21.I'M NEVER OKAY

12 3 0
                                    

Budidayakan menghargai karya orang lain😌, dengan cara vote cerita ini gais:D
.
.
.
.
Happy Reading ❤

Seorang gadis sedang duduk didepan meja riasnya menatap pantulan dirinya. Kantung matanya terlihat menghitam, bibirnya tampak sangat pucat.
Dia tersenyum kecut melihat tangannya yang dipenuhi dengan rambutnya yang rontok dan mulai menipis.

Apakah hidupnya memang benar tidak akan lama lagi? Apakah besok dia masih bisa melihat senyum dari kedua orang tuanya dan orang orang tersayangnya?. Membayangkannya saja sudah sangat menyakitkan.

Caca menundukkan kepalanya, menatap tangan dan gumpalan rambutnya yang rontok karena efek dari kemoterapi yang dia jalani. Dibalik senyumnya yang tidak pernah luntur tersimpan lelah untuk menjalani hidup.

Caca lelah karena harus bersikap baik-baik saja, Caca lelah harus tersenyum padahal hati dan tubuhnya sedang tidak baik-baik saja. Kadang dia ingin menghilang dari dunia ini, ada juga keinginan untuk lebih baik mati.

Tapi mati dengan keadaan seperti ini tidak akan menyelesaikan masalah, dia hanya akan membuat orang tua dan kakaknya sedih. Dia hanya akan menyia-nyiakan pengorbanan orang tuanya yang sangat menyayanginya.

Terdengar suara pintu kamar yang diketuk lalu dibuka, Caca spontan langsung menyembunyikan rambut rontoknya dan tersenyum kearah Revan.

"Kenapa gak turun? Ayah sama mama nungguin lo buat makan malam" Ujar Rafa

Caca tersenyum lalu menganggukkan kepala, "iya bentar lagi Caca turun".

Rafa melirik tangan kanan Caca yang dia sembunyikan dibelakang punggungnya.

"Lo gak papa?" Tanya Rafa dengan hati-hati, takut adiknya ini marah jika ditanyai hal yang menyangkut penyakitnya.

"Caca gak papa, abang" Caca kembali tersenyum.

"Ca, kenapa lo selalu bilang gak papa?" Tanya Rafa.
"Gue abang lo. Lo bisa cerita ke gue kalo lo takut buat ayah sama mama sedih"

Caca menunduk, "Kalo Caca boleh jujur, Caca gak pernah baik-baik aja". Caca menangis, runtuh sudah pertahanannya selama ini. Rafa sontak langsung memeluk adik perempuan satu satunya itu, dan mengelus kepalanya, berusaha menenangkan adiknya.

"Caca capek. Caca sakit bang" Caca membalas pelukan Rafa, "meski Caca keliatan baik-baik aja tapi Caca tetep sakit"

Rafa melepaskan pelukannya, kemudian menghapus air mata Caca.

"Abang bawain makanan kesini ya, terus minum obatnya", Rafa menatap adiknya yang masih sesegukan. "Abang tau akhir-akhir ini lo suka skip minum obat".

Caca jelas saja kaget mendengar penuturan Rafa, "kok abang tau?".

Rafa tersenyum kemudian meninggalkan Caca dengan segala pertanyaan yang bersarang dikepalanya.

Selang lima menit Rafa kembali dengan nampan berisi makanan dan obat obatan milik Caca, "mau abang suapin?" Tawar Rafa.

"Caca bisa sendiri abang, Caca bukan anak kecil lagi" Ucap Caca lalu mengambil piring yang berisi makanan khusus untuk dirinya.
"Abang mau nungguin Caca makan?" Caca melihat Rafa yang masih diam memperhatikan dirinya makan.

Still YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang