20

1.9K 215 16
                                    

Semuanya berubah semenjak pembicaraan malam itu terjadi, mulai dari Ali yg semakin posesif dan Prilly yg semakin merasa gugup menjelang persiapan pernikahannya.

Seperti siang ini, mereka sedang melakukan pertemuan dengan vendor yg akan menyiapkan pernikahan mereka yg akan di adakan di sebuah ballroom ternama di kota metropolitan ini. Ali sibuk mempersiapkan semua dengan sebaik mungkin, sedangkan Prilly masih terlalu kaget dan bingung harus melakukan apa, yg bisa gadis itu lakukan hanya mengikuti permintaan Ali.

"hey, kamu gak papa?" Ali menggenggam lembut kedua tangan Prilly dan mengecupnya pelan.

"habis ini kita ngobrol ya?"

Ali menatap raut wajah gadis nya sejenak kemudian mengangguk "aku beresin ini sebentar, terus kita pulang"

Prilly hanya bisa mengangguk pelan, kemudian Ali kembali fokus pada penjelasan vendor yg akan membuat pesta pernikahan mereka seindah mungkin.

Tak butuh lama Ali menyelesaikan semuanya dengan detail dan penuh pertimbangan, konsep yg diimpikan lelaki itu akhirnya akan segera terwujud. senyum bahagia terukir di bibir manisnya namun hal berbeda terjadi dengan gadis yg sedang terduduk disebelahnya sambil menatap ke arah luar jendela mobil dengan tatapan kosongnya.

Berbagai hal menyelimuti fikiran Prilly saat ini, ia berfikir entah menerima lamaran Ali ini adalah hal terbaik dalam hidupnya atau justru sebuah masalah baru yg harus ia hadapi lagi. satu masalah terbesar dalam hidupnya dengan Peter belum mencapai titik terang dan kini ia kembali membuat sebuah akar masalah baru yg entah Prilly bisa selesaikan atau tidak.

Sebuah tangan menjulur menghusap pucuk kepalanya, Prilly tersadar dari lamunannya.

"mau ngobrol apa sayang?" tanya Ali lembut.

Helaan nafas pelan terlontar dari bibir Prilly, ia meraih tangan Ali yg ada di pucuk kepalanya lalu menggenggam tangan lelaki baik ini.

"aku nggak tau, aku nggak ngerti ini apa dan kenapa bisa terjadi. aku cuma bingung apa ini keputusan baik untuk kita menikah sedangkan ada masalah lain yg belum aku selesaikan dengan diri aku sendiri"

"masalah Peter?"

Prilly hanya mengangguk.

"kita bisa selesaikan semua dengan baik baik, aku akan bantu kamu selesaikan semua dengan Peter entah itu berakhir baik atau buruk, setidaknya kita dengar apa alasan Peter di balik semua sikapnya ke kamu waktu itu"

"aku takut dengar semua dan mengingat hal itu lagi" entah apa yg terjadi setetes air mata Prilly justru mengalir dari sudut matanya.

Ali menepikan mobilnya ketika melihat gadis yg ia cintai menangis, Ali membawa gadis itu agar menatapnya. tatapan mata teduh itu berhasil membuat Prilly justru semakin menangis.

"jangan nangis, ada aku" Ali menghapus jejak air mata gadisnya.

Prilly menggelang pelan "aku cuma takut dengan keputusan kita ini, aku nggak bisa jadi yg terbaik dan aku menyakiti kamu dengan semua kekurangan ku"

Ali tertawa kecil "hey, i choose you dan aku akan terima semua baik buruk kamu. aku nggak mungkin ngelamar kamu tanpa berfikir, aku manusia yg paling perfeksionis dan penuh pertimbangan, setiap hal kecil di hidup aku adalah hasil dari pertimbangan yg sudah aku fikir matang matang dan aku tidak akan pernah menyesal memilih kamu dengan semua kelebihan dan kekuranganmu"

"berhenti meragukan diri kamu sendiri, you're almost perfect for me and i love you for who you are"

Ali membawa Prilly kedalam pelukannya dan membuat Prilly semakin menangis, bukan semakin tenang justru hatinya semakin ragu atas semua keputusan yg sudah ia ambil untuk Ali.

***

Setelah jam makan siang, Ali buru-buru pergi keluar kantor menuju ke suatu tempat dimana seseorang sudah menunggunya. Ali ingin segera menyelesaikan semuanya dan tak ingin ada hal apapun yg mengganggu perjalanan rencana menikahnya dengan Prilly.

Berbeda dengan Prilly yg justru semakin uring uringan di kantor, fikirannya bercabang dan sesekali ia tidak konsen dengan pekerjaannya. pintu ruangannya terketuk dan memunculkan verrel dari luar.

"permisi Bu, kusut banget, Ibu sehat?" tanpa aba-aba lelaki itu duduk di hadapan Prilly.

Prilly hanya menggeleng dan tatapannya fokus ke arah layar laptopnya, padahal ia hanya menatap halaman Google tanpa tau akan melakukan apa.

"mau kawin, gak boleh bengong. nanti kesambet terus laki lu di bawa kabur setan"

"allhamdulillah" jawabnya.

"hah? allhamdulilah kenapa dah?"

"ya allhamdulilah kalau di bawa kabur setan, kan nggak jadi nikah gue nya"

Verrel mengerutkan dahi tak mengerti "maksud lo?"

"nggak tau ah, Rel! jangan bahas nikah"

Verrel mengangguk mengerti "oh, gue tau, dilema antara nikah apa nggak kan lo?"

"jangan keras keras nanti Ali denger"

"lah? kenapa dah? cerita sini sama gue"

Prilly menghela nafas beratnya lalu bersandar pada kursi kerjanya "gue ragu Rel, nggak tau keputusan gue ini benar atau salah, yg gue rasain sekarang cuma mau sendiri dan fokus kerja kaya dulu"

"gue nggak ngebayangin buat nikah, pacaran aja ogah. terus sekarang tiba-tiba semua jadi kaya gini, maksudnya apa coba? gue pengen jadi Prilly yg kaya dulu lagi, apa-apa sendiri, semua sendiri, gue lebih bahagia"

"gue bingung gimana cara berhentiin ini semua, gue nggak suka"

Verrel menggeleng pelan "terus lo ngapain mau pas Ali ngajakin nikah?"

"gue cuma kebawa suasana aja"

"lo yakin gak cinta sama Ali? atau sayang gitu? perasaan kecil aja buat dia?"

Prilly diam, menerka semua yg terjadi padanya dan Ali, namun tak ada hal apapun yg meyakinkan perasaannya.

"tapi kalau boleh gue kasih saran, jangan sia-siain kesempatan yg ada didepan mata lo. kalau aja lo memang nggak cinta dengan Ali karena lo terbiasa sendiri, sedangkan Ali udah siapin semua sedetail ini demi lo dan dia, gue nggak jamin Ali masih tetap baik baik aja"

"maksud gue perasaannya, dia mungkin bisa lebih hancur dari apa yg pernah lo rasain"

"dan sebagai laki-laki gue merasakan excited yg luar biasa kalau udah menyangkut soal pernikahan. menikahi wanita yg kami cintai itu sebuah mimpi besar Prill, separuh hidup kami perjuangkan untuk mempersipkan pernikahan dan sekalinya itu gagal, seluruh hidup kami yg hancur"

"tapi apa lo bahagia menikah sama orang yg nggak cinta sama lo?" tanya Prilly.

"kodratnya laki-laki memang berjuang Prill, memperjuangkan apa yg kami mau. melawan semua ketidak mungkinan, asalkan apa yg kami mau ada di genggaman tangan kami, kecuali yg kami genggam memang memaksa untuk terlepas meski tangan kami harus sampai berdarah, keikhlasan itu akan selalu ada meski nggak ada yg tau sakitnya seperti apa"

"terakhir, kesendirian lo nggak justru selamanya membuat lo nyaman. lo butuh orang lain, sebagaimana orang lain juga butuh pasangannya. lo merasa bahagia dengan kesendirian lo karena lo belum nemuin satu titik dimana lo benar benar butuh orang lain yg akan selalu ada buat lo disebelah lo"

"bahagia dengan kesendirian bukan sebuah alasan untuk ngebatalin semua yg udah Ali susun. lo harus punya alasan yg lebih kuat dari cuma karena lo nyaman sendirian"

"kalau alasannya gue nggak cinta sama dia?" pertanyaan ini membungkam keduanya beberapa saat.

"gue nggak bisa berkomentar soal itu, karena itu perasaan lo dan gue nggak tau apa yg akan terjadi sama Ali"

Prilly menghembuskan nafasnya pelan, berat sekali rasanya memikirkan hal-hal seperti ini. harusnya Prilly tidak mengikuti permainan Ali sejak awal. seaindainya saja Prilly tetap konsisten dengan dirinya sendiri, ia mungkin akan lebih baik, mungkin juga lebih buruk. Entahlah.

KOMOREBITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang