[20] Darah Lebih Kental

189 19 2
                                    

12 Mei 2025
Itaewon-dong, Seoul

Jani hari ini sedang terburu-buru untuk menjemput Ian di sekolahnya. Jani telah berjanji kepada anak semata wayangnya itu, akan mengajaknya hari ini bermain ke salah satu Kids Cafe kesukaannya, dan juga Jani sudah berjanji tidak akan terlambat untuk menjemputnya kali ini. Jani sebenarnya merasa bersalah karena belum bisa menjadi seorang ibu yang dapat selalu menghabiskan waktunya bersama sang anak, karena pekerjaan yang membuatnya lebih banyak menghabiskan waktu di dapur serta berkutat dengan buku-buku resep. Jani benar-benar berharap di masa yang akan datang, Ian akan mendapatkan lebih banyak kebahagian dari orang-orang disekelilingnya, walaupun tanpa Jani.

Namun hari ini sialnya mobil Jani tiba-tiba bermasalah. Jani pun menepikan mobilnya dipinggir jalan karena merasa ada yang tidak beres dari mobilnya, ia akhirnya memutuskan untuk turun dari mobil agar dapat memeriksa apa yang tengah terjadi dengan mobilnya saat ini. Apa yang Jani lihat adalah pemandangan ban mobil belakangnya yang sudah kempes tidak berdaya.

"Ah sialan! Kenapa sih ada saja masalah!" Jani buru-buru mengeluarkan handphone dari dalam tas, untuk menelfon bengkel terdekat agar mereka mengirimkan montirnya dan bisa cepat diperbaiki.

Brian yang baru keluar dari salah satu kafe setelah membeli Ice Americano di kawasan Itaewon, melihat seorang wanita yang sedang menendang-nendang kecil ban belakang mobilnya yang kempes. Hanya dari punggungnya saja Brian sangat mengenali siapa wanita pemilik Audi A7 berwarna putih dihadapannya ini.

"Ada masalah apa?" Brian pun memutuskan untuk menghampirinya dan bertanya kepada wanita itu.

"Apa Seoul sesempit ini sehingga aku harus bertemu denganmu disetiap tempat. Aku tidak apa-apa, jadi tolong tinggalkan aku," tanpa menoleh pun Jani sangat mengenal siapa yang kini tengah berada tepat disampingnya.

"Tapi yang aku lihat, kau seperti membutuhkan bantuan," ujar Brian kepada sang wanita keras kepala. Wanita ini tidak berubah, sifat keras kepalanya masih sama seperti waktu dulu.

Benda persegi panjang di tangan Jani bergetar, menunjukan bahwa ia mendapatkan panggilan.

"Halo," jawab Jani kepada penelfon diseberang sana.

"Maaf kami menghubungi anda, Bu. Namun Ian tidak ingin menunggu anda didalam bersama para guru. Ia ingin menunggu anda di taman sendirian, karena ia bilang anda sudah janji untuk tidak terlambat menjemputnya kali ini, padahal teman-teman Ian yang lain sudah pulang," salah satu guru sekolah Ian menjelaskan perihal keadaan sang anaknya saat ini.

"Aku sedang ada masalah sedikit. Mobilku pecah ban, dan aku sedang menunggu montir sekarang. Bisa tolong berikan telfonnya kepada Ian? Biar aku yang bicara," ujar Jani kepada sang guru.

"Mommy! Kenapa terlambat? Mommy sudah janji kan tidak akan terlambat untuk hari ini," protes Ian kepada sang ibu ketika telfon sudah berada di tangan mungilnya.

"Ian maafkan Mommy, sepertinya Mommy akan terlambat satu jam paling lambat. Ban mobil Mommy kempes saat ini, Ian bisa mengertikan sayang?" ujar Jani memberikan pengertian kepada anaknya dan berharap Ian dapat mengerti kondisinya saat ini.

"Iya Mommy, kalau begitu Ian akan menunggu bersama teacher didalam sekolah," ucap Ian yang mencoba mengerti keadaan sang ibu, walau nada suaranya sirat akan kekecewaan. 

Ian memang merupakan seorang anak kecil yang masih baru berumur empat tahun, namun sifatnya yang mengerti dan tidak pernah merepotkan membuat Jani terkadang merasa bersalah kepada anaknya.

"Good boy.. I love you Ian," ujar Jani berusaha menutupi kesedihannya.

"I love you too Mommy," ucap Ian dan panggilan terputus.

The Black Rose; YoungK Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang