Chapter 1: Tetangga Rempong

3.9K 568 112
                                    

Astaga, padahal cerita sebelumnya aja belum beres. Emang kebangetan gue grasah-grusuhnya.

Ini diperuntukkan buat temen-temen yang suka genre comedy-light-non baku gitu pokoknya. Not as sweet as the previous ones but definitely the most kocak of them all. Heuheu... Gak tau sih, saya tak pandai buat cerita komedi soalnya.

But anyway, welcome to sweet comedy section. Leave vote and comment here. Love you ♡♡♡

---

ANJING

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ANJING. Jadi kata pertama yang saya dengar pagi ini dari si gadis penghuni rumah di seberang jalan.

Roseanne Taslim tinggal bersama kedua orang tua dan dua saudarinya yang sama-sama menyandang status taken. Kami satu komplek, cuma beda blok. Tapi karena rumah kami sama-sama punya tiga lantai dan jadi yang paling tinggi di dua baris perumahan masing-masing, kadang saya bisa ngelihat Rose yang lagi nongkrong di lantai tiga atau di genteng rumahnya sambil nyemilin timun tiga buah.

Pagi ini juga sama. Rose lagi nongkrong di atas genteng setelah perseteruan dengan si bungsu Clara Taslim yang punya rambut pendek hitam terdengar sangat jelas sampai kediaman Keluarga Jaya Athalla—alias rumah saya. Mamah selalu ketawa tiap denger suara Rose yang cempreng beradu dengan suara si sulung Wendy Taslim yang enggak kalah menggelegar bagai petir memecah langit. Dan jangan lupakan juga si bungsu Clara yang sama-sama suka nimbrung untuk ikutan adu mulut dengan dua kakaknya. Masyaallah. Benar-benar takjub diri ini membayangkan kedua orang tuanya yang bukan saja sabar mendengar ocehan tiga putrinya, tapi juga omelan tetangga karena tiga anak mereka sangat berisik dan suka bikin kedamaian retak seketika.

Apalagi saat musim pandemi seperti saat ini. Corona Outbreak menyebabkan masyarakat mau tak mau menuruti seruan Pemerintah untuk diam di rumah—kecuali kalau emang ada keperluan di luar yang sifatnya mendesak. Tiga putri Om Taslim sepertinya punya cara paling baik untuk menghabiskan waktu gabut mereka. Ketiganya kadang suka menjadikan rumah sebagai gedung pertunjukkan dan bernyanyi dari jam dua siang sampai jam enam sore. Mereka cuma berhenti kalau ada adzan—setelah itu lanjut lagi lengkap dengan iringan sound ala kadarnya. Kalau saja suara ketiganya jelek, mungkin tetangga lain bakal kembali uring-uringan. Tapi untungnya Kak Wendy, Rose, dan Clara sama-sama punya suara merdu dengan warna berbeda tapi mampu menggabungkannya menjadi suatu nyanyian syahdu.

Tiap sore biasanya saya bakal pura-pura nongkrong di lantai tiga cuma buat dengerin nyanyian mereka. Itu juga kalau Rose enggak tiba-tiba berhenti cuma buat ngebentak dan ngusir saya dengan gayanya yang tomboy dan galak abis. Si galak Rose lahir tiga hari lebih dulu dari saya. Kami selalu bersama bahkan sejak masih dalam kandungan—harus saya beritahukan dari awal kalau kami tidak pernah satu ibu susu, lagian ibu kami masih sama-sama sehat dan ngapain aja gitu kan bertukar ibu susu. Iseng juga ada batasnya.

Cinta Bersemi Saat Pandemi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang