"Karena menyelesaikan satu masalah dengan dua pemikiran yang berbeda memerlukan waktu yang cukup panjang."
-Baby Breath-
Be Alert!
Part ini lumayan panjang
Lebih baik berhenti kalau jenuh
Happy Reading, gaeees!
०•०Bab 10. Perkenalan
Malam itu beberapa hari setelah insiden kecil di rumah mertuaku. Ketika aku dan Mas Yudha sudah duduk manis untuk menyantap makan malam, tiba-tiba suara bel pintu berbunyi. Kami berdua serempak menatap ke arah ruang tamu. Karena jarak dapur dari pintu depan begitu jauh. Kami nyaris tidak mendengar suara kendaraan apa pun berhenti di depan sana.
Dan lagi, kira-kira siapa tamu yang dengan mudah bisa mengakses pintu utama malam-malam begini. Yudha sejak dulu berpesan pada pak satpam di depan. Jika ada orang asing yang bertamu. Maka tamu itu hanya boleh masuk melewati gerbang dengan persetujuanku ataupun Yudha.
"Mas, aku buka pintu dulu ya."
Yudha mengangguk lalu sibuk menyuapkan sendok pertamanya ke mulut. Aku tersenyum kecil. Tadi saat baru pulang dari penerbangan Medan-Jakarta katanya dia lelah sekali dan belum sempat makan malam. Akhirnya beginilah. Jika tidak ingin maag nya kambuh. Tidak peduli ada tamu penting atau tidak, yang utama ia harus tetap makan.
Katanya, "Kalau maag ku kambuh. Bisa 2-3 hari aku menelantarkan pekerjaan."
Yaaah... Begitulah. Kerja dan kerja. Entah apa yang terjadi dengannya selama aku tinggal di Amerika. Yang jelas setelah aku kembali ke indonesia. Dia benar-benar menjadi pria dewasa yang agak workaholic. Yup, bisa dibilang sedikit gila kerja.
Saat tanganku bergerak membuka pintu utama. Ibu dengan wajah tanpa senyum langsung berjalan masuk menanyakan keberadaan putranya.
"Yudha sedang makan malam. Ibu tunggu sebentar, biar aku-" Belum sempat aku melanjutkan ucapan. Ibu sudah pergi lebih dulu ke ruang makan.
"Tumben Mama ke sini malam-malam," celetuk Yudha.
Aku duduk di samping ibu mertuaku yang duduk tepat di hadapan Yudha. Saat melirik jam dinding, benar saja. Sekarang sudah pukul 8.10 malam.
"Hanya ingin melihat keadaan anak Mama saja." Yudha masih sibuk dengan makanan di piringnya.
"Ibu, mau Ivy ambilkan makan?"
"Tidak usah." Aku kembali melipat tangan yang hendak mengambilkan piring untuk ibu.
"Kerjaan kamu gimana? lancar?"
"Alhamdulillah lancar, Ma."
"Gimana Yudha, keputusan kamu buat nikah lagi?"
"Uhuk... uhuk!" Yudha menutup mulut dengan tangan kanannya. Cepat-cepat aku menyodorkan segelas air putih yang lantas diminumnya hingga tandas.
Hening sesaat.
Suara hembusan napas berat terdengar begitu jelas sebelum akhirnya suamiku menjawb, "Maaf Ma, Yudha sibuk. Belum sempat memikirkan ulang hal itu."
"Kami berdua belum memutuskan apa pun," imbuhnya sambil melirik ke arahku.
Aku hanya bisa menunduk saat ibu tiba-tiba saja menoleh ke arahku dan menghela napas kasar bersamaan dengan itu. Masih dengan tatapan yang sama, tatapan tidak sukanya.
"Yasudah, sembari menunggu keputusan. Besok kalian berdua harus datang ke restoran favorit mama untuk makan malam bersama Ila."
Mendengar perkataan ibundanya, suamiku jelas tidak mau. Dia menolak terang-terangan. Katanya untuk apa dinner itu dilaksanakan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Breath
RomancePerjuanganku selama tiga tahun mempertahankan rumah tangga yang melelahkan ini, sepertinya akan sia-sia. Aku memilih untuk berhenti saja. Cinta kami tidak cukup membuat bahagia. Kekayaan yang dia punya, juga tidak mampu menghapus tangis rintihan hat...