Mantra Cinta

108 17 14
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Duhai wanita terkasih, kamulah satu-satunya wanita yang terpatri di tulangku, tercetak di jantungku. Aku siap mati untukmu. Cintai aku. Jadikan aku laki-lakimu selamanya. Jadilah permaisuriku dan akan kuminta pada Rama untuk melepaskanmu," kata Rahwana penuh harap. Matanya memancarkan cinta yang dalam dan ketulusan.
"Jujur.  Aku sebenarnya juga mencintaimu. Aku merasakan besarnya cintamu. Aku merasa bahwa kaulah pemilikku. Jika boleh jujur, aku pun jatuh cinta padamu," kataku perlahan dan gemetar. Kegetiran hati Sinta mencapai puncaknya, tatkala dia hanya mampu menolak tawaran Rahwana. Hati wanita mana yang tak luluh mendengar pengakuan jujur dari seorang lelaki yang begitu ksatria dalam mengungkapkan cintanya, tak ada malu ataupun merasa rendah. Sinta berusaha menutup telinganya, tapi percuma. Kata-kata Rahwana tersebut tidak meluncur ke telinganya, melainkan langsung menghujam ke jantungnya. Barangkali kini Sinta telah terjebak diantara hati  terdalamnya dan nilai-nilai moral serta janji suci kesetiaan yang mengikat dirinya sebagai wanita bersuami.

 Barangkali kini Sinta telah terjebak diantara hati  terdalamnya dan nilai-nilai moral serta janji suci kesetiaan yang mengikat dirinya sebagai wanita bersuami

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rahwana tampak begitu bahagia mendengar perkataan Sinta. Meski dia sudah bisa menebak rasa Sinta, namun pengakuan cinta dari wanita terkasih adalah sebuah siraman air dingin ditengah panasnya sahara yang gersang tanpa air berhari hari. Meskipun hal tersebut akan membuat pening kepala, tapi menyegarkan dan membahagiakan. Ditatapnya Sinta dengan pijar mata yang menggebu. Bukan, bukan pendar gairah nafsu, tapi pendar cinta yang begitu murni dan tulus, tanpa letupan nafsu seperti biasa. 

Namun kebahagiaan yang begitu besar, kembali memudar perlahan saat Rahwana menatap mata kekasihnya dalam-dalam. Dia melihat kabut kesedihan dan kegetiran di sana. Waktu tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar dijalani bersama wanitanya. Bagi Rahwana, mata Sinta bagaikan teropong terbaik untuk melihat hatinya. Bagaikan sebuah layar computer yang dengan mudah membaca isi hati Sinta.
"Arghhhhh, apalagi Sinta. Apalagi yang membuatmu ragu. Hatimu sudah mengatakan yang sebenarnya," teriak Rahwana. Sinta hanya menunduk kelu.

Drrrttt.... Drrrttt..... suara smartphone dan smart system Rahwana menyala bersahut-sahutan. Jika hanya smartphone yang berbunyi, dan memang sudah sedari tadi berbunyi, Rahwana mungkin tidak memperdulikannya. Namun ini, semua sistemnya menyala bersamaan dan tiada henti. Rahwana melihat smartphonenya. Puluhan panggilan tak terjawab dari Indrajit dan Sarpakenaka. Serta satu dari Wibisana.

Cinta RahwanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang