Halo aku kembali lagi👋 makasih untuk yang setia menunggu kisah ini. Sebelum baca, yuk vote dulu. Oh ya, karena aku udah lama nggak update, mungkin temen-temen bisa baca ulang dulu ya. Biar nggak lupa sama alurnya.
Happy Reading💜
Tolong jangan seperti ini, berhenti bersikap seperti perduli dan seolah mencintai. Sungguh, mempermainkan rasa dari orang yang sangat mencintai, itu tidak lucu sama sekali.
***
Tak terasa malam hari telah menyapa. Sedari tadi Alula berdiam diri di dalam kamarnya. Menghabiskan waktu sambil memikirkan apa yang tengah ia lalui sekarang.
Semenjak hari di mana ayahnya datang menemui, Alula lebih banyak diam. Dia bungkam dan akan lebih memilih menghabiskan waktu sendiri saja.
Alula akan ke luar kamar hanya untuk mengambil makan dan minum. Meskipun batinnya terluka, Alula harus memastikan jika fisikanya akan selalu baik-baik saja. Ia harus bertahan hidup lebih lama, dia ingin membahagiakan bundanya. Meski nanti ia akan hancur berantakan, tapi ia harus selalu bertahan selagi bisa.
Selain itu, Alula akan menghabiskan waktu dengan melamun. Beberapa hari ini Alula bahkan menghindari percakapan antara dirinya dan bunda. Sebisa mungkin, Alula akan mengurangi intensitas percakapan mereka. Alula tidak ingin jika bundanya kembali membicarakan ayahnya. Alula pikir semuanya sudah cukup, dia tidak ingin dikecewakan lagi.
Banyak hal yang berkecamuk di dalam pikirannya. Terkadang Alula sering menatap dirinya dalam diam pada cermin. Bertanya-tanya tentang mengapa hidupnya seperti ini. Seharusnya, di usia sekarang Alula menikmati masa muda seperti teman sebayanya yang lain. Membicarakan masa depan dengan kedua orang tua. Menjalani hari tanpa beban pikiran. Ya, andai Alula bisa merasakannya.
Alula bingung, apa sebenarnya yang telah ia perbuat hingga Tuhan memberinya cobaan dengan begitu berat. Ini sudah tidak bisa Alula atasi lagi. Meski sering kali Alula menguatkan diri, namun nyatanya Alula tidak sekuat yang ia pikir. Ia hanya perempuan biasa, yang bisa kecewa dan juga terluka.
Alula banyak menyimpan perasaannya sendiri. Dia tidak bisa membaginya pada orang lain. Dia mengunci rapat-rapat tentang apa yang ia rasa. Sehingga orang lain akan menganggapnya baik-baik saja. Tapi sekarang meskipun telah terbiasa, mengapa rasanya masih semenyesakkan ini. Ia kelelahan, pada takdir yang seakan enggan berpihak padanya.
Kadang kala tanpa disadari, Alula selalu berjaga-jaga dan mempersiapkan diri akan sesuatu hal yang belum tentu terjadi. Ia banyak memikirkan tentang apa yang akan ia hadapi di masa depan. Ia mempersiapkan diri untuk menghadapi hal-hal tidak baik yang mungkin akan terjadi nanti. Agar saat hari itu tiba, Alula dapat segera menerima.
Kini kaki kecilnya membawa ia melangkah ke arah balkon. Alula ingin melihat langit malam. Dia ingin melihat bintang. Dia ingin agar langit malam dapat menyembunyikan kesedihannya.
Angin malam tak membuat Alula berubah pikiran, ia tetap melangkahkan kakinya ke luar. Terkadang Alula butuh seorang teman, namun ia tidak punya keberanian untuk mengungkapkan apa yang ia pendam. Alula hanya takut, terlalu takut bergantung pada orang lain. Ia hanya tidak ingin dikecewakan sekali lagi.
Pandangannya tepat mengarah pada banyaknya bintang yang menghiasi malam pekat. Melihat bintang Alula seakan melihat Rigel di sana. Alula ingat, di bawah hamparan bintang itulah, Rigel berjanji akan selalu ada untuknya. Dan dengan bodohnya Alula percaya dan senang bukan kepalang. Alula memberikan semua kepercayaannya pada Rigel, hingga saat ia mengingkari Alula sulit untuk bisa mempercayai.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELRIGEL
Teen Fiction"Apa salah jika aku mencintai pacar dari sahabatku sendiri?" - Alula Elara Galexia Agatra "Dia hanya masa lalu, orang biasa yang pernah mengisi hari-hariku." - Daffa Aric Elrigel "Apa aku terlalu baik? Membiarkan mereka berjumpa sama saja dengan me...