1.1.9

2 0 0
                                    

"Ikut gue" Jira menarik begitu saja lengan Lira. Pemaksa!

Lira tak ada pilihan lain selain pasrah mengikuti langakh gadis itu. "Pelan-pelan dong!" Gerutunya.

Sesampainya ditaman belakang sekolah Jira mengempas tangan Lira begitu saja. Dia lantas bersedekap dada dan menatao tak bersahabat Lira.

Lira merasa aneh, merenggangkan otot lehernya yg terasa kaku. "Ngapain tiba-tiba bawa gue kesini?" Tanyanya dingin.

Jira mendecih. "Lo busuk Ra. Busuk!!.. lo selama ini nggak pernah jujur sama gue. Buat gue seakan-akan gue orang bodoh yg ngerebut cowok orang!" Ucapnya berapi-api.

"Apa maksud lo?"

Jira bertepuk tangan. "Nggak usah sok bodoh. Gue udah tahu tentang lo dan Pak Sam. Kalian sama-sama suka kan?! Kenapa nggak jujur sama gue Ra. Kenapa?.. lo mau balikin keadaan.. gue tahu dan gue udah ikhlas pas elo ngerebut Toni dari gue. Tapi bukan gini caranya dengan ngebales semuanya dengan ngebalikin fakta Lira!!"

"Gue nggak tahu lo sedangkal itu Jir. Ini bukan tentang Toni ataupun Kak Samuel. Gue akui selama ini gue main-main. Gue nggak tahu perasaan gue sendiri. Lo lebih pantes dari pada gue. Gue yg idiot dan tentu nggak ada apa-apanya dari pada elo sendiri. Apa lo nggak sadar, semuanya percuma. Gue selalu ngerasa gue nggak pantas. Gue terlalu benci diri gue sendiri Jir. Lo nggak tahu, gimana gue berusaha jauh-jauh dari Toni namun hasilnya gue ngerasa dia kaya kakak gue sendiri. Ini juga bukan tentang Ersya yg pernah Toni suka. Tapi ini tentang gue sendiri. Gue ngaku gue bodoh udah mainin perasaan gue sendiri. Gue palsu Jir gue Palsu!"

"Oh.. jadi selama ini hanya kepalsuan ya Ra?"

Deg. Lira reflex berbalik. Mendapati pria dengan kemeja dilipat sesiku itu menatapnya dengan tajam, tak selembut biasanya. "Jadi begini rasanya dipermainkan. Saya kira kamu serius dengan ucapanmu. Ternyata hanya permainanmu sendiri. Dan, saya tahu sekarang. Saya hanya taruhan diantara kalian.." dia menghela nafas, mengusap wajahnya kasar.

"Saya kecewa sama kamu. Saya menyesal sudah mencintai orang yg salah"

"Kak in--"

"Nggak perlu ada yg dibicarakan lagi. Semuanya sudah jelas. Saya akan berhenti memperhatikanmu mulai dari sekarang" Samuel. Pria itu berbalik berjalan dengan cepat meninggalkan tempat ini. Lokasi diamana pernyataan dan pencabutan apa yg diucapkannya terjadi.

Tes.

Bulir bening itu jatuh dengan sendirinya, mengalir dipipi Lira. Fia bodoh, dia salah dan dia menyesal. Menyesali perkataanya, juga menyesali perbuatannya. Segala hal yg dilakukaj hanya berdasarkan ego. Dia menghianati perasaannya sendiri. Dadanya terasa sakit seperti dicabik-cabik. Lira tahu dia sudah mulai mencintainya.

Jira menepuk bahunya. "Semua terlambat Ra. Lo terlambat mengetahuinya. Gue harap lo bisa perbaiki semuanya"

Dan itu tak gampang. Bahkan setepah dia berusaha setiap hari untuk menjelaskan Sam selalu ada alasan untuk menghindar. Mereka tak pernah bertemu selain diruang kelas saat jam pelajaran Bahasa Indonesia. Lira semakin sering mrlamun. Apalagi mendengar perjataan Jira beberapa hari setelah kejadian itu.

"Gue udah baikan sama Toni" ucap Jira. Lira tak meresponnya. "Pak Sam deketin gue semata-mata buat bantu Toni perbaikin hubungan kita. Gue nggak tahu kalau lo sampai salah paham dan ngucapin perkataan yg nggak sesuai hati lo sendiri. Dia baik Ra. Dia beneran suka sama elo. Gue sempet ngerasa bersalah karena udah buat taruhan gila itu. Tapi, gue juga seneng.. berkat itu lo jadi sadar dengan perasaan lo sendiri. Kejar dia ra kalo lo nggak mau kehilangannya"

Lira tersenyum miris. Sudah sebulan berlalu sejak hari itu. Dia terlalu sibuk melamun dan tak oernah seceria dulu lagi. Bibirnya pucat tapi dia tidak sakit. Dia jarang fokus tiap pelajaran membuatnya pernah terkena hukuman dan berkali-kali ditegur guru yg mengajar. Tak terkecuali Sam.

"Perhatikan penjelasan saya. Jangan biasakan melamun dalam kelas. Kamu sudah SMA tingkat akhir, sebentar lagi kamu akan lulus begitupun dengan teman-temanmu. Jadi saya harap jangan ulangi kebiasaan burukmu"

Bolehkan Lira beranggapan kalau Sam masih menghawatirkannya. Tapi, kalqu dopikir-pikir hampir seluruh guru berkata demikian.

Lira menyerah sudah 2 bulan lebih dan berarti tinggal 2 bulan lagi Sam mengajar diSMAnya. Pria itu tak bisa diajak bicara. Selalu menghindarinya dan selalu beralasan sibuk. Sifatnya makin dingin dari terakhir mereka bertegur. Lira sadar, ini salahnya.

Dan hari ini, Lira bertekat apapun yg terjadi dia harus menjelaskan kesalah pahaman yg terjadi. Namun, kenapa dia tak melihatnya sepanjang hari ini. Padahal biasanya hari senin selalu penuh dengan jadwalnya mengajar, tak terkecuali kelasnya. Hari ini kelas 12 IPS 2 diajar pak Saipul guru Bahasa kelas 10. Kemana pria itu.

Dan sepertinya Lira hanya akan dipenuhi penyesalan. Dia baru mengetahuinya hari ini.

"Pak Samuel udah lulus magang akhir minggu kemarin. Mulai hari ini Pak Saipul yg bakal ngajar kita sementara sebelum guru baru datang"

"Bukannya harusnya 6 bulan ya.. bukannya baru 4 kalo dihitung-hitung?"

"Katanya dia targetin lulus cepet jadi magangnya dipotong. Denger-denger gitu sih.."

Kaki Lira lemas, nggak-nggak mungkin. Pasti ini hanya prank atau halusinasi saja ini ngfak mungkin kan?.. Samuel nggak mungkin ninggalin dia gitu aja.

.

Lira berlari begitu saja. Motornya terparkir tak beraturan didepan rumah minimalis itu. Nafanya tak beraturan. Dia mebgetuk pintu dengan sisa tenaganya.

"Kak kak. Aku tahu kamu masih didalem, kak buka pintunya. Aku bisa jelasin, kakak salah paham.. ini nggak bener. Aku salah kak aku salah.. biarin aku jelasin kak!"

Dia menangis. Untuk ke2 kalinya dia menangis karena pria ini. Rumah tampak sepi, pintu tak bergerak sedikitpun. Lira berlari menuju garasi. Kosong. Apa dia benar-benar sudah pergi?...

"Pengecut. Kamu pengecuk kak. Kamu cuma nyimpulin dari sudut pandang kamu sendiri. Kamu nggak mau dengerin penjelasan aku dan pergi gitu aja. Kamu pengecut!"

Tangisnya makin deras tubuhya lemas dan jatuh didepan rumah Samuel. Hatinya hancur juga perasaannya. Bahkan dia tak perduli saat hujan turun dengan sombongnya membasahi tubuhnya yg terlihat sedikit kurus itu. Lira tak perduli, hatinya sakit dan rasa sakit ditubuhnya tak sebanding dengan perasaanya saat ini.

"Aku menyesal"

.

Ersya menatap miris adiknya. Matanya memerah, tak kuasa melihat kondisi adiknya yg jauh dari kata baik-baik saja. Sebagai seorang kakak dia sangat tahu perangaian adiknya. Dan baru kali ini dia sampai senelangsa ini.

"Dek. Nggak seharusnya lo kaya gini. Tuhan banyak rencana. Mungkin dia bukan jodoh lo. Lo nggak lupa kan?.. kalo kalian jodoh pasti dipertemukan lagi. Jangan ngerusak diri lo cuma karena orang yg nggak bisa ngehargai lo kaya gini"

"Lo salah Kak. Gue yg selama ini nggak bisa ngehargai dia. Gue yg bodoh dan kemakan ego gue sendiri. Lo harusnya paham sama diri gue. Gue terlalu munafik selama ini. Kita sama kak, tapi jalan kita lebih jauh dari kata sama"

Ersya menangis kali ini. Dia akui, kelemahannya adalah Lira. Lira seseorang yg mudah membuatnya menanggis. Lira yg selama ini lebih mirip musuhnya adalah adik tersayangnya. Yg dulu sering menghiburnya tiap dia patah hati. Dan sekarang itu tugas Ersya. Lira harus melupakan Samuel.. bagaimanapun caranya.

Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang