Bagian Sebelas

223 27 7
                                    

halo temen-temen, aku balik lagi nih hehe. Makasih buat temen-temen yang masih setia buat nunggu cerita ini. Maaf ya, baru bisa update sekarang. Kebetulan aku maba, dan lagi sibuk-sibuknya banget sekarang. Sebelum baca, seperti biasa jangan lupa vote dan comment nya ya! u know, it's a vitamin for me wkwk. Mulai sekarang, aku bakal usahain buat update dan lanjutin cerita ini :)

Happy Reading :)

Ternyata memang benar ya, bahwa sampai kapanpun aku tidak akan pernah cukup untuk siapapun.

***

Hari ini, aktivitas Alula seperti hari-hari biasanya. Tidak ada yang istimewa, semuanya terasa hambar untuk dilalui oleh gadis belia sepertinya. Terkadang, tanpa bisa dicegah pikiran-pikiran jahat yang bersarang di kepalanya membuatnya ingin lenyap saja dari dunia. Ia lelah sungguh, berpura-pura baik-baik saja ternyata menguras tenaga. Ia bingung, sebenarnya kehidupan seperti apa yang ia inginkan. 

Setiap harinya ia selalu ketakutan. Alula takut ditinggalkan. Ia tidak bisa, membayangkannya saja Alula sudah tidak mampu. Sederhanya ia ingin ada sosok yang setia menemani, menerima segala kekurangannya, tetap tinggal meskipun ia tahu bahwa Alula adalah sosok yang berantakan.

Kini kaki kecilnya membawa Alula memasuki gerbang sekolahnya. Alula sengaja datang pagi kali ini, ia hanya sedang tidak ingin berlama-lama di rumah. Oleh karena itu Alula memilih untuk datang lebih awal, setidaknya ia bisa menghabiskan waktu sendiri di perpustakaan.

Sepertinya membaca novel adalah pilihan yang tepat untuk pagi ini. Karena jujur saja, meskipun kini perpustakaan adalah tempat favoritnya sekarang, Alula tetap malas dan enggan untuk membaca buku pelajaran, hah itu sungguh membosankan.

Alula sengaja memilih meja yang ada di sudut perpustakaan. Ia ingin bersembunyi saja. Entah percaya atau tidak, Alula ingin membiasakan hidup sendirian. Mulai sekarang, ia akan belajar untuk tidak bergantung pada orang-orang. Ia berusaha menyiapkan diri, hingga ketika orang-orang didekatnya pergi, Alula sudah terlatih.

Sungguh, setelah banyaknya kehilangan, rasa ketakutan seperti itu kerap kali muncul. Ia tidak bisa mengontrolnya. Kepergian dua laki-laki yang membuatnya menjadi gadis istimewa, berhasil membuatnya patah. Ia trauma, terlalu takut untuk percaya pada orang-orang. Entahlah, bagaimana ia menghilangkan hal semacam ini, namun sekeras apa Alula mencari jawaban, ia tidak pernah menemukannya.

Semuanya, semua rasa sakit ia simpan sendirian. Semua topeng kebahagian yang ia tampilkan di depan orang-orang menghancurkannya secara perlahan. Andai, andai saja ada seseorang yang rela mengulurkan tangannya, yang bersedia menjadi tempat Alula bercerita. Ia kesepian Tuhan, dan ia tidak ingin seperti ini terus.

Bip bip

Alula menolehkan pandangan ke arah ponselnya. Seketika notifikasi atas nama Mars muncul di sana. Alula terlalu malas untuk membalasnya. Apa tidak bisa laki-laki itu membiarkan Alula menikmati waktunya sendiri. Apa memang Mars diciptakan untuk selalu mengusik hari-harinya. Kalau itu benar terjadi, Alula tidak akan pernah sudi.

Mengabaikan pesan yang masuk ke ponselnya, Alula kembali memfokuskan diri untuk melanjutkan bacaannya. Namun, selang dari beberapa menit setelahnya, Alula mendengar derap langkah kaki yang berjalan ke arahnya. Alula menghembuskan nafasnya pelan, dari wangi parfumnya saja Alula sudah mengenali siapa sosok itu. Iya, siapa lagi jika bukan Mars.

Tanpa menoleh, Alula bersuara."Kamu ngapain ke sini sih? Ngga capek ganggu aku terus?" keluh Alula pada Mars.

"Eh anjir, lo kok tau kalau ini gue," balas Mars penasaran.

ELRIGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang