Pertemuan

154 19 17
                                    

Sinta kesal karena sedari tadi memencet bel rumah teman kuliahnya, namun tak kunjung ada jawaban dari dalam. Daun pintu besar itu pun masih tetap tertutup rapat. Dia sudah mencoba menggedornya, namun tak juga kunjung dibuka.

"Aduh ini anak ke mana sih! Apa dia lupa? Awas saja kalau sampai lupa!" Gerutu Sinta. Ini adalah kali pertama Sinta ke rumah Sarpakenaka, teman kuliahya. Biasanya memang mereka mengerjakan tugas di rumah Sinta. Namun saat ini, di rumahnya sedang sangat ramai. Ayahnya sedang sibuk dengan kolega-koleganya yang entah membicarakan apa. Yang Sinta tahu, ayahya memang sedang diambang kebangkrutan. Dan kini sang ayah sedang menjodohkan dirinya dengan banyak CEO kaya yang dianggap akan bisa menyelamatkan perusahaan ayahnya. Menyebalkan memang, tapi apa daya, Sinta tak akan bisa menolaknya.

Ting tong ting tong ting tong

Hari ini Sinta dan Sarpakenaka telah sepakat untuk mengerjakan tugas kelompok. Tapi entah kenapa sedari tadi Sinta memencet bel, bahkan sampai menggedor pintu rumah itu, tetap saja tidak ada jawaban. Hal itu membuat Sinta jengkel, apalagi dirasakan buku buku tangannya sakit karena mengetok pintu yang sangat keras.

"Bener tidak ya...ini rumahnya Sarpakenaka?" gumam Sinta. Gadis itu mulai ragu, apakah alamat yang dia tuju itu benar rumah Sarpakenaka, sahabatnya atau bukan.

Sinta dengan bimbang membalikkan badannya sambil merogoh tasnya, gadis itu mengambil handpone-nya dan menghubungi nomor Sarpakenaka. Dering pertama, tak ada jawaban, begitu pun didering kedua, ketiga, keempat, kelima dan sampai sambungan itu terputus pun, teleponnya itu tidak juga diangkat oleh sahabatnya itu. Sinta melirik ke pintu dan mencoba mencari celah untuk melihat ke dalam, namun tak berhasil. Ia pun masih berusaha beberapa kali untuk menghubungi sahabatnya, sampai-sampai gadis itu tidak menyadari jika pintu besar itu telah terbuka.

POV Rahwana

Aku sedang menikmati kesendiriannya di depan televisi yang menyajikan atraksi para Parkour dunia. Namun keasyikanku ini terganggu oleh suara bel pintu berbunyi. Pada awalnya aku hanya mengangkat sedikit kepala. Biarkan sajalah, ada Kumbokarno dan Wibisana di ruang depan.  Namun lama kelamaan suara bel pintu itu menggangguku. Tak ada yang mendengar bel ini rupanya. Kemana mereka berdua? kemana para pelayan? Ah sudahlah, lebih baik aku yang membukanya. 

Ada seorang gadis mungil yang asyik menelpon didepan pintu memunggungiku. Kuperhatikan dia yang tidak sadar kehadiranku. Dari ujung kaki hingga ujung kepala. Postur tubuh gadis ini  mungil, saat itu terbilang berisi, tidak kurus tidak pula gemuk. Postur tubuhnya yang luar biasa bagus dibanding anak kuliahan yang biasa diajak Sarpakenaka ke rumah. Bahkan bisa dibilang istimewa. Siapa dia? Tidak mungkin dia teman kuliah Sarpakenaka adikku kan? 

End POV*** 

"Kamu menyebalkan Sarpakenaka! Awas saja kalau nanti kamu pinjam buku catatanku, aku tidak akan mau meminjamkannya lagi sama kamu!" racau Sinta berteriak pada handpone-nya sendiri. Pemuda yang berdiri di pintu besar itu terkikik melihat tingkah lucu gadis itu. 

"Ohh, jadi gadis ini temannya Sarpakenaka...."  gumam  Rahwana yang juga kakak laki-laki dari sahabat gadis itu, pelan hampir tak terdengar.

"Kamu cari siapa?" Tanya Rahwana perlahan, sambil bersandar di pintu. Matanya memandang gadis di depannya tanpa berkedip. 

"Ya Allah!" Sinta menjengkit saat mendengar suara seseorang dari arah belakangnya. Dia langsung berbalik dan bersiap melempar handponenya ke arah asal suara. Sinta mengelus dadanya, gadis itu benar-benar terkejut dengan seruan pemuda yang berdiri di depan pintu kokoh itu. Pemuda itu memperhatikan Sinta yang sedang mengelus dadanya. Tampaknya mata pemuda itu begitu tertarik dengan apa yang saat ini tengah dilakukan tangan gadis itu, pada dadanya sendiri. Mata gadis itu mengerjap dan melotot bergantian, tampak lucu dan mempesona.

Cinta RahwanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang