22

972 134 18
                                    

"jadi "Lee" yg kamu maksud ketika kamu salah manggil nama aku didepan kamar mama kamu itu, dia?"

Tanya Prilly setelah Ali selesai menceritakan detail masa lalunya.

"Maaf, karena terakhir kali aku liat mama dekat dengan wanita lain selain dia ya cuma saat mama sama kamu, itu reflek"

Prilly tertawa kecil "tapi lo tau perasaan gue kaya apa? Jadi sebentar lagi gue akan hidup dengan lelaki yg masih terkungkung dalam masa lalunya?" Nada gadis itu mulai meninggi dan Ali paham situasi nya mulai tidak kondusif.

"Oke, kita bahas di rumah, jangan disini ya, ayo kita pulang"

"Lo aja sana pulang kerumah lo! Jangan sama gue!"

Prilly bangkit begitu saja dan berlari meninggalkan Ali sedangkan lelaki itu hanya diam dan membiarkan calon istrinya pergi.

Gadis itu hanya cemburu dan emosinya akan reda setelah Ali berikan ia waktu untuk berfikir.

Prilly masih kesal dan marah atas apa yg Ali lakukan padanya. Harusnya Prilly sudah lupa tapi hal itu cukup membuatnya merasa tidak dihargai sebagai perempuan.

Ah, sudahlah. Prilly dapat menggunakan kejadian ini untuk mengundur pernikahan mereka bahkan membatalkan pernikahan itu kalau perlu.

***

Ali sudah berdiri di kap depan mobilnya menunggu Prilly keluar dari kamar kosnya. Dengan sebucket bunga di tangannya berharap gadis itu akan kembali dengan senyum dan kondisi fikiran yg lebih jernih untuk ia ajak berkomunikasi.

Saat yg ditunggu akhirnya muncul, Ali tersenyum lebar kearahnya namun gadis itu justru melewati Ali begitu saja bahkan seperti menganggap Ali tak ada.

"Hey! Tunggu sayang" Ali mengejar Prilly dan menghentikan langkahnya.

"Apa lagi?!"

"Kamu masih marah soal kemarin? Aku minta maaf. Semua itu sudah berlalu dan aku mau fokus sama masa depan aku sama kamu"

"Halah!" Prilly menghempas tangannya didepan wajah Ali "Lo urus masa depan lo sendiri! Gak ada nikah nikahan!"

Seperti disambar petir, jantung Ali terasa diremukkan dan bucket bunga yg ia bawa tergeletak diatas tanah begitu saja.

"Ma..maksud kamu apa?" Lirih lelaki itu.

"Lo masih mau sama masa lalu lo itu kan? Gue gak mau ya nikah sama orang gagal move on dan masih terperangkap di masa lalunya! Gue gak mau sakit hati lebih jauh!"

Ali meredam emosi dan nada suaranya, berusaha bersikap selembut mungkin pada Prilly agar tidak menyakiti gadis yg ia sayangi "Kamu tau dia sudah meninggal? Kamu mengerti cerita yg kemarin aku ceritakan ke kamu? Dia sudah meniggal Prilly!"

"Menurut lo gue perduli?! Sama sekali nggak!"

Prilly mulai kembali berjalan dan meninggalkan Ali.

"Kalau kamu tidak mau bersama aku yg masih terperangkap di masa laluku, lalu apa kamu sudah berani keluar dari masa lalumu sendiri dan memaafkannya?" Ucap Ali sinis dan berhasil membuat Prilly menghentikan langkahnya.

Gadis itu menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyum kecil, tak menggubris Ali dan berlanjut meninggalkan lelaki itu.

Ali melirik ke arah bucket bunga yg sudah tergeletak di tanah. Ia tersenyum miris menatap bunga itu, perasaannya bahkan masih sama untuk Prilly dan tak berubah sedikitpun meski gadis itu sudah menyakiti perasaannya.

Ali tidak menyerah, ia akan kembali lagi besok untuk memperbaiki hubungannya.

***

Prilly mulai tidak fokus. Mulai gelisah dan sering kali salah menekan huruf di keyboard komputernya.

Gadis itu mengerang kecil dan menghempas tubuhnya ke sandaran kursi kerjanya. Sangat lelah.

Pintu ruangan gadis itu terketuk, ia takut Ali datang dan menghancurkan moodnya semakin jauh tapi Prilly harus tetap profesional.

"Ah elah lama bener dah!" Verrel masuk begitu saja dan sedikit kaget melihat raut wajah Prilly yg cukup berantakan.

"Eh, lo kenapa?"

Prilly menggeleng "kayaknya gue sakit" gadis itu memijat keningnya pelan.

"Sana ijin, lagian Ali juga gak masuk kan. Duh, calon pengantin sakit aja barengan"

"Stop rel, capek gue. Jangan bahas nikah atau apalah itu gak suka"

Verrel tau ada yg aneh dengan sahabatnya ini "yaudah lo ijin aja, nanti gue ke kostan lo kalau butuh temen cerita"

"Gue disini aja deh rel, gue males pulang. Nanti gue ijin ke Aldo aja"

"Maksud lo?"

"Gue gak mau balik"

Kalau sudah begini, Prilly tidak bisa di ganggu gugat "oke terserah, kalau perlu sesuatu panggil gue"

Prilly hanya mengangguk dan Verrel berlalu pergi.

Hari semakin larut, Prilly masih tertidur di ruang kerjanya tanpa ia sadari Ali juga sudah terduduk di hadapannya sejak sore.

Ali menatap wajah tenang itu, Ali tau gadis ini baik dan lembut, lelaki itu tersenyum kecil

"aku cinta sama kamu" bisik Ali lirih.

Prilly bergerak kecil, ia menguap pelan dan terlonjak kaget saat sadar bahwa ia tertidur namun seketika ia mematung saat melihat Ali dihadapannya.

"Maaf Pak, saya ketiduran"

Meskipun Prilly marah, namun ia tetap profesional bahwa tak seharusnya ia tertidur di kantor sampai selarut ini.

"aku mau minta maaf"

Sebagai seorang pemimpin, Ali berhak marah karena Prilly tidak melakukan tugasnya dengan baik dan justru tertidur saat jam kerja namun Ali menjatuhkan harga dirinya demi wanita yg ia cintai. Lagi, hanya karena Ali takut kehilangan.

"Mohon maaf, saya mau pulang karena sudah jam 9 malam dan saya tidak ingin membahas hal apapun diluar konteks pekerjaan" ucap Prilly pelan namun mampu merobek hati Ali.

"Prill, apa yg harus aku lakuin supaya kamu maafin aku?"

"Pergi dari hadapan gue dan jangan pernah dateng lagi"

Kalimat itu terdengar begitu tegas dan tanpa ragu di telinga Ali, berhasil membuat lelaki itu semakin hancur.

"Lalu bagaimana dengan rencana pernikahan kita?"

"Belum sebar undangan kan? Toh masi rencana. Lo bisa undur semua dan tinggal kasih tau vendor kalau ada hal penting lain yg harus lo urus selain nikah!"

Air mata menggenang di pelupuk mata Ali dan itu kentara jelas terlihat oleh Prilly namun tak kunjung membuat gadis itu menurunkan egonya.

Ali mengangguk pelan dan setetes air matanya jatuh "baik, maaf kalau aku terlihat lemah dan cengeng. Aku hanya berusaha mempertahankan dan memperjuangkan apa yg seharusnya jadi milikku, tapi dengan apa yg terjadi sekarang aku sudah tau jawabannya"

Ali berdiri dari duduknya dan mendekati Prilly, mengecup pelan pucuk kepala gadisnya "terima kasih, bukan Aku menyerah, tapi aku tau mana yg harus aku genggam erat dan mana yg harus aku lepas" bisik Ali sebelum berlalu dan tepat setelah pintu ruangan Prilly tertutup, air mata tiba tiba tumpah dari kedua sudut matanya dan gadis itu menangis sendiri tanpa suara.

***

"Prilly mana?"

Pertanyaan pertama yg Ali dengar dari Mama nya pagi ini, bahkan saat Ali sedang mencoba menyembuhkan lukanya sendiri, semesta seakan tak mendukung Ali untuk sembuh.

"Ma, kapan pulang?"

"Kamu usir mama?"

Ali tertawa kecil "nggak gitu, emangnya Mama gak kangen sama Papa?"

"Kangen lah, nanti aja pulang kalau persiapan pernikahan kalian udah beres sekalian Mama kasih tau Papa terus balik kesini tinggal liat kalian nikah"

"Besok pulang yuk Ma? Ali anterin. Mau kumpul sama Mama Papa, kangen"

Almira sadar terjadi sesuatu dengan putranya, wanita itu mengiyakan permintaan Ali, berharap tidak ada hal buruk terjadi pada putra kesayangannya ini.

KOMOREBITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang