"Bening, ayo cepat turun ke bawah! Nak Raka udah nungguin dari tadi," Suara Ibu menggema hingga ke lantai dua. Aku terburu-buru memakai lip balm, dan segera menuruni tangga.
Omong-omong, aku baru-baru saja mengenal lip balm. Karena Rumi yang setiap hari duduk di sampingku selalu mengomel melihat bibirku yang kering dan pucat.
"Kamu ini ya! Udah kelas 2 SMA masa gak tau cara berdandan. Kamu itu cantik loh, gak perlu terlalu di poles. Tinggal bibir kamu aja tuh yang kering. Pokoknya nanti pas kamu ulang tahun aku bakal kasih kado lip balm,"
Kira-kira seperti itu ocehan Rumi setiap hari.
Aku sampai di meja makan, dan langsung mencomot roti bakar strawberry kesukaanku. Mas Arjuna menatapku keheranan.
"Kenapa Mas?" Aku menyadari tatapan tak biasa Mas Arjuna.
"Gak papa. Kok kamu buru-buru?"
"Oh iya, Mas lupa. Cowok kamu udah nungguin tuh dari tadi di ruang tamu. Ajak makan, gih," Belum sempat aku menjawab, Mas Arjuna sudah menjawab sendiri. Aneh.
"Apaan sih, Mas. Wong, dia konco aku kok!" Mataku tak sengaja menangkap Bapak yang senyum-senyum sendiri di balik koran.
"Kenapa senyum-senyum, Pah?"
"Nggak papa, kok, nak. Bapak cuma menyunggingkan bibir,"
"Sama aja!" Bapak masih saja setia dengan candaan bahari nya. Aku menggerutu mengerucutkan bibir.
"Bening udah tau pacar-pacaran, Pah. Marahin aja dia, kemana-mana sama Raka terooss!" Mas Arjuna menimpali dengan semangat.
"Iri bilang, Mas! Wlee,"
"Memang," Suara kecil Mas Arjuna masih bisa tertangkap oleh pendengaranku. Namun aku memilih untuk mengabaikan, dan mengakhiri perdebatan tak berfaedah pagi ini.
Segera aku menyalimi Ibu dan Bapak. Terkecuali Mas Arjuna.
Aku berjalan menuju ruang tamu, dan mendapati Raka yang sudah rapi dengan seragam olahraganya. Kelasku dan kelas Raka kebetulan hari ini gabung dalam pelajaran olahraga.
"Lama amat, sih,"
"Yaelah, pagi-pagi udah ngeluh aja. Nanti gantengnya luntur, loh!" Raka tampak menahan senyum sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya.
"Ya udah, yuk!"
Aku menaiki motor kebesaran Raka. Aku sedang malas membawa kendaraan hari ini, jadilah Raka yang selalu siap sedia memberi tumpangan. Semoga pacarnya Raka belum datang ke sekolah pagi buta ini. Kalau iya, bisa-bisa aku jadi alasan ke sekian kali putusnya hubungan asmara Raka. Tapi Raka tak pernah mempermasalahkan itu. Rata-rata pacar Raka memang tak ada yang tahan melihat kedekatanku dengan Raka. Apalagi Raka selalu memprioritaskanku di banding mereka. Padahal kami teman main dari brojol hingga masa putih abu-abu sekarang.
"Ning,"
"Iya?" Aku agak menaikkan volume suaraku. Karena jalanan memang mulai ramai.
"Coba kamu lihat ke spion,"
"Gak ada apa-apa, tuh,"
"Ada. Coba kamu perhatikan lagi," Aku mempertajam penglihatanku. Terlihat helm hitam dan motor sport yang begitu kukenali di kaca spion.
"Kakak kamu di belakang kita," Raka memperjelas ucapannya barusan.
Aku berdecak sebal setelah menyadari keberadaan Mas Arjuna. Sedang apa dia? Padahal saat kami berangkat tadi, Mas Arjuna masih di ruang makan. Secepat itu?

KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck
Novela JuvenilBerawal dari bencana besar yang menggemparkan seluruh penjuru negeri nya. Membawa gadis itu pada kehidupan dengan berbagai ritmenya. Begitu kuat melewati semua itu. Sampai lupa, ada ruang yang jauh di relung hati nya, dan seseorang itu berhasil meny...