Bab 7 : Tidak Adil

49 5 23
                                    

Hidup ini memang tidak adil. ---- Mileata Pradipta.

 ---- Mileata Pradipta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Apa kalian pernah merasa lelah dalam menjalani hidup? Jika pernah, maka kalian sama dengan Tata saat ini. Tata lelah dengan hidupnya yang tidak adil. Keluarganya sudah tidak utuh lagi, dia harus rela tidak tinggal bersama Bunda setra Kakak sulungnya dan kini Tata lagi-lagi harus berpisah dengan Aswan, satu-satunya keluarga yang rela menemaninya dalam kondisi apapun itu. Apakah itu semua adil untuk Tata?

Hanya satu keinginan terbesar Tata yaitu bisa kembali memiliki keluarga yang utuh tanpa bercerai berai seperti saat ini. Sedih? Jelas! Tata sangat sedih. Marah? Tentu! Namun Tata tidak tahu harus apa karena orang yang selalu menghapus kesedihannya kini telah pergi meninggalkannya. Tata benci sendirian!

"Bawang kenapa ninggalin Tata sih? Harusnya Bawang ajak Tata pergi dari sini, Tata enggak mau sendirian."

Berkali-kali dihela, berkali-kali pula air matanya menetes. Dari pelupuk mata yang masih digenangi oleh air mata, Tata menatap lekat ke arah pigura yang membingkai foto keluarganya. Ada Bunda, Ayah, bang Jeffry, Aswan dan juga Tata. Foto tersebut diambil saat Tata masih berusia tujuh tahun dan mereka tampak tersenyum bahagia di dalam foto tersebut.

"Jahat!" Telunjuk Tata mengarah pada foto Aswan yang tengah tersenyum lebar. "Kenapa Bawang ingkar janji? Katanya Bawang akan selalu ada buat temani Tata, tapi buktinya mana?"

Tata beralih mengambil selembar tissue di atas meja yang tepat di samping tempat tidur, untuk menghapus air matanya yang kian membanjir. Mata gadis itu kini sudah terlihat merah karena terlalu banyak mengeluarkan air mata.

Ponsel yang berada di atas kasur tepat di sampingnya bergetar menandakan ada sebuah panggilan video masuk. Tata mengambil ponsel tersebut dan menatap cukup lama nama si pemanggil.

"Kenapa nangis? Lo jelek banget kalo nangis, Ta, beneran deh gue enggak boong."

Tata mendengkus keras saat layar ponsel menampilkan wajah Aswan yang terlihat menyebalkan di matanya. Walau begitu, sebenarnya Tata sangat merindukan Aswan.

"Pake nanya lagi, ya semua gara-gara Bawang lah!" Tata merengut sebal dan kembali menahan air matanya agar tidak jatuh.

Dari sebrang telepon Aswan tampak menghela napas sejenak. "Maaf deh. Iya gue salah, gue udah ingkar janji sama lo. Tapi gue enggak bisa tetap tinggal sama Ayah kalau Ayah tetap mengambil keputusan yang salah."

Tata mati-matian menahan isak tangisnya. Lagi-lagi dia merasa hidup ini benar-benar tidak adil.

"Sesuai perjanjian kita sama Ayah, setelah lo lulus sekolah gue langsung jemput lo. Kita tinggal lagi bareng Bunda dan bang Jeffry." Aswan menatap Tata dengan lembut. "Sekarang lo harus sabar sampai waktu kelulusan nanti. Gue janji tiap hari bakalan telepon lo, Ta."

Putus, nih???Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang