Harapan Syifa

43 5 35
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

🍁🍁🍁

"Semoga bukan dia,"

~Romantic Note

🍁🍁🍁

Romantic Note 11 : Harapan Syifa

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.


"MasyaAllah Sa, aku kangen masa-masa kaya gini. Kamu jangan salah paham lagi ya. Aku tuh sedih tau waktu kamu menjauh." ucap Syifa dibarengi Nisa yang berjalan beriringan menuju aula utama pesantren Ar Rahman.

"Iya, maaf deh. Aku terlalu egois buat gak ngedengerin alasan kamu Fa," sesal Nisa pada akhirnya.

"Iya, gak apa-apa aku ngerti kok." balas Syifa tulus.

"Ngomong-ngomong Fika dimana? Kok gak bareng sama kita?" tanya Nisa saat dirinya merasa ada yang kurang. Ya, Nisa mulai menerima Fika walaupun itu sulit bagi dirinya. Ya bayangkan saja dengan masalah kemarin yang membuat Nisa harus menguras energi hatinya.

"Eh iya ya. Fika kemana?" ucap Syifa yang baru sadar jika Fika tidak ikut mereka berdua."Jangan-jangan dia udah ke aula duluan?" tebak Syifa.

"Bisa jadi sih,"

Aula pesantren Ar Rahman adalah tempat yang akan mereka tuju. Hari ini akan ada pemberitahuan dari pihak pesantren dan kepolisian mengenai kematian Farid. Akhirnya kasus ini akan segera terungkap. Maklum saja, sebagian masyarakat berulang kali melakukan aksi demo dan ada juga yang merusak fasilitas pesantren. Jadi ini merupakan kabar baik untuk semua pihak.

"Eh Fa, ini aneh deh. Kan kemarin kata polisi jasad Farid udah gak bisa di otopsi. Lalu gimana cara polisi mengungkap kasus ini? Orang barang buktinya aja gak ada. Ya kan?" tanya Nisa pada Syifa yang merasa ada kejanggalan.

Syifa baru sadar sekarang. Benar juga, bagaimana cara polisi itu mengungkap kasus ini.

"Iya juga ya Sa. Mereka kerjanya gimana? Apa mungkin aja mereka udah nemuin bukti yang bisa menguatkan kasus ini?"

"Tapi kayaknya gak mungkin deh Fa. Di tempat kejadian kan gak ada barang bukti yang ditemukan. Cuma ada tubuh Farid yang udah gak berbentuk." terang Nisa.

"Bener juga. Lalu apa yang mau polisi tunjukan kalau bukan barang bukti?" pikir Syifa.

Nisa mencoba mengingat-ingat cerita adik tingkatnya,"Apa mungkin sidik jari?" tebak Nisa tak yakin.

"Sidik jari? Apa disitu ada benda yang digunakan si pelaku?" tanya Syifa yang masih bingung.

"Kayaknya enggak deh. Tau ah pusing aku."

Mereka berdua masuk ke dalam aula yang sudah terisi santri putra ataupun putri. Memilih duduk di belakang, karena kursi depan, tengah sudah terisi penuh. Syifa mengedarkan pandangannya ke seluruh aula. Mencari seseorang yang sempat dicurigainya tapi tidak nampak.

Kemana dia?, batin Syifa sambil terus berusaha mencari.

Lalu terdengar suara derap langkah kaki disusul beberapa lagi. Para polisi serta Kyai Syarif berjalan di tengah-tengah kursi santri untuk menuju ke depan. Mereka terlihat berwibawa dengan baju kebesaran yang dikenakan masing-masing.

Romantic Note [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang