14. Menanti Jawaban

3.5K 128 5
                                    

Dedaunan berwarna kuning yang berjatuhan dari pohon tertiup oleh angin masuk ke dalam kamar melalui sebuah jendela kamar yang sedikit terbuka. Jo tengah duduk di kamar sambil memainkan gitar yang ia temukan di kamar istrinya, membuat nada-nada baru untuk lagunya yang sedang ia buat. Dia memang sedang dalam mood yang tepat untuk membuat lagu. Entah mengapa hari ini dia bisa dengan mudah membuat lagu hanya dengan mengingat seorang Maria, wanita yang sudah mematahkan hatinya. Rasa sesak di dadanya telah berkurang sekarang. Dia tidak lagi bersedih seperti beberapa saat yang lalu ketika mengingat nama itu. Mungkin itu semua dikarenakan dia telah berhasil mencurahkan perasaannya ke bentuk sebuah lagu. Dia masih saja mencintai istrinya, cinta yang teramat dalam.

Goresan demi goresan lirik lagu telah ia tulis dalam sebuah kertas yang kini telah penuh dengan tulisan dan coretan. Jo cukup bersemangat kali ini. Sambil menulis lagunya, dia juga berusaha untuk mencari nada yang tepat untuk lagunya itu. Jo menepuk - nepukkan jarinya ke meja belajar Maria membentuk sebuah nada.

"Argh! Aku tidak dapat ide untuk lanjutannya!" Jo bernyanyi dan bergumam sendiri. Lagunya ini harus menjadi lagu yang hebat. Pikirnya.

Setelah lama bergelut dalam pikirannya sendiri demi menemukan lanjutan lagunya yang masih belum dapat ia lanjutkan akhirnya dia menyerah. Jo melempar penanya yang ia gunakan untuk menulis ke meja. Dia kesal karena belum berhasil membuat lagunya, tetapi dia yakin kalau lagu itu akan menjadi sebuah lagu yang hebat oleh sebab itu dia tidak meremas kertas itu dan membuangnya ke tong sampah. Dia pun memutuskan untuk melanjutkan membuat lagu itu kapan-kapan saat dia telah mendapatkan ide.

***

Siang hari

Rasanya tidak enak juga kalau diam-diaman begini dengan Maria. Apa aku sapa saja dia?

Sasha bergumam dalam hati sambil melirik ke arah Maria yang tengah duduk sendirian di dalam kelas pada jam kosong.

"Ehem." Sasha melangkah menghampirinya

Sementara Maria bergeming tanpa melihat ke arahnya.

"Apa kamu masih marah?" tanya Sasha hati-hati

Maria yang awalnya fokus membaca buku beralih kepada sahabatnya yang masih berdiri menatapnya dengan gelisah.

"Tidak seharusnya aku marah padamu untuk masalah rumah tanggaku. Cuma, aku merasa kecewa kenapa kamu berpihak pada suamiku." ucap Maria dingin

"Maafkan aku Maria. Aku pikir, suamimu sangat tulus padamu. Ya, mungkin dia pernah melakukan sesuatu yang membuatmu terluka. Tapi tidak ada salahnya kan memberinya kesempatan."

"Di dunia ini ada 2 orang yang tulus mencintaiku. Ibu dan ayahku. Dan suamiku? Dia hanya memanfaatkanku sebagai pelampiasan." Maria tersenyum miring

Astaga. . Bagaimana cara menyadarkanmu Maria.

"Lebih baik jangan membahas dia lagi atau menyebut namanya di depanku. Aku benar-benar muak."

"Oke. Aku tidak akan membahasnya lagi. Lagipula itu bukan urusanku, kenapa juga aku ikut pusing."

Awas saja kalau suatu saat kamu merengek padaku. Huft.

***

Malam Hari

Mobil Dev sampai di depan kontrakan Maria.

Tok Tok Tok

"Dev. Silahkan masuk."

Maria mempersilahkan Dev duduk di ruang tamu. Dia pergi ke dapur membuatkan teh hangat untuknya kemudian kembali ke ruang tamu.

"Maria, harusnya kamu tidak perlu repot-repot begini." kata Dev setelah Maria meletakkan secangkir teh hangat di atas meja

I Hate My Hubby Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang