Pagi ini begitu tenang, udara sejuk di tambah burung-burung Bapak yang sudah menunjukkan riangnya.
Aku dan Mas Arjuna berlomba menuruni tangga menuju ruang makan. Kami sudah rapi dengan seragam putih abu-abu dan tak lupa dasi plus topi. Mengingat hari ini adalah hari senin.
"Pagi, Pah," Ucapku sembari mencium pipi sebelah kanannya.
Bapak tersenyum, lalu melanjutkan kegiatan membaca korannya.
"Pagi, Bu," Tak lupa aku mencium pipi Ibu berhati lembut ini.
Sarapan pagi ini adalah nasi goreng. Seperti biasa, semua orang di meja makan ini pasti pakai telur ceplok. Terkecuali aku. Bagiku telur ceplok punya cerita tersendiri, karena itu aku sudah tak pernah makan telur ceplok. Kalau menggorengkan telur untuk orang lain, seperti Mas Arjuna yang suka kelaparan tengah malam, aku pasti membuatkan. Tapi aku tak pernah mau jika aku menggoreng untuk diriku sendiri.
"Kami berangkat dulu, ya," Sarapan telah habis. Aku dan Mas Arjuna bergantian menyalimi Ibu dan Bapak.
"Nak Bening, boncengan aja sama Mas Arjuna. Kan satu sekolah juga," Memang benar sih apa kata Ibu. Selama ini aku selalu menolak tawaran Ibu. Dan Ibu tak pernah bosan menyarankanku untuk ikut di motor Mas Arjuna.
"Ayo lah, dek. Sekali-sekali bareng mas," Aku tertawa kecil sambil menggeleng-geleng.
Aku menstrater motor scoopy kesayanganku, pemberian Bapak. Lalu meluncur menyusuri jalan. Seperti biasa, Mas Arjuna pasti berada di belakangku. Katanya sih, buat jaga-jaga adiknya. Haha, ada-ada saja.
Oh iya, kalau kalian mau tau kenapa aku selalu menolak di bonceng Mas Arjuna, karena dia kelewat terkenal di sekolahku. Apalagi wajahnya yang termasuk babyface, penggemarnya rata-rata cewek-cewek remaja yang hits di instagram. Bahkan jam tangan mahal, coklat, surat, hadiah-hadiah kecil dari penggemarnya tak pernah ia sentuh. Pasti akan berakhir di kamarku. Aku pun heran.
Tapi, tak ada yang mengetahui bahwa kami kakak adik. Karena aku menutup rapat soal itu. Bukan karena apa, aku yang terlalu kentang ini tidak siap jika dibandingkan dengan kakakku yang begitu bersinar, haha. Konyol.
Tak terasa memakan waktu 15 menit sampai ke sekolah. SMA Nusa Gemilang. Ibu dan Bapak sengaja menyekolahkanku di sekolah Mas Arjuna.
Biar ada yang jagain. Kalimat andalan Ibu.
Aku berjalan menyusuri koridor. Sesekali menyapa hangat teman-teman yang kukenal. Mataku mencari-cari sosok yang kemarin lusa merusak mood ku. Ia membatalkan janjinya menemaniku ke toko buku.
"Dorr!" Jujur aku paling benci dengan yang bersangkut-paut sama surprise.
"Raka!!!!!!" Hanya dia orang yang paling bisa merusak mood ku pagi-pagi. Kebiasaannya sejak SD, selalu mengagetkanku ketika baru datang ke sekolah. Dan anehnya reaksiku selalu sama, padahal bisa terbilang ini tradisi tetap, yang pasti berulang-ulang.
"Hehe," Cengiran khasnya yang begitu menyebalkan.
"Iya iya deh. Aku minta maaf soalnya kemarin pac.."
"Stop! Aku udah tau. Pasti pacar kamu si rambut nanas itu maksa minta temani jalan kan? I know, Raka," Aku sudah tak heran lagi dengan sifat-sifat pacarnya Raka. Aku heran, mengapa sejak masuk SMA ia seperti buaya darat?
"Peace, hehe. Senyum dulu dong, Beningku sayang. Nanti pas istirahat aku traktir deh sepuasnya," Aku memutar bola mataku. Dan satu lagi, sejak masuk SMA, Raka kalau bicara sama aku, A L A Y!
Pria yang baru saja mendapat pacar tiga hari lalu itu mengacak rambutku. Ini masih pagi, tapi otakku sudah dibuatnya mendidih.
"Aku duluan ya, beb!" Ia berlari menuju kelasnya sebelum aku melontarkan kalimat yang akan menyemburnya. Benar-benar dengan wajah tanpa dosa, dia kabur setelah merusak tatanan rambutku.
Nah, kalau kalian bertanya ini Raka siapa? Jawabannya adalah dia Raka yang dulu! Sahabat suka dan duka ku.
Saat di rumah sakit dahulu, aku memang tak pernah bertemu dengan Raka. Ternyata dia di rawat di rumah sakit kota sebelah, karena rumah sakit yang kutumpangi sudah penuh kuota. Alhasil, kami bertemu lagi di sekolah ini. Awalnya aku mengira bahwa Raka sudah meninggal, karena benar-benar tidak ada kabar, seperti di telan bumi. Ternyata nasib kita sama. Ia di adopsi oleh keluarga yang begitu baik hati dan dermawan. Sepasang suami istri yang sampai sekarang belum di karuniai anak. Waktu mereka melihat Raka pada saat itu, anak yang sopan dan manis, mereka langsung jatuh hati.
Aku sungguh bersyukur karena Raka bertemu keluarga yang baik-baik, dan sangat di percaya. Bahkan beruntungnya sahabatku, orangtua angkatnya merupakan orang yang secara ekonomi sangat berada. Raka sangat disayang oleh orangtuanya, begitu pula sebaliknya. Tak heran jika sekarang Raka berubah drastis. Modis, punya barang-barang branded, ditambah lagi cewek mana yang tidak suka dengan tampilan Raka sekarang? Andai aku tunjukkan foto-foto Raka saat bermain panas-panasan dulu, pasti pacar-pacarnya kabur, haha!
Namun keberadaannya sungguh mengobati lukaku. Saat itu aku percaya, bahwa masih ada orang yang juga pelaku sejarah tsunami hebat kala itu. Orang yang masih bertahan dari kejadian hebat lalu. Dan orang itu adalah Raka.
Bukan apa-apa. Raka sudah seperti hartaku yang paling berharga. Karena foto kedua orangtuaku saja aku tak punya. Hanya Raka yang bisa membuat ingatanku agak awet dengan adanya dia.
"Bening," Tomy sang ketua kelas memanggilku
"Iya, kenapa?"
"Boleh minta tolong gak? Antar buku-buku ini ke ruang guru," Pintanya.
"Oke," Aku mengiyakan. Tiba-tiba ada satu tangan menarikku, ternyata Rumi, teman sebangku ku.
"Shht! Bening! Jangan lupa mintain nomornya si Tomy yaaaa, pleaseee," Aku tertawa mendengar bisikan Rumi di telingaku. Aku lupa bahwa Rumi sedang dalam virus merah jambu. Dan nekatnya ia justru menyukai sang ketua kelas teladan yang tidak pernah merespon perempuan-perempuan yang mendekatinya. Sungguh malang temanku satu ini.
"Kalo aku inget, ya! Hahaha," Aku segera keluar kelas bersama Tomy.
Sesampainya di ruang guru, kami langsung menyerahkan buku-buku itu. Dan bola mataku langsung menangkap sosok yang begitu kukenali. Mas Arjuna, sepertinya habis berbincang-bincang dengan kepala sekolah.
"Eh, Tomy, tumben kesini?" Sapa Mas Arjuna.
"Hehe antar buku doang, kak," Terlihat Tomy tersenyum canggung sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Pandangan Mas Arjuna langsung teralih ke aku. Aku pura-pura menunduk, ini awkward moment! Ia mengernyitkan kedua alis tebalnya, dan sepertinya mengerti dengan situasi sekarang. Aku tak pernah menunjukkan pada orang-orang bahwa ia adalah kakakku. Cari aman saja dari penggemarnya mas. Selalu itu alasan yang ku utarakan setiap kali kakakku bertanya padaku.
"Oh, eeuumm, kami balik dulu ya, kak!" Gelagat Tomy sangat ingin membuatku tertawa sekarang. Mengapa Tomy terlihat sedikit.......
Ehm, takut?Mas Arjuna mengacungkan jempolnya, lalu pergi meninggalkan kami.
"Tomy, kamu kok kenal kakak itu?" Tanyaku pura-pura tidak mengenal.
"Kak Arjuna itu selama jadi ketua osis dulu tegas banget. Gak ada yang berani bantah dia. Makanya sejak aku gabung di osis, aku selalu segan kalau ketemu Kak Arjuna,"
Wah! Sebegitu tajam auranya? Setahuku di rumah Mas Arjuna selalu merengek padaku minta di buatkan telur ceplok. Aku tersenyum menahan tawa, lucu sekali!
"Kenapa?" Sepertinya Tomy menyadari aku sedang menahan tawa.
"Gak apa-apa," Aku tersenyum semanis mungkin.
"Oh, iya, Tom. Aku boleh minta nomor telepon kamu gak?" Tomy mengangkat sebelah alisnya. Mungkin orang-orang introvert sejenis Tomy menganggap ini termasuk privacy banget, hanya orang-orang terdekat yang memiliki kontaknya.
"Buat apa?"
"Yaaa, hanya untuk menambah koneksi. Siapa tahu kan kita bisa jadi dekat," Ya Tuhan! Aku salah bicara! Bisa-bisa nanti Tomy salah menangkap maksud perkataanku.
Ia terlihat berpikir sejenak, "Oke,"
Aku tersenyum senang. Oke, Rumi, tugasku sudah selesai!
Jangan lupa vote and comment😊
And follow my account, nanti aku follow balik😋

KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck
Ficção AdolescenteBerawal dari bencana besar yang menggemparkan seluruh penjuru negeri nya. Membawa gadis itu pada kehidupan dengan berbagai ritmenya. Begitu kuat melewati semua itu. Sampai lupa, ada ruang yang jauh di relung hati nya, dan seseorang itu berhasil meny...