"Raka!"
Aku tidak percaya dengan apa yang kulihat sekarang.
Cahaya matahari yang tidak begitu terang seakan menyinari tengah hutan ini. Danau besar di hadapanku terpampang jelas dengan air birunya yang jernih. Beberapa bunga teratai semakin menambah nilai artistik danau ini di mataku. Rerumputan hijau segar yang agak basah mengelilingi lingkaran danau. Kumpulan bunga lavender membentuk formasi indah. Suara air yang mengalir dengan tenang, dan cicitan burung pipit bersahut-sahutan, sudah cukup mampu menjadi melodi self healing.
Aku membiarkan retinaku menjalar ke pepohonan yang menjulang tinggi. Terlihat seekor monyet dan kawanannya sedang asyik bercanda bergelantungan.
"Raka, itu ada teman-teman kamu!" Raka mengikuti arah telunjukku menuju pepohonan. Sekawanan monyet itu terlihat ikut memandangi kami.
"Enak aja!" Raka menepuk pelan pundakku. Aku tertawa ringan menanggapi.
Kemudian, kulemparkan tatapanku ke bawah. Ternyata ada banyak sekumpulan bunga mawar membentuk taman. Ada juga ribuan bunga tapak dara melambai-lambai mengikuti arah angin. Aku seperti melihat surga dunia. Aku tak menyangka, Kota Bergie memiliki hutan yang begitu asri.
"Indah, kan?"
Aku mengangguk-angguk dengan semangat.
Raka memberikan tangannya padaku. Aku menyambut genggaman Raka dengan hangat. Aku mengikuti derap langkah kakinya menuju tepi danau.
Kami mendudukkan diri di atas permadani hijau. Aku melihat permukaan danau. Ikan-ikan kecil terlihat oleh mataku, mereka sedang menari-nari. Pantulan wajahku terpampang jelas oleh jernihnya air. Begitu pula dengan wajah Raka. Ia ikut-ikutan bercermin di atas air. Merusak pemandangan saja!
Aku terus mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru hutan. Hingga bola mataku menangkap dua ekor rusa yang sedang asyik meminum air danau.
"Raka, coba lihat. Ada rusa!" Aku menggoyang-goyangkan lengan Raka dengan kuat. Aku tidak pernah melihat rusa secara nyata. Selama ini hanya sebatas melihat di televisi.
Mataku masih terfokus dengan dua pasang rusa tersebut. Aku semakin bersemangat menggoyang-goyangkan lengan Raka, namun tak kunjung memberi respon.
Leherku berbalik ke samping. Arah mataku kini tertuju pada Raka. Pandangan kami bertemu di udara. Ternyata ia memandangiku sejak tadi. Tatapan matanya seakan menyelami bola mataku. Aku ikut terkunci dengan tajamnya bola mata hitam pekat milik Raka.
Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Waktu seakan membeku. Segera aku tersadar dan mendehem dengan keras.
"Ekhem!"
Pandangan kami terlepas. Menyisakan sedikit canggung di ujung detik. Tiba-tiba seekor kelinci berwarna putih menghampiri kami.
Untung ada kamu! Kalau nggak, aku bisa mati awkward disini, huft.
Aku mengelus-elus telinga lebar kelinci bermata biru itu.
"Risa,"
"Hah?"
"Nama kelincinya, Risa," Jelas Raka.
"Kenapa jadi Risa?"
"Gabungan nama Paman Eri dan Kak Sarah,"
Deg!
Aku tersentak mendengar nama-nama yang hidup di masa lalu. Jujur, aku paling jarang membahas masa lalu bersama Raka.
"Kamu tiba-tiba kepikiran mereka? Kenapa?" Tanyaku penuh penasaran.
"Ya karena aku teringat mereka. Setiap aku rindu kenangan di masa lalu, aku pasti datang sendiri ke tempat ini," Suasana berubah menjadi sendu. Aku paling tidak suka berasa di situasi yang membahas masa lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck
Fiksi RemajaBerawal dari bencana besar yang menggemparkan seluruh penjuru negeri nya. Membawa gadis itu pada kehidupan dengan berbagai ritmenya. Begitu kuat melewati semua itu. Sampai lupa, ada ruang yang jauh di relung hati nya, dan seseorang itu berhasil meny...