21. Penyesalan

3.9K 138 2
                                    

J Company

Didalam ruangan presdir, Dev tengah bersandar di kursi kebesarannya. Cuaca pagi ini begitu cerah, secerah hatinya. Dari pintu yang dibuka, Sarah datang ke ruangannya. Meletakkan secangkir teh di atas meja kerjanya.

"Selamat pagi Bos." Sarah menyapa dengan senyum ramah

"Pagi juga Sarah."

"Akhir-akhir ini saya lihat, anda sering tersenyum. Apa ada sesuatu yang membuat anda merasa senang?" tanya Sarah penasaran

"Tepat sekali. Duduklah."

Sarah akhirnya duduk di hadapan Dev, senyuman tersungging di bibirnya, merasa penasaran dengan apa yang akan dia dengar dari cerita bos nya pagi ini.

"Akhirnya beban di pundakku hilang Sarah."

Ucapan yang keluar dari Dev spontan membuat Sarah mengerutkan alisnya.

"Maksud anda?" tanyanya

"Wanita yang sangat aku cintai akhirnya kembali bersama suaminya. Selama ini aku merencanakan semuanya agar dia bisa lepas dari masa lalunya bersamaku. Meskipun caraku salah dan sedikit melenceng dari rencana awal, tapi aku bersyukur semua rencanaku berhasil."

Sarah benar-benar tak mengerti semua penjelasan dari bosnya ini. Dia pun lebih memilih untuk mendengarkan dan tidak bertanya selama bosnya berbicara.

"Terkadang seseorang tidak bisa mengartikan perasaannya, saat dekat dengan seseorang yang sebenarnya mereka sayangi. Tapi setelah mereka berpisah, mereka baru menyadari tentang perasaan mereka yang sesungguhnya." Dev menjeda ucapannya sejenak. "Dan dia baru menyadari perasaannya setelah dia tinggal bersamaku."

Mata Sarah membulat. "Maksud anda?"

"Kami sempat tinggal bersama, tapi kami tidak melakukan perbuatan terlarang. Aku hanya ingin mengujinya, dan setelah dia semakin jauh dari suaminya, akhirnya dia menyadari perasaannya."

"Bagaimana anda bisa mengetahui hal itu?"

"Sikapnya tak lagi sama seperti dulu di saat bersamaku. Dia sering melamun dan gelisah. Berkali-kali aku mendengarnya bergumam menyebut nama suaminya ketika sendirian."

Dev mengingat dikala Maria merenung didalam kamar dengan menyebut nama Jo. Dev mengintipnya dari balik pintu kamar Maria yang terbuka.

"Mereka sebenarnya saling mencintai. Tapi mantan kekasihku itu berusaha menyangkalnya. Dan, aku berterima kasih padamu Sarah."

Sarah yang semula menunduk, kembali memandang Dev terkejut.

"Terima kasih kepada saya? Memangnya apa yang saya lakukan?"

"Karena kamu pernah memberiku nasehat. Bahwa cinta tidak harus memiliki. Jika kita mencintai seseorang, kita tidak harus memilikinya. Dengan melihatnya bahagia, itu sudah cukup." Dev kembali mengulang kata-kata yang pernah di lontarkan oleh Sarah kepadanya dulu.

Dev, ternyata kau masih mengingat ucapanku.

Sarah merasa terharu dalam hati, maniknya sedikit berkaca-kaca mendengar pengakuan Dev padanya.

***

Sementara di lain tempat, sepasang suami istri tengah duduk berdua di meja makan. Maria melayani sang suami dengan mengambilkan sarapan seraya tersenyum hangat.

"Maria?"

Akhirnya setelah sekian lama dengan sikap dinginnya, Jo kembali bersikap lembut. Pandangan matanya sudah tak lagi tajam seperti kemarin.

"Apa kamu tidak marah?" imbuhnya yang lagi-lagi dibalas dengan senyuman oleh istrinya

"Marah? Kenapa aku harus marah?" tanya Maria

"Semalam aku lupa kalau kamu minta aku temani pergi. Semalam aku.." Jo berusaha mencari alasan

"Aku tahu, kamu lembur kan?" Maria tahu meskipun semalam dia sempat mencium bau alkohol beserta aroma parfum wanita dari tubuh suaminya, dia berpura-pura seakan semuanya baik-baik saja.

"I iya. Semalam aku sibuk sekali. Pekerjaanku menumpuk." Jo mengiyakan dengan gugup

"Lagipula aku bisa beli sendiri. Kamu tidak perlu menemaniku."

"Tidak Maria. Aku akan menemanimu nanti malam." Jo menyahut dengan tersenyum lembut

"Terima kasih."

Namun lagi-lagi harapan Maria pupus. Detik demi detik terlewati. Sampai waktu menunjukkan pukul sembilan malam, suaminya belum juga pulang. Entah apa yang dia lakukan diluar sana. Maria berusaha menepis semua pikiran negatifnya. Namun kali ini, rasa nyeri dalam hatinya tak lagi tertahankan.

Cuaca belakangan ini tak menentu, tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba terdengar suara petir menggelegar di langit. Alam seakan ikut merasakan kesedihannya. Tak lama kemudian hujan pun turun.

Maria yang berada di teras menunggu kepulangan suaminya, dia melangkahkan kakinya keluar dari rumah besar itu.

"Nona! Diluar hujan! Anda mau kemana!" Teriak seorang petugas keamanan yang tidak di gubris oleh Maria.

Pandangan matanya kosong. Ia berpikir, cara ini satu-satunya yang bisa ia lakukan untuk melampiaskan seluruh beban yang ia pendam dalam hatinya.

Dengan keadaan tubuh yang sudah basah kuyup, Maria terus mengisak di sepanjang jalanan. Raungan tangisnya sudah bercampur dengan suara derasnya hujan. Tubuhnya menggigil, kedua tangannya memeluk tubuhnya sendiri. Dia berhenti dengan tangis yang masih menderu. Wajahnya menengadah, membiarkan airmatanya bersatu dengan air hujan.

"Tuhan! aku sudah tidak sanggup lagi!"

Dia semakin mengeraskan tangisannya. Menepuk dadanya berkali-kali sampai tidak tahu lagi harus melakukan apa.

"AAAHHH!!"

Tiba-tiba Maria mengerang, merasakan rasa sakit yang teramat sakit pada perutnya. Dan sesaat kemudian darah keluar dari kedua pahanya.

"Darah." Maria berujar lirih, sampai akhirnya dia pingsan.

Pada saat itu pula, sebuah mobil hitam mewah tiba-tiba berhenti didepan Maria. Ramon keluar dari mobilnya dengan payung yang mengerat di tangannya.

"Nona Maria!" Ramon terkesiap mendapati Maria tergeletak pingsan di jalan

"Jo! Istrimu, dia mengalami pendarahan!"

Jo terkejut seiring dengan suara halilintar yang menggelegar di langit.

"Maria."

Segera dia mendekati istrinya, dan melihat darah yang mengalir bercampur dengan air hujan di bawah kaki istrinya.

Mereka pun bergegas melarikan Maria ke rumah sakit. Jo menggendong istrinya dengan tubuh basah kuyup. Hatinya bergemuruh, penyesalan mulai dia rasakan. Tak henti-hentinya dia mengucapkan doa di luar ruang ICU. Jo terus berdoa dengan menitikkan airmata. Kini hanya penyesalan yang dia rasakan.

"Tuhan.. aku mohon selamatkan mereka. Selamatkan istri dan anakku.."






Tbc

23 Agustus 2020

I Hate My Hubby Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang