya Nate akan duduk tak jauh dari Sonja sembari mengerjakan pekerjaannya, atau sembari menonton televisi dengan volume kecil.dan tanpa sadar, satu kebiasaannya hilang begitu saja dalam hitungan jam. Ruang tengah yang biasa terang dan hidup kini hening tanpa ada satu pun lampu yang menyala.

Ia duduk di chaise dengan selimut bulu abu-abu lembut yang biasa menampung tubuh Sonja. Satu hadiah yang dikirimkan kurir saat mereka baru satu minggu menikah. Ukiran inisial MM dengan tinta emas ada di kartu yang terselip di kotak kayu berisi wine yang juga satu paket dengan chaise ini.

Congratulation for the wedding, MM.

Nate menyimpan wine pemberian Mischa di dalam chiller, paling belakang, sulit terlihat.

Ia memejamkan mata, mengingat waktu yang dihabiskannya dengan mendengar cerita Sonja yang ia lafalkan keras-keras. Ia tidak merasa terganggu, ia menikmatinya.

Tapi apa yang sore tadi terjadi, mungkin membuat semuanya cukup.

***

"Semuanya sudah? Tidak ada yang terlupa?" Tanya Nate, Sonja mengangguk dan menatap Nate dalam.

"Terima kasih." Katanya.

"Ayo kita pulang."

Sonja tidak bergeming.

"Sonja?"

"Ayo kita cerai."

Apa yang dikatakan oleh Sonja adalah salah satu hal ter-absurd yang pernah Nate dengar dari mulut Sonja. Ia menangkap tangan Sonja yang masih lemas.

"Kau bercanda, kan?"

"Hubungan kita yang bercanda. Aku tidak."

"Kenapa? Apa yang perlu aku perbaiki?"

Sonja menarik napas panjang, dan terdiam seakan sedang mengumpulkan kata-kata untuk ia lontarkan.

"Tak ada yang perlu di perbaiki... karena pada dasarnya tidak ada yang salah di antara kita. Yang salah hanyalah momen yang tidak pernah datang dengan tepat. Ketika aku ingin hubungan kita baik-baik saja kau mundur, tapi ketika yang ingin baik-baik saja adalah dirimu, aku yang tidak bisa. Kini giliran aku yang mundur agar kita bisa sama-sama tidak menjadi racun untuk mental kita masing-masing... maaf."

Ada banyak hal yang tidak pernah kita mengerti. Dari bagaimana caranya untuk berjalan untuk pertama kalinya, mengatakan satu silabel yang langusung membuat heboh keluarga, masuk sekolah dan berkenalan dengan orang-orang asing dengan aneka model rambut, ujian kenaikan kelas, jatuh cinta, patah hati sampai mengatakan selamat tinggal. Beberapa dikatakan memiliki pedoman berupa kumpulan tulisan yang dijadikan buku, mungkin dengan label best seller agar membuat banyak orang yang putus asa membeli, menerapkan dan berharap semuanya akan berjalan baik sesuai dengan apa yang pedoman itu tuliskan.

Tapi mereka lupa, setiap orang memiliki masalahnya masing-masing, dengan rentang umur dan kedewasaan yang berbeda. Dan semua itu tidak bia disamaratakan. Seperti, bagaimana mengucapkan salam perpisahan pada istri kedua yang mungkin hanya dalam hitungan hari, minggu, bahkan bulan bisa berubah titelnya.

Sonja sudah pergi, satu salam perpisahan berupa kecupan singkat di pipi.

Hanya ada helaan napas panjang yang menemani Nate malam ini.

Ting!

Mum – Pulanglah jika kau lelah.

Air matanya menetes, ya, ia sudah lelah.



-Continue-

Eat, Drink, and Be Married (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang