24

801 116 8
                                    

30 menit berlalu, Prilly hanya terdiam ditempatnya dan menatap nanar ke arah Peter sampai akhirnya ia memilih untuk menyerah dan keluar mencari Ali untuk sekedar melepas lelahnya namun hasilnya nihil, lelaki itu sudah tidak ada di tempatnya tadi.

Prilly mencoba menghubungi Ali dan setelah panggilan kedua yg masih tanpa jawaban, akhirnya nomor lelaki itu sudah tidak aktif lagi dan Prilly berniat menunggunya didepan kamar Peter.

***

Di tempat lain, seorang lelaki beserta sang Ibu baru saja memasuki pesawat untuk melakukan penerbangan menuju bagian negara lain untuk menenangkan hatinya, menyembuhkan lukanya dan memaafkan apa yg sudah terjadi atau bisa dibilang ia lari dari masalah.

"kamu yakin baik baik aja?" tanya Almira sambil menghusap lembut punggung tangan Ali.

Lelaki itu hanya mengangguk dan membalas menggenggam tangan Almira selama perjalanan. 

Mata lelaki itu mungkin terpejam seakan ia mampu tertidur pulas tanpa beban apapun, tapi tidak dengan fikiran dan hatinya. Kedua organ itu sedang sibuk menari dan memutar kenangan singkatnya bersama Prilly yg begitu membuatnya rindu, tapi ia bersyukur pertemuan singkatnya tadi di rumah sakit mampu meredam sedikit rasa rindunya pada Prilly.

Ali jahat, harusnya dia ada disana menemani Prilly dan menunggu sampai Petter benar benar sehat dan kembali menemani Prilly sebelum ia pergi, ah tapi Ali tidak lupa bahwa Prilly adalah gadis tangguh dan mandiri yg pernah ia temui, jadi bukankah harusnya gadis itu baik baik saja meski tanpa Ali di sisinya?

Seharusnya Prilly baik baik saja, karna gadis itu sejak dahulu pun mampu mengatasi semua masalah dan bebannya sendirian.

***

Hari berganti malam, Prilly masih mencoba menghubungi Ali dan nomor lelaki itu masih tidak aktif sejak siang, kemana perginya?

Prilly lupa, hubungan mereka sudah tidak baik baik saja, jadi kenapa Prilly masih mengharapkan lelaki itu? bukankah Prilly yg memintanya pergi? bukankah ini yg Prilly inginkan? kembali terbebas dari lelaki dan hidup sendiri, bukankah Prilly terbiasa dengan ini sebelumnya? bahkan jauh sebelum Ali datang.

Gadis itu tersadar, sesuatu terjadi pada hatinya sejak ia dekat dengan Ali. Ada sesuatu yg diambil dari Ali dari dirinya dan sesuatu itu Ali bawa pergi sampai ia harus merasa gelisah dan tidak nyaman sekarang.

"Non Prilly?" sapa seorang lelaki  yg sepertinya lebih tua dari Prilly, lelaki itu menundukkan badan dengan sopan sambil tersenyum lembut.

"iya, Bapak siapa ya?" tanya Prilly bingung serta ikut berdiri.

"saya Rudi, supir nya Pak Petter. tadi saya sudah ketemu dokter dan kata dokter Pak Petter baik baik saja, tapi benturan yg terjadi di kepalanya memang membuat Pak Petter akan tidak sadarkan diri beberapa waktu kedepan karena shock"

"berapa lama?" gadis itu menghela nafas leganya, setidaknya ia tau kalau kakaknya akan baik baik saja.

"semoga besok sudah bisa siuman, doakan saja ya Non"

Prilly mengangguk dan berterima kasih pada Tuhan dalam hatinya.

"Non, mau saya antar pulang?" tawar Pak Rudi lagi, melihat wajah lelah gadis itu, membuatnya iba.

"anter saya kerumah kakak ya Pak"

"itu kan rumah Non Prilly juga, mari saya antar Non"

Gadis itu hanya tersenyum kecil kemudian berlalu mengikuti Rudi keluar dari area rumah sakit.

Disini lah Prilly sekarang, berada di halaman rumah megah yg menyimpan begitu banyak kenangan tentang masa lalunya. sesuatu terjadi dalam hatinya, seperti rasa sakit yg muncul kembali namun jauh dilubuk hati terdalamnya ia rindu akan tempat ini.

Belasan tahun ia tak mengunjungi tempat ini, bahkan sekedar melewatinya pun tak terfikirkan, sampai akhirnya hari ini, ia berdiri dipekarangan rumah ini dan menatap bangunan kokoh yg ia yakin selain dibangun oleh material, bangunan ini juga dibangun oleh cinta kedua orang tuanya.

Sekelebat memory berputar diingatan gadis itu, bagaimana Prilly dan Petter kecil menghabiskan waktu didalam rumah ini bersama Mama dan Papa nya. tubuhnya bergetar, memory itu berubah menjadi menyeramkan saat Prilly mengetahui sebuah kenyataan yg paling ia sesali seumur hidupnya. Prilly meremas ujung kemejanya, rasanya menusuk sangat dalam ke hati dan fikirannya, ia benci ada dalam situasi seperti ini.

"non, gak papa?" Rudi muncul disebelah Prilly, gadis itu hanya menggeleng kemudian menarik nafasnya dalam dalam mencoba menenangkan dirinya.

Setelah ia membuka mata, perlahan gadis itu melangkahkan kakinya menuju pintu utama kemudian membuka dan mendorongnya sampai akhirnya ruang tamu terlihat di depan matanya. Prilly masuk lebih dalam, meneliti setiap detail ruang tamu dan ia yakin bahwa tidak ada satu benda dan desain apapun yg berubah, semua masih sama sejak dulu gadis itu lahirdan beranjak dewasa bahkan sampai terakhir kali ia menginjakkan kaki dirumah ini, semua masih sama.

Gadis itu menyusuri ruang demi ruang, mulai dari ruang keluarga, dapur, taman belakang yg penuh kenangan sampai ke ruang kerja Papa yg setiap detailnya masih sama bahkan lemari tempat Prilly menemukan sesuatu paling menyeramkan dulu, masih berdiri kokoh disana.

Prilly tersenyum kecil, Petter masih membiarkan bahkan menyimpan semuanya tetap utuh dan sama, ia tau lelaki itu kesepian dan rindu orang tua serta dirinya.

Beralih ke lantai dua, gadis itu penasaran dengan rupa kamarnya, ia yakin pasti tidak ada satu hal apapun juga yg berubah dan benar saja tidak ada satu detail apapun yg berbeda, hanya saja lebih wangi dan rapi dari hari terakhir kali ia meninggalkan kamar ini, Prilly tersenyum haru.

Ia terduduk di ranjangnya dan merebahkan tubuh lelahnya disana. tersenyum menatap beberapa figura dirinya, Petter serta Mama dan Papa yg terpasang di tembok. semua foto itu masih jelas tanpa guratan atau noda sedikitpun dan air matanya mengalir begitu saja.

Dengan cepat Prilly menghapus air matanya, ia bangkit dan menuju kamar Petter. terakhir kali gadis ini masuk kedalam kamar Petter adalah untuk mencari sesuatu, sebuah kebenaran yg akhirnya membuat Prilly tidak pernah masuk kedalam ruangan ini lagi bertahun lamanya.

Wangi musk menyeruak saat pintu kamar Petter terbuka, hanya ada lampu kecil menyala diatas meja, sisanya gelap. tepat dibawah lampu kuning itu ada foto mereka berdua saat kecil sedang berpelukan dan menampilkan senyum terbaik mereka kala itu, Prilly lupa kejadian apa dan dimana foto itu diambil tapi yg Prilly tau hatinya menghangat melihat foto itu.

"Kak" hanya itu lirihan yg mampu ia lontarkan setelah lampu menyala dan kamar menjadi terang. sebuah lemari kaca berdiri di sudut ruangan menampilkan semua foto foto keluarga dan ada beberapa foto remaja Prilly bahkan foto wisudanya pun ada disana, Prilly bertanya-tanya dalam hati dimana Petter mendapat foto foto dirinya?

"gue lupa kalau lo punya akses ke gue lewat manapun, kapanpun dan siapapun Kak" ucapnya sendirian masih menatapi figura yg berjejer di lemari kaca itu.

Prilly meraba benda di sekelilingnya kemudian berhenti di sebuah meja yg cukup berantakan, ia menggeleng, Petter memang tampan tapi untuk urusan rapi, harus ada sentuhan tangan wanita di sekitarnya agar ruangannya benar benar rapi dan pembantu dirumah ini tidak akan berani merapikan apapun selain kasur Petter.

Kertas demi kertas ia tumpuk menjadi satu, jika sesuai yg ia baca, ini adalah beberapa kertas pekerjaan, laporan dan hal hal lainnya.

Dalam hati, ia mulai berbicara, entah berdamai dengan dirinya sendiri atau masa lalunya dan memaafkan semuanya. Ia tau maksud Petter baik saat itu, hanya saja Prilly belum siap menerima segala kenyataan terpahit yg ia akan hadapi kedepan, bahwa ia kehilangan kedua orang tuanya. Tidak ada seorangpun yg mengharapkan kehilangan kedua orang tuanya dan menjadi baik baik saja, hal ini manusiawi tapi sepertinya ia sudah terlalu berlebihan. Ia membenci Petter sebegitunya padahal mungkin saja dengan susah payah Petter juga bertahan dan memperbaiki hatinya tanpa Prilly tau.

Gadis itu menguap kecil, ngantuk sekali rasanya. Prilly merebahkan tubuhnya di ranjang Petter dan terlelap begitu saja disana.


KOMOREBITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang