Bab 2: Pesawat Kertas

113 9 18
                                        

Siapa sebenarnya seseorang di balik pesawat kertas itu? --- Reynald Kanava

***

Reynald membawa motor matic membelah luasnya jalanan Ibukota pagi ini. Seminggu yang lalu Rey telah melewati tes beasiswa dengan lancar dan hari ini dia telah resmi menyandang status Mahasiswa. Yah, dia berhasil lolos dari tes beasiswa tersebut, setelah dua hari yang lalu Rey mendapatkan kabar dari pihak kampus.

Rey bahagia begitu pula sang Ayah. Motor matic yang tengah di kendarainya ini adalah hadiah dari sang Ayah. Maman diam-diam menyiapkan motor tersebut pada Rey. Walau bukan motor baru, tapi motor tersebut masih bisa Rey gunakan untuk pergi dan pulang kuliah. Dan laki-laki itu sangat bersyukur bisa mendapatkan itu semua.

Senyum di kedua sudut bibir Rey terus mengembang menampilkan senyuman manis. Senyum tersebut menemaninya berkendara menuju kampus pagi ini.

Rey memarkirkan motornya di lahan parkir yang tersedia di kampus besar ini. Laki-laki itu melepas helm dan membenarkan letak kacamatanya yang sedikit melorot. Manik matanya menatap jejeran mobil dan motor yang terparkir lalu membandingkan dengan motor meticnya yang terlihat tidak sebanding dengan motor-motor yang terparkir di lahan parkir kampus tersebut.

Rey sempat berkecil hati. Namun hanya sesaat, karena dia yakin jika sang Ayah pasti sudah bersusah payah untuk membelikannya motor ini. Harusnya dia tidak boleh berkecil hati kan? Tetap bersyukur, Rey. Gumamnya dalam hati.

Kembali memasang senyuman manis, Rey melangkah dengan riang menuju kelas. Saat Rey sampai di depan kelas, suasana terlihat ramai dengan ocehan-ocehan mahasiswa dan mahasiswi yang ada di dalam kelas pada pagi ini. Menghela napas sesaat, Rey kembali melangkah mantap memasuki Kelas. Laki-laki itu duduk di barisan paling depan, karena hanya barisan itu yang tersisa. Teman sekelasnya lebih memilih duduk di bagian tengah atau bagian belakang. Rey tidak mempermasalahkan itu, justru dengan begini dia bisa lebih jelas mencerna pelajaran yang di jelaskan Dosen nantinya.

"Gilaaaa!!!"

Rey mendongak mencari asal suara tersebut. Dari arah pintu, tiga gadis berjalan memasuki kelas dengan salah satu dari ketiganya adalah gadis yang pernah di tolong oleh Rey seminggu yang lalu.

"Siapa yang gila?"

"Dokter ganteng yang baru aja gue temui kemaren."

"Maksudnya?"

"Tuh dokter ganteng banget, bikin gue gila."

Ketiga gadis itu terbahak tanpa memperdulikan sekitar. Manik mata Rey tidak lepas memperhatikan ketiganya yang terlihat tertawa lepas tanpa beban. Andai dia bisa tertawa lepas seperti itu.

Manik mata Rey bersitatap dengan manik mata gadis yang di tolongnya Minggu lalu. Gadis itu tersenyum seakan menyapa Rey dari senyumannya. Dengan canggung Rey membalas senyuman gadis itu.

"Woi... Lo mau duduk di depan?" tanya gadis yang barusan bercerita heboh tentang dokter ganteng pada gadis berambut sebahu itu.

"Ayo duduk di belakang aja! Kerajinan banget duduk paling depan."

Rey menghela napas pelan menatap gadis berambut sebahu itu di tarik oleh temannya duduk di bagian belakang. Rey tidak tau siapa nama gadis itu. Tapi dia berharap gadis itu tetap baik-baik saja selepas kejadian seminggu yang lalu.

***

Kernyitan di kening Rey tercetak jelas saat dia membuka pintu loker. Secarik kertas yang di bentuk seperti pesawat terbang berada di atas tumpukan buku-bukunya. Setelah jam kuliah pertamanya selesai, Rey memang langsung menuju loker untuk menaruh beberapa buku yang baru saja di pinjamnya dari perpustakaan. Rey akan membaca buku-buku tersebut setelah dia selesai makan siang.

Putus, nih???Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang