Dua Puluh Tujuh : An Explanation

2.5K 167 0
                                    

Halo! akhirnya chapter baru ku upload juga setelah bingung mau ku lanjut bagaimana ini cerita. Tapi setelah pikir panjang dan banyak refreshing akhirnya aku tau mau ku bawa ke mana nasib karakter-karakter ini. Dan sebentar lagi mungkin akan tamat karena sudah ke pikir endingnya bagaimana hehehe untuk yang selalu sabar menunggu aku update, terima kasih banyak. Aku selalu merasa insecure sebenarnya pas nulis ini karena selalu kepikiran, "kok bisa ya nulis cerita macam ini? cringe gak sih?" mungkin hal itu juga yang buat semua ceritaku sepi yang baca, but i truly grateful untuk kalian semua yang mau mampir ke sini dan selalu dukung aku. Mungkin cerita ini bukan selera banyak orang, aku belajar untuk legowo. Sudah cukup basa-basinya, silakan di baca dan aku harap kalian suka :'D



Sekarang, privasi adalah sesuatu yang mewah, sesuatu yang mahal yang hanya dimiliki oleh orang-orang yang memiliki privilege. Hidup tanpa perlu diketahui banyak orang bagaimana, mengapa, dengan siapa, berapa banyak, dan sederet hal lain yang ditanyakan dan berujung pada gunjingan di antara sesama, dari yang dekat sampai yang sama sekali tidak pernah kenal sekalipun. Mulai dari kau menekan tombol register pada ponselmu.

Mischa mematikan televisi dan menuju teras. Hujan telah membuat lantai kayu basah dan lembab. Sudah seminggu ia di Lembang. Ia tak lagi mematikan ponsel, kemarin hari terakhirnya mengurung diri dari keriuhan media sosial. Semua skandal yang mampir di dunianya kini sudah tersapu pandemi. Banyak orang tak lagi melantai bebas di kantor, begitu pun timnya. Semua telah berganti, tak ada lagi headline dengan namanya atau nama Nate.

That's life.

Berita apa pun pada akhirnya akan tergantikan, dibuang, sama seperti barang yang dulu memiliki value namun akan dibuang ketika value-nya sudah tidak ada sama sekali, atau istilahnya decluttering, hal yang sedang booming karena Marie Kondo.

"Cha, go-foodnya udah sampe nih." Abde, yang sudah mengenakan baju tidurnya menghampiri Mischa yang diam memandang ke pepohonan.

Mischa mengekori Abde ke ruang tv. Ia melihat meja makan yang penuh dengan tumpukan kertas, buku, laptop dan perangkat kerja lain yang setiap hari dihuni Abde. Sudah empat hari Abde di sini menemani Mischa setelah Arthur pulang. Ia tidur di kamar sebelah yang Mischa tempati meski lebih sering ia tidur di ruang tamu sembari bekerja. Pernah sekali waktu Abde masih meeting sampai jam satu malam. Namun begitu, ia selalu terlihat segar di pagi hari saat mereka sarapan bersama. Kopi dan muesli, terkadang hanya roti.

"WFH sampai kapan?" tanya Mischa membuka pembicaraan.

"Sementara dua minggu. Tapi kemungkinan bakalan di perpanjang."

"Separah itu ya?"

"It's already global, Cha."

"Oh, gue harus meeting juga kalo gitu suruh semuanya kerja dari rumah."

"Arthur bilang semua kerjaan lo udah settle sementara di ambil alih Meri sama Becka. Lo istirahat dulu aja, dua minggu itu lumayan lama."

Mischa terdiam.

Rasanya konyol sekali kembali tergugu karena sesuatu yang pasti suatu saat nanti akan terbongkar juga. Ia yang memulai semuanya, ia yang membuat perjanjian konyol itu, meng-hire pengacara yang mana adalah teman Nate sendiri, dan kembali jatuh cinta untuk sakit hati. ia sudah tahu risikonya, tapi semua tetap ia jalani demi karir kemudian menjalar, demi pandangan orang-orang akan dirinya. Dan lihatlah sekarang. Mischa malang yang lemarikan diri dari segala kerumitan dunia akibat ulahnya sendiri.

Dan ia tahu, bukan hanya dirinya sendiri, namun ia telah menyakiti banyak orang di sekitarnya juga. Termasuk pria yang sekarang ini sedang ada di sampingnya sambil menikmati makan malam mereka. Ia sudah terlalu jauh menyeret Abde untuk ikut serta dalam masalahnya. Pun, sudah menyakiti perasaannya tanpa bisa ia cegah. Namun ia terus Kembali, seperti kucing yang telah dibuang sang pemilik namun tetap kembali, berharap ia akan baik-baik saja dan dicintai suatu hari nanti. Jika bisa dikategorikan dengan gamblang, maka Mischa adalah orang yang paling brengsek di dunia ini. Ia tidak membunuh raga seseorang, namun menyiksa mental dengan perlahan dan membuat orang itu tak berdaya bahkan mungkin sampai trauma.

Eat, Drink, and Be Married (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang