Second Chance (Part One)

414 32 8
                                    

I still hear your sounds

I still feel your touch

Even today I lived with traces of you


Minhyun refleks ngeratin mantel yang dia pake begitu keluar lobby apartemen nya dan disambut hembusan angin dan percikan air hujan. Hujan musim panas akhir-akhir ini sering mengguyur kota Seoul, Minhyun denger gitu.

Bener aja, belum genap sehari Minhyun menjejakkan lagi kaki di kota ini, dia udah disambut sama rintik air yang turun ninggalin bau khas tanah bercampur debu juga awan keabuan.

Seoul dulu tempat yang hangat buat Minhyun, even in the coldest winter sekalipun. Tempat dimana Minhyun ngabisin masa-masa kuliahnya.

Kota sejuta kenangan yang karena gak banyak berubah dan tetep familiar, bikin semua yang pernah terjadi disini, semua memori yang susah payah Minhyun coba lupain lima tahun belakangan malah dengan mudah ditangkep semua indera ditubuhnya.

Ngebuat semua memori itu keputer effortlessly dan karena memori itu, Mihyun ngerasa disambut dingin disini.

Minhyun sampai beberapa hari lalu di Korea dan baru aja tadi malem nyampe di Seoul setelah ngunjungin keluarga besarnya di Busan.

Meskipun lima tahun dia kerja di Jepang, Minhyun gak mendadak asing sama Korea karena sesekali dia masih suka pulang ke kota kelahirannya yang berjarak sekitar 1 jam by flight dari Seoul itu.

Lucunya, selama lima tahun dia bolak-balik Jepang-Busan, Minhyun gak pernah nginjek Seoul sama sekali. Padahal kota ini dulu adalah tempat Minhyun ngabisin masa mudanya sekaligus pernah jadi tempat favoritnya dia bahkan dibanding Busan sekalipun.

Seoul once felt like home. Kota ini pernah jadi rumah buat Minhyun. Minhyun ngelaluin banyak hal disini. Termasuk the very bad broke up, alasan dia lari dan gak mau pulang karena ternyata rumahnya bukan Seoul, tapi orang yang bikin Seoul berasa rumah buat dia and he lost him.

Menurut Minhyun, datang ke Seoul itu perlu courage yang besar. Bertahun-tahun dia ngehindar sampe akhirnya Minhyun sadar, lima tahun raganya di Jepang, separuh jiwanya ketinggalan disini. 

Butuh lima tahun buat Minhyun akhirnya ngalahin emosi, ngeluluhin ego, nerima kalau dia salah dan yang terpenting akhirnya ngeberaniin diri buat benerin yang rusak walaupun Minhyun sendiri gak tahu dia masih punya kesempatan untuk itu apa dia udah terlalu terlambat.

Butuh waktu lama untuk nge-convince dirinya sendiri sampai tekad Minhyun bulat. Sebulan yang lalu dia akhirnya nerima tawaran buat pindah ke head office perusahaannya. Tawaran yang sejak tahun lalu sebenernya udah berkali-kali dikasih ke dia tapi berkali-kali juga Minhyun abaikan.

Sampai dia sadar, bahkan setelah dia hindari setengah dasawarsa, terpisah selat dengan jarak yang terbentang, dia gak pernah berhasil ngehapus kenangannya, apalagi sampai lupa.

The touches still linger, the sound still could be heard dan setelah ngabisin waktu yang cukup lama, dia sadar kalau dia gak bisa lari terus.

Minhyun pikir, sebelum ketinggalan terlalu jauh, ini saatnya dia harus mulai ngejar. Walaupun pada akhirnya hal yang dia kejar itu gak bisa kekejar karena Minhyun kabur kelamaan, at least dia mau nyoba. Ada usahanya dulu.

Seenggaknya ini cara dia buat berdamai sama masa lalu dan juga berdamai sama diri sendiri. Minhyun gak mau seumur hidup dibayangin sama penyesalan.

Kalau diinget lagi, Minhyun berasa konyol. Hidupnya selucu itu dengan fakta bahwa hal yang harus Minhyun kejar, hal yang bikin dia mau pulang, adalah hal yang sama dengan yang bikin Minhyun pergi dari sini. Sosok yang sama dengan yang Minhyun pernah maki dan harap gak pernah nunjukin mukanya lagi depan dia.

2Hyun - OneShotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang