1.1.7

1 0 0
                                    

Lira mematung. Pandangannya pasti tak salah. Dia tak mungkin salah lihat. Sejak kapan Ke2 orang itu tampak akrap?.. bahkan saat kejadian kemarin mereka tampak tak saling mengenal. Lalu? Sekarang ini apa?..

Lira membenahi tali hasduknya yg sedikit merenggang. Mengangkat bahu acuh dia memilih meninggalkan parkiran dengan kedua tangan disaku baju pramukannya.

Melewati banyak cowok yg masih nongki-nongki sok keren, Lira melihat Dava melambai lalu memisahkan diri dari gerombolannya. "Morning cantik. Masih pagi senyum dong" ucapnya mencandai berusaha membuatnya tersenyum dengan ucapannya yg menurut Lira garing.

"Ga jelas lu Dav" ucap Lira mencebik.

Dava tak gencar dia merangkul leher Lira lalu meraup wajahnya sembari berucap. "Lo kerasukan. Biasanya tiap pagi lo senyum kalo disapa , nah sekarang malah flat aja. Ada masalah?"

Dan perlakuannya membuat para siswa siswi beranggapan tentang hubungan mereka yg meningkat. Mengingat Dava yg sudah sering menembak dan ditolak Lira, dan sekarang mereka tampak santai dengan yg mereka lalukan menambah rumor kalau Lira sudah takhluk pada Dava.. cowok yg cukup terkenal oleh prestasinya itu tak lupa dengan wajah tampannya.. meski mereka masih beranggapan kalau Samuel lebih tampan dan tentu lebih berkarisma.

"Sotoy. Jum'at itu hari yg nyebelin. Pulang cepet dan biasanya cuma kebanyakan jamkos. Mending kan dirumah atau bantuin Ibu diwarung. Disekolah boring bikin badmood" ucapnya panjang.

"Gue kira patah hati. Kalo nggak salah lo lagi deket sama mahasiswa itu ya.. Samuel?" Tebak Dava masih merangkulnya tak risih.

Lira menoleh, menatap penuh selidik cowok disampingnya. "Dapet dari mana lo berita gituan?.. ngayal" bantahnya.

"Nggak lah.. lo kira gue tukang dongeng. Cuma gue pernah liat diperpus sih pas--".

"Apa?! Lo liat apa?" Lira menghentikan langkahnya menodong Dava dengan telunjuknya.

Dava melepas rangkulannya, menepis telunjuk Lira dari depan wajahnya dengan halus. "Liat lo makan ditungguin sama Do'i. Lo ada hubungan khusus kan sama dia?.. hayo ngaku aja lah" ucapnya terkikik.

Lira mengeplak lengan Dava cukup keras sampai cowok itu mengaduh. "Sampe lo bilang kesiapa-siapa.. awas. Cuma lo yg tahu" bisiknya penuh tekanan.

Dava membulatkan mulutnya. "Ok. Gampang.. rahasia aman, tapi ada syaratnya dong" ucapnya menaik turunkan alisnya dengan cengiran aneh.

"Syarat?.. jangan mempersulit deh.. banyak maunya lo. Padahal baru aja kemaren gue kenal lo beneran, udan ngelunjak ya" ucap Lira kesal sambil bersedekap.

"Gampang cuma jadi mentor gue aja.. apa susahnya sih"

Lira memutar bola matanya mencibir. "Hello denger-denger lo murid pinter deh.. modus aja minta dimentorin gue. Setelah gue tolak berkali-kali trik lo nggak bagus juga" ejeknya.

Dava berdecak. Cowok itu berkacak pinggang. "Kayaknya lo perlu tahu deh.. nilai Matematika gue dibawah 7. Ngapain juga modusin elo.. gue udah move-on. Move-on!" Tandasnya penuh penekanan.

"Serah lo deh serah" Lira mengibas-ibaskan tangannya. "Ngomong sama lo kaya pidato penyambutan Jokowi aja.. ribet!" Cewek itu lantas melenggang meninggalakan Dava yg tampak cengo ditempat.

"Tuh cewek ternyata ngeselin ya... dosa apa gue pernah suka sama dia ya Allah" ucapnya mengelus dada.

.

Lira merasa semakin aneh. 2 orang itu sangat mengusik kepalanya. Apa ini pertanda dari pesan semalam?...

Siap-siap ember. Liat gue balak menang :p

Lira menggelengkan kepalanya. Nggak mungkin secepat itu. Lagi pula, nggak mungkin Sam berubah pikiran secepat itu. Baru seminggu coy!

Tapi, yg didepan matanya sekarang seolah menegaskan. Mata lo masih sehat Ra.. itu jelas-jelas mereka o'on! Batinnya meronta-ronta seolah meyakinkan. Sepertinya dia salah menilai.

"Ngfak-nggak mungkin secepet itu. Nggak mungkin" gumamnya lagi.

"Lo kenapa sih Ra.. aneh deh" ucap Vita geran dengan sahabatnya ini. Mulutnya asik mengunyah syomai sembari melihat kelakuan sahabatnya ini. Ya mereka dikantin.

"Nggak tau. Mood gue anjlok hari ini Pit" ucapnya merebahkan kepalanya diatas meja.

"Gara-gara doi. Gue perhatiin dari tadi dia bicara mulu sama Jira. Kaya nggak sadar kalo ada elo aja deh" ucapnya menatap arah yg sedari tadi Lira perhatikan.

Lira mendongak. "Jangan aneh-aneh deh. Ngapain mikirin dia. Bukan siapa-siapa gue juga. Kenal aja nggak" kilahnya ketus, kepalanya dibenamkan kembali diatas meja membuat Vita mencibirinya.

"Bilang aja panas. Lo kaya nggak tau aja sih.. Jira kan emang gitu suka deketin yg deket sama elo.. kaya nggak pernah tau lagak lo"

Lira berdecak, temannya satu ini terlalu banyak penilaian. Dia mengangkat wajahnya, menopang dengan sebelah tangan, sedangkan sebelahnya asik mengetuk meja.

"Denger ya Pit. Mau dilihat dari manapun, fisik dia lebih unggul daripada gue. Gue cuma menang otak disini. Dan lo salah paham.. gue nggak ada apa-apa sama tuh guru magang. Lagian dia cuma suka sama tulisan gue nggak lebih. Udah deh nggak usah ngungkit-ungkit dia lagi. Males gue" ucapnya panjang lebar lalu bangkit dari kursinya.

Dia melenggang meninggalakan kantin, membiarkan pandangan siswa siswi jatuh padanya yg memasang wajah tak bersahabat, moodnya benar-benar ambyar. Ditempatnya tadi, Vita masih menatap punggung itu sampai hilang dibalik pintu kantin. Dan disudut lain..

2 orang memperhatikan dengan raut beebeda, heran dan cemas.

.

Lira menendang ban motornya kesal, seharusnya seperti hari jum'at biasa. Biasanya dia memakai celana pdl pramuka atau kalau tidak sengaja membawanya. Masalahnya, dia tidak terlalu suka memakainya lagi akhir-akhir ini. Alhasil, sekarang dia mengangkat sedikit rok lipit Coklat nya menampilkan celana ketat warna hitam diatas lutut. Tak tanggung-tanggung Lira langsung naik diatas motornya baru memakai helmet.

Hari yg buruk, mungkin dia sedang PMS sekarang. Jadi ya gini, badmood mulu yg ada.

Segera dinaikkannya standart lalu menyalakan mesin. Tak lama motor CBR merah itu meninggalkan area sekolah dengan kecepatan lumayan tinggi. Lira sangat kesal hari ini dan ini pelampiasannya.

Hidup-hidup gue.. lo nggak perlu ikut campur! Moto gila setiap dia merasa kesal atau tak ingin diganggu.

Motornya berhenti ditoko buku pusat kota. Mungkin ini lebih baik daripada melakukan hal lain yg merugikan. Ingatkan kalau dia tipe yg tak terlalu suka keramaian. Tepatnya malah tak suka!

Berderet-deret rak sudah ditelusuri, tak ada yg menarik bagi Lira. Sepertinya dia salah tempat. Ah tidak, dia belum melihat lorong tempat Novel. Dan disana, Lira sibuk memilih buku yg akan dibelinya. Mulai dari yg bergenre Romantik, Fiksi, Fantasi, Action, Humor bahkan buku dongeng oun dia lihat.

Lira mengambil asal buku Romantik. Mungkin dia membutuhkannya sekarang. Tak berlama-lama dia segera membayarnya dan bergegas pulang. Pasti Ibu sudah mengomel kalau dia pulang pas azan Jum'at. Nggak mau deh Lira jadi anak Durhaka!!

Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang