Bukan Sahabat | 12 | Nyaman

129 9 9
                                    

"Semua butuh proses, selama lo merasakan sakit, gue juga akan merasakan sakit, jadi kalau ada apa-apa, tolong hubungin gue."
- Bara Rizki Gutama.

***

Dering telpon milik gadis yang sedang terpaku pada buku pelajaran Matematika itu berbunyi menggema di dalam kamarnya yang bernuasa putih keemasaan. Sontak tangan yang sedang lihai menari-nari itu berhenti. Leya bangkit dari kursi meja belajarnya. Kakinya melangkah mendekati meja lampu di samping tempat tidurnya.

Alis Leya bertautan saat membaca nama panggilan di ponselnya itu.

Naya is calling ...

Leya akhirnya menggeser layar ponselnya untuk mengangkat telpon dari Naya.

"Halo Ya?"

"Iya, kenapa Nay?"

"Lo kok gak ikutan reuni lagi?"

Leya berhenti sejenak untuk berpikir. Alasan apalagi yang harus ia gunakan kalau sudah ditanya to the point seperti ini.

"Ya?"

"Ah, iya Nay, itu ..."

"Lo gak mau kumpulan lagi ya?"

"Maaf Nay ... gue ..."

"It's okey Ya, gue tau apa yang lagi lo pikirin, tapi Ya, asal lo tau, gue kangen banget sama lo, masa lo gak mau ketemu gue?"

Di antara teman-teman SD-nya dahulu dan para sahabatnya, hanya Naya yang tidak pernah menyakiti Leya, walaupun dulu sempat ada acara berantem sewaktu kecil. Tapi, di dalam lubuk hati Leya yang paling dalam, ia juga merindukan sosok sahabat pertamanya itu yang sampai sekarang sikapnya tidak pernah berubah dan tidak pernah menyinggung atau menyakiti perasaan Leya.

"Gue juga kangen Nay sama lo, ta—"

"Apa Ya? Seenggaknya lo hubungin gue kalau lo gak mau ketemu sama temen-temen SD. Lo bisa hubungin gue Ya, tapi apa? Lo gak pernah ngehubungin gue Ya. Ada sahabat baru yang lebih baik dari gue ya?"

Leya menggelengkan kepalanya, walaupun ia tau Naya tak bisa melihatnya.

"Gak Nay! Bukan gitu, tolong jangan bilang kayak gitu. Gue emang lagi gak bisa kemana-mana dulu Nay, bener-bener gak bisa."

"Emm ... terserah lo deh, kalau lo emang gak mau sahabatan sama gue lagi, yaudah tinggal bilang Ya, jangan sok ngejauhin gue."

Telpon dimatikan secara sepihak oleh Naya membuat Leya menatap layar ponsel itu dengan tatapan sayu.

"Naya maaf, gue bukannya gak mau ketemu lo, gue mau, sangat mau, tapi gue pasti bakalan dilarang sama Mama gue, lo gak tau masalah di sini gimana."

"Brengsek banget! Gak gak guna jadi anak, sini kamu Leya!"

Leya terpelonjat kaget sampai ponselnya hampir saja terlempar jika ia tidak cepat menahannya kembali. Teriakan dari Mama-nya selalu membuat Leya kaget. Langsung saja Leya menaruh ponselnya ke dalam laci meja lampu, dan bergegas keluar kamar.

"Kenapa Ma?" tanya Leya saat sudah sampai di dapur.

"Bagus ya kamu, di kamar aja dari tadi, mata kamu buta apa hidung kamu mulai gak berfungsi gak cium bau masakan, hah?!" bentak Mama Leya.

"Tadi Leya lagi belajar Matematika Ma, bab kali ini su—"

"Terserah! Mama gak peduli, kamu itu anak perempuan harusnya bisa masak! Ini enggak malah diem aja di dalam kamar. Udah mana gak pernah beresin rumah! Semua Mama, udah kayak babu Mama ini! Gak berguna banget punya anak jadinya. Sini bantuin kamu, malah diem aja di situ kayak patung!"

Bukan Sahabat [Completed✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang