Kecewa adalah rasa yang paling menyebalkan bagiku ---- Mileata Pradipta
****
Tata menatap ayahnya dengan penuh rasa kecewa. Pria paruh baya itu menghela napas dan melonggarkan ikatan dasi yang terasa mencekik lehernya. Setelah melepas ikatan dasi, pria itu beralih memijat keningnya yang terasa berat, seperti di hantam ratusan batu besar. Tata berjalan mendekati ayahnya dan duduk di samping pria itu. Kedua tangan Tata bersedekap di depan dada dan matanya menelusuri penampilan kacau sang Ayah.
Bunda dan Jeffri sudah kembali pulang ke Jakarta. Mereka hanya menginap sehari saja. Selama bundanya dan Jeffri menginap, selama itu pula ayahnya tidak pulang ke rumah. Menghindar. Tepatnya pria paruh baya itu menghindar dari mereka semua. Tata tidak habis pikir, apa alasan ayahnya menghindari pertemuan dengan bunda dan Jeffri? Padahal Tata sangat menginginkan mereka semua bisa berkumpul dengan lengkap. Hal itulah yang membuat Tata merasa kecewa dengan sang Ayah.
"Ayah kenapa nggak pulang kemarin?"
Pertanyaan Tata menghentikan pijatan pria itu pada keningnya. Kembali menghela napas pelan, Dipta----ayah Tata menatap anak gadisnya itu dengan tatapan sendu dan merasa bersalah.
"Maaf, Ta... Ayah lagi banyak kerjaan dan..."
"Dan Ayah kembali mengingkari janji Ayah ke Tata," tuduh Tata mendengkus kesal. Wajah cantiknya tertekuk masam.
"Bukan begitu maksud Ayah, Ta... Di kantor memang lagi banyak kerjaan," elak Dipta meyakinkan Tata yang masih memasang wajah masam.
Tata menatap Dipta dengan mata berkaca-kaca. "Tata udah sering perhatiin kalau bunda dan Bang Jeff datang ke sini, Ayah selalu menghindar. Entah itu Ayah nggak pulang kerumah, ataupun sekalinya pulang, Ayah bakalan langsung masuk kamar dan nggak keluar-keluar sampai bunda dan Bang Jeff balik lagi ke Jakarta."
Tata mengatur napasnya yang memburu. Rasa kecewa membuatnya merasakan sesak di dadanya. "Padahal Tata pengen banget kita bisa kumpul bareng lagi. Ayah kenapa sih selalu menghindar dari bunda dan Bang Jeff?"
Dipta mengusap wajahnya dengan kasar. "Ta...," lirihnya tidak bisa berkata-kata lagi.
Setetes air mata Tata jatuh membasahi kedua pipinya. Bertahun-tahun Tata tersiksa dengan keluarganya yang tidak utuh seperti ini. Salah kah Tata menginginkan keluarganya kembali utuh?
"Ayah dan Bundamu udah bercerai, Ta," cicit Dipta pelan.
"Asal Ayah tau, Tata, Bang Wawan dan Bang Jeff nggak pernah setuju sama perceraian ayah dan bunda. Kami pengen kalian rujuk dan kembali seperti semula," ucap Tata menahan tangisnya agar tidak pecah.
"SEMUA ITU NGGAK AKAN PERNAH TERJADI!" Bentak Dipta lantang. Bahkan Tata sampai terlonjak kaget dari tempat duduknya. "Kami nggak akan bisa kembali bersatu. Jadi jangan terlalu berharap," cicit Dipta pelan dengan suara bergetar. Kedua tangannya meremas rambutnya yang sudah terlihat mulai memutih itu dengan keras.
"K---kenapa, Yah? Kenapa Ayah dan Bunda nggak bisa kembali lagi? Apa alasannya. Yah?!" Tangis yang sedari tadi Tata tahan, kini pun pecah.
"Ayah nggak bisa menjelaskan itu," ucap Dipta.
Tata beranjak dari duduknya. "Tata kecewa sama Ayah," ucapnya lalu pergi meninggalkan Dipta yang tertunduk lesu.
Aswan berniat mengejar Tata. Sedari tadi laki-laki itu bersembunyi untuk memperhatikan perdepatan antara Tata dan sang Ayah.
"Mau kemana kamu, Wan?"
Aswan menghentikan langkahnya saat suara berat Dipta bertanya padanya. Aswan membalikan tubuhnya menghadap Dipta yang terlihat kacau duduk di atas soffa ruang tamu. Aswan menghela napas pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putus, nih???
Narrativa generale"Tata mau putus!" "Nggak! Aku nggak mau putus dari kamu!" "Pokoknya pu...tus, tus, tus, tus!" "Nggak ada kata putus!" "Yaudah! Kalo gitu Kak Rey pacaran sama tembok aja!" Setiap hubungan asmara, pasti akan berujung dengan kata 'PUTUS'. Entah itu put...