Bab 1: Rey dan Impian

190 13 9
                                    

Memiliki karier yang sukses dan membanggakan ayah adalah impianku. Impian yang sederhana. Sesederhana
diriku. ---- Reynald Kanava

***
"

"Nak, jangan lupa sarapan dulu ya!"

Rey menoleh kearah sang ayah yang menyembulkan kepalanya di daun pintu kamar. Kepala laki-laki itu mengangguk mengiyakan perintah sang ayah.

"Yaudah kalau begitu, ayah tunggu di ruang makan, ya. Kamu sekarang lanjut beres-beres, persiapan untuk tes harus di siapin semua dan jangan sampai ketinggalan." Ayah kembali memperingati Rey.

Rey melemparkan senyuman manisnya kepada sang ayah. "Iya, Ayah ... Rey bakalan siapin semua kok. Ayah tenang aja," ucap Rey sembari memasukan segala keperluan tes kedalam tas ransel hitamnya.

Sang ayah mengangguk mengerti. Setelahnya beranjak pergi menuju ruang makan. Beginilah rutinitas di rumah seorang Reynald Kanava saat pagi hari. Hari ini, Rey akan menjalani tes untuk masuk ke perguruan tinggi. Pihak sekolah Rey, memberikan kesempatan pada laki-laki itu berupa undangan jalur beasiswa pada salah satu Universitas ternama di Jakarta. Hal itu tentu saja membuat Rey senang, karena kerja kerasnya selama ini membuahkan hasil juga.

Rey merasa tidak sia-sia dia belajar siang malam untuk mendapatkan undangan jalur beasiswa tersebut. Melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi adalah impian Rey sejak dulu. Dan kesempatan emas ini tidak akan Rey sia-sia kan begitu saja. Walaupun mendapatkan undangan jalur beasiswa, Rey harus terlebih dahulu mengikuti tes, setelahnya jika Rey lolos, barulah di situ Rey bisa mendapatkan beasiswanya.

Setelah memastikan perlengkapan tes tidak ada yang tertinggal, Rey langsung melengangang menuju ruang makan, dimana sang ayah sudah menunggu dengan dua piring somay lengkap dengan kuah kacang. Sangat menggunggah selera setiap mata yang melihatnya.

Maman Suherman---ayah Rey memang seorang pedagang somay keliling. Kelezatan Somay buatan Maman tidak perlu di ragukan lagi. Seberapa sering Rey mencicipi somay buatan ayahnya, segitu sering juga dia takjub dengan cita rasa lezat somay tersebut.

"Ayo makan!"

Rey mengangguk dan mulai memasukan sepotong somay lengkap dengan kuah kacang kedalam mulutnya. Dan ... Benar, somay tersebut kembali memanjakan lidah Rey. Dengan semangat laki-laki itu menghabiskan sarapan paginya.

"Sebelum tes jangan lupa berdoa dulu ya, Nak. Minta kemudahan sama Gusti Allah," ucap ayah setelah menghabiskan sarapan pagi mereka.

"Baik, Ayah. Rey nggak akan lupa untuk selalu berdoa. Ayah juga doain Rey ya."

Maman tersenyum dan menggenggam jemari Rey. "Tanpa kamu minta, Ayah selalu mendoakan kamu, Nak," ucapnya lirih. "Ayah nggak nyangka kamu bakalan tumbuh secepat ini. Sekarang kamu sudah besar. Maafin Ayah karena belum bisa menjadi seorang ayah yang baik untuk kamu."

Rey mencium punggung tangan sang Ayah yang sudah terlihat keriput. Tidak bisa Rey ungkapan jika dia benar-benar bersyukur memiliki sosok ayah seperti Maman.

"Ayah udah jadi pahlawan di hidup Rey. Jadi, jangan salahkan diri Ayah lagi," tutur Rey lembut.

Maman membawa tubuh tegap Rey kedalam dekapan hangatnya. Dekapan hangat seorang ayah. Dekapan yang selalu membuat Rey merasa sangat nyaman. "Bunda mu pasti sangat bangga melihat kamu dari atas sana."

Bunda.

Rey hanya berharap Bunda bahagia di atas sana.

***

Putus, nih???Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang