"Keegoisan pada akhirnya tidak akan menghasilkan kebaikan apa pun."
-OL-•••
"Ada apaan sih, Ul?" Ifa bertanya seraya membuka gerbang.
Ulfa langsung masuk begitu saja, melewati sang tuan rumah. Berjalan tergesa sampai ke depan pintu rumah. Hei, ada apa dengan Ulfa?
Dari kejauhan. Sambil berjalan Ifa berteriak, "Motornya gak dimasukin?" Sahabatnya itu hanya menggeleng.
Seaampainya di teras rumah. "Ada apa, sih?" sembur Ifa penasaran.
"Sori ya, Fa. gue main nyelonong aja. Abis panas banget." Melihat sang empunya rumah membisu, Ulfa kembali angkat bicara. "Jadi gini, laporan gue selama setengah tahun ini ilang semua."
"Loh, kok bisa?"
Ulfa diam sejenak, tangannya mengusap pipi yang tiba-tiba basah. "Laptop gue, hiks. Rusak. Dan gue gak punya salinannya di flash disk. Gue ke sini mau minta salinan laporan punya lo. Boleh kan?"
Ifa membuang napas pelan. "Iya, mana sini flash disk lo?"
Ulfa berteriak histeris. "Lo baik banget deh, Fa."
"Iya-iya. Udah ayo masuk, duduk dulu. Jangan nangis lagi." Ifa menarik tangan Ulfa masuk ke ruang tamu. Sambil tersenyum mengejek, Ifa menerima Flash disk milik Ulfa lalu bergegas melangkah menaiki anak tangga.
Sebenarnya laporan ini sangat tidak boleh dicopy, alias tak boleh sama dengan mahasiswa lainnya. Beresiko, bisa gawat kalau nanti dosennya tau. Namun di sisi lain, Ifa juga tidak tega jika tidak memberikannya pada Ulfa. Bagaimanapun Ulfa adalah sahabatnya.
Ah, sudahlah. Ifa bisa memberitahu Ulfa untuk mengganti beberapa data agar tidak sama persis. Lima menit berlalu, Ifa turun ke bawah untuk memberikan salinannya.
Ketika sampai di anak tangga terbawah, samar-samar Ifa bisa mendengar kalimat adiknya. "Novel Kak Ulfa yang sampulnya hitam. Aku lihat kemarin malem ada di kamar Kak Ifa, loh."
"Iya, pas itu emang novelnya-"
"Nih, flash disk lo!"
Sahutan nyaring Ifa membuat kedua orang di ruang tamu langsung menoleh. Menaruh benda kecil itu di meja. Ifa langsung duduk di sofa. "Udah bocil pergi sana. Jangan nguping!"
Fatir mencebik kesal, tapi tetap menyingkir dari sana. Saat sudah tak ada siapa-siapa. Ifa lantas berbisik, "Jangan kasih tau siapa-siapa kalo gue baca novel. Oke? Ini rahasia."
"Aaa ... gitu." Ulfa manggut-manggut. Sedetik kemudian, tangannya langsung menyaut benda kecil di meja dan memasukkannya ke dalam saku jaket.
"Makasih bangeeet, Fa." Dengan haru, Ulfa memeluk erat sahabatnya. "Gue gak tau lagi mesti gimana kalo gak ada lo."
"Hmm iya santai dong. Yang penting lo harus ubah tuh datanya, jangan disamain persis."
Ulfa mengiyakan. Setelah mengantongi apa yang dibutuhkan, si gadis maniak novel itu pamit pergi. Ifa menghela napas kasar. Itu tadi hampir saja ia ketahuan.
•<>•<>•<>•
Bab 14. Bukan Inginku
Aku keluar ruangan Banyu, sedikit terkejut melihat keberadaan Fandi di kursi tunggu. Mata kami sempat bertemu pandang. Hanya sebentar, karena aku memutuskan untuk bertanya padanya.
"Mau bertemu Banyu?"
Dia menggeleng. "Aku ingat kalau hari ini jadwal kamu check up." Aku diam saja, bingung mau merespon bagaimana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Breath
RomancePerjuanganku selama tiga tahun mempertahankan rumah tangga yang melelahkan ini, sepertinya akan sia-sia. Aku memilih untuk berhenti saja. Cinta kami tidak cukup membuat bahagia. Kekayaan yang dia punya, juga tidak mampu menghapus tangis rintihan hat...