19. Dua Sisi

3.4K 130 1
                                    

Di Kampus

Maria tengah duduk di kursi halaman kampus bersama sahabatnya. Dilihat dari airmuka Maria, Sasha tahu pasti sahabatnya ini sedang bersedih.

"Maria, apa masalahmu sudah beres?" tanya Sasha memulai percakapan.

"Bisa dibilang iya, bisa dibilang tidak." jawab Maria dengan tersenyum kecut.

"Apa kau sudah beritahu suamimu?"

Maria menunduk lesu.

"Aku bingung harus cerita darimana dulu. Ceritanya rumit sekali."

"Cerita saja pelan-pelan. Aku akan selalu setia mendengarkanmu."

"Ternyata selama ini Dev hanya berpura-pura masih menginginkanku Sasha. Dia berusaha menyatukan aku dengan suamiku. Aku bingung dengan jalan pikirannya. Untuk kedua kalinya dia mengujiku."

Sasha terkejut dan terdiam sejenak.

"Lalu tentang kehamilanmu?"

"Setelah aku pulang dari rumahmu kemarin, aku hampir saja menelan obat penggugur kandungan. Tapi Dev berhasil mencegahku."

Refleks Sasha melotot.

"Hah? Kau mau menggugurkan janinmu!"

"Sasha, jangan keras-keras."

"Maaf. Habis aku kaget. Bagaimana kau bisa melakukan itu Maria?"

Maria kembali menunduk dan menangis.

"Aku tahu perbuatanku itu tidak benar. Aku bingung harus bagaimana, bersamaan saat aku mengetahui kehamilanku, pada saat itu juga suamiku menggugat cerai."

"Apa? Kak Jo mau menceraikanmu?"

"Iya. Akhirnya dia tahu kalau aku hamil. Setelah anak kami lahir, kami berpisah." Maria menjeda ucapannya sejenak.

"Sasha, bukan berpisah dengan suamiku yang membuat aku sedih. Tapi nasib anak ini."

"Memangnya kenapa Maria?"

"Selama ini tidak ada yang tahu kalau aku sudah menikah. Ibu bilang ke semua orang kalau aku ngekos didekat kampus karena jaraknya jauh dari rumah. Kau bisa bayangkan jika aku pulang kerumah orang tuaku? Aku pulang dengan membawa bayi sementara aku tidak punya suami. Semua orang akan berpikir kalau aku hamil diluar nikah." Tangisan Maria terdengar semakin keras.

Sasha yang mendengarkan pun ikut merasakan kesedihan Maria tanpa bisa memberi solusi apapun.

"Di usiaku yang masih 20 tahun aku sudah menjadi janda." Maria semakin terisak.

"Sabar Maria." tutur Sasha sambil mengusap punggung Maria.

"Sasha, selama ini aku sangat bodoh. Aku sudah menyia-nyiakan suamiku. Ternyata, dia adalah cinta pertamaku."

Lagi, Sasha melotot.

"Apa maksudmu?"

"Dulu, saat aku masih SMA. Ada seorang siswa laki-laki yang sangat aku kagumi. Karena suaranya yang merdu dan cara bermain alat musiknya yang indah. Aku sangat kagum padanya. Sampai-sampai aku sering mengintipnya saat dia menghabiskan waktu di ruang musik. Kau tahu siapa dia? Dia adalah suamiku." Maria tersenyum dengan menitikkan airmata.

Sasha sudah tak mampu berkata-kata. Dia sangat tercengang dengan semua penjelasan kisah sahabatnya.

"Dia adalah sosok yang sangat ku kagumi sekaligus sosok yang sangat aku benci. Betapa bodohnya aku." Maria terus merutuki dirinya sendiri.

Sementara Sasha, dia kembali teringat tentang kata-kata yang pernah dilontarkan oleh sahabatnya dulu.

"Dengar baik-baik. Meskipun ayah, ibuku, bahkan dunia sekalipun menentang hubungan kami, aku tidak peduli. Di hatiku hanya ada satu nama, dan aku tidak akan pernah bisa menerima Jo. Sampai kapan pun."

"Aku menyesal sekali Sasha, aku sangat menyesal." Maria kembali terisak.

Sasha hanya bisa menjadi pendengar dan mengusap punggung Maria, dia pun tidak tahu harus memberikan solusi apa.

"Apa boleh buat Maria, ini sudah menjadi resiko untukmu. Kalau kau tidak menghianati suamimu, semua ini tidak akan terjadi." ujar Sasha lirih.

"Ugh.." Maria memegang perutnya.

"Kau kenapa?" tanya Sasha mulai panik.

"Sasha, perutku sakit."

"Ayo kita ke dokter."

Akhirnya Sasha mengantar Maria ke rumah sakit terdekat.

"Nona Maria, usia kandungan anda baru memasuki tiga bulan. Saya sarankan untuk tidak terlalu banyak pikiran, karena kondisi kandungan anda lemah." tutur sang dokter kandungan.

"Baik dokter, saya akan mengingat saran anda."

***

"Maria, kau dengar kata dokter? Kau tidak boleh stres." tutur Sasha sembari berjalan di lorong rumah sakit.

"Iya Sasha. Sepertinya aku harus menunda memikirkan masalah kedepannya. Aku tidak mau kehilangan anakku. Karena anak ini adalah hasil hubunganku dengan Jo. Setidaknya setelah kami berpisah, aku punya buah cinta darinya." Maria tersenyum.

"Syukurlah. Kau kembali bersemangat. Lalu apa kau tidak ingin memberitahu kak Jo tentang kondisi kandunganmu?"

"Tidak Sasha. Aku tidak mau membebaninya. Sudah cukup aku membuatnya terbebani selama ini. Aku tidak mau menambah beban pikirannya lagi."

***

Di Restoran

Terlihat, Jo sedang menikmati makan siang bersama Agnez di restoran.

"Bagaimana? Apa kau sudah menyerahkan surat gugatan cerai kepada istrimu?" tanya Agnez.

"Sudah, tapi kami tunda dulu. Karena istriku kembali tinggal bersamaku."

"Apa? Tapi kenapa?" tanya Agnez kecewa.

"Karena dia.." Jo tak melanjutkan ucapannya setelah ponselnya berdering.

"Sebentar ya. Aku terima telefon dulu." Jo berdiri menjawab panggilan "Iya, aku akan segera kesana."

Bip

"Maaf Agnez. Aku harus kembali ke kantor."

Agnez yang semula cemberut kembali tersenyum setelah Jo memandangnya.

"Iya, tidak masalah. Kita bisa ketemuan lagi kan lain kali." jawab Agnez dengan tersenyum manis.

"Ya sudah. Aku pergi duluan ya."

Jo bergegas pergi meninggalkan Agnez disana. Beberapa saat setelah dia pergi, Agnez menggebrak meja karena kesal.

"Sial! Kenapa sih istrinya harus kembali. Padahal tinggal sedikit lagi mereka berpisah."







Tbc

22 Agustus 2020

I Hate My Hubby Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang