16 - Katarina

4.3K 600 23
                                    




Katarina sedang berjalan sepanjang jalan setapak taman saat ia sadar bahwa dirinya bermimpi. Ia ingat menumpahkan segala sedih serta pilunya membaca buku di perpustakaan, satu-satunya suaka tempatnya bernaung. Tangis deras menuruni pipinya dan di saat yang bersamaan, Katarina waspada untuk tidak membasahi buku bacaannya. Lalu, setelahnya, ia meniti jalan selangkah demi selangkah di taman asing ini dengan cakrawala tanpa batas.

            Ia tahu bahwa dirnya sedang bermimpi kala ia menyadari perlakuan baik hati orang yang berlalu-lalang. Bungkukan pelayan penuh hormat, sapaan ramah para tukang kebun, candaan kasual bangsawan, tatapan ramah dari bibinya. Lantunan indah mimpi itu berhenti di titik terakhir, di kejanggalan terakhir.

            Di samping bibi, ibu tirinya berdiri, tersenyum. Senyum yang selalu dirinya harapkan mereka sunggingkan kepadanya. Kendati fakta mengenai kelahirannya, Emmaline de Clare adalah satu-satunya sosok ibu yang Katarina kenal sepanjang hidupnya. Sekejam apapun perlakuan ibu terhadapnya, Katarina masih mengharapkan kasih sayangnya. Mendambakan curahan perhatiannya seperti yang ia tujukan kepada Dominica.

            Ibu dan Bibi memuji gaun memukaunya. Tatanan cantik rambutnya serta prestasinya sebagai dayang sang ratu yang mana Katarina tahu kepalsuan yang mendasarinya. Kepalsuan yang diciptakan oleh mekanisme otaknya. Segala hal yang mustahil dipuji oleh Ibu dan Bibi di kenyaataan. Selama hidupnya.

            Ia tak ubahnya kambing hitam, terutama bagi keluarga ibunya. Dihukum untuk sesuatu yang bukan salahnya. Dikurung karena kehadirannya. Tidak dihiraukan karena kelahirannya sebagai anak haram Ayah. Kenyataannya layaknya mimpi buruk tiada ujung. Sedangkan mimpinya—ah, betapa ia harap semua ini menjadi kenyataan. Disanjung, dipuja, dicintai orang-orang.

            Demi menikmati mimpi, Katarina melangkah lambat. Ia tidak ingin cepat bangun. Di luar sana, kenyataan menyakitkan. Hatinya tergerus oleh bisik desus serta cemoohan orang. Pandangan semua orang menyayat hatinya. Tidak ada harapan di sana sementara di sini... di mimpi ini, ia mampu menjadi seseorang yang percaya diri. Menjadi cantik, menjadi seorang anak, untuk pertama kalinya. 

            "Katarina?"

            Suara itu membanjiri hatinya dengan rindu. Katarina menolehkan kepala ke kanan dan kiri mencari sumber suara, tapi nihil. Mendadak, panggung mimpinya berputar. Sekarang, aroma segar daun memasuki penciumannya. Hamparan rumput hijau yang luas memenuhi pandangannya. Deburan ombak terdengar di kejauhan. Kaki telanjangnya dikelitik rerumputan asri. Namun, sejauh apapun matanya memandang, ia tidak menemukan sumber suara.

            Memberanikan diri membuka mulutnya, Katarina membalas, "Ayah?"

            Bagai dipanggil, sosok Ayah mewujud tidak jauh darinya. Ayah masih semuda di ingatan terakhirnya. Awal empat puluh tahunan dan jangkung. Ayah dikenal sebagai pria segudang pengetahuan, tetapi tidak mengabaikan kebugaran tubuhnya. Tidak kekar melainkan kencang di bagian-bagian tertentu. Kebiasaan untuk merawat dirinya itu menghasilkan penampilan yang beberapa tahun lebih muda. Tidak mengherankan apabila di masa mudanya, Ayah dicintai mati-matian oleh ibu tirinya, Emmaline.

            Katarina selalu menganggap bahwa rambut cokelatnya adalah turunan Ayah. Namun, jika lebih diperhatikan, rambut cokelat ayah satu tingkat lebih terang dibanding miliknya. Kemiripan mutlak mereka terletak pada mata cokelat yang meneliti apapun di hadapan mereka. Mata cokelat yang Emmaline benci, tetapi sesungguhnya adalah replika persis milik Ayah. Katarina sadar di beberapa hari pertama pasca pertengkarannya dengan Bibi, Emmaline tidak membenci matanya. Ia membenci perpaduan antara Ayah dan wanita yang ia benci mewujud di wajahnya. Rambut cokelat gelap ibu kandungnya dan mata milik Ayah.

            Sejurus kemudian, Katarina menghambur ke dalam pelukan Ayah. Aroma Ayah masih sama seperti yang ia ingat. Tangannya mengelus rambut Katarina dengan belaian yang sama. Naik turun dada Ayah pada pipinya masih sama. Semua persis sama.

            "Aku merindukanmu." Suara Ayah berkumandang menembus segala pilunya. Hatinya berubah hangat.

            "Aku sangat-sangat-sangat-sangat... merindukan Ayah." Katarina menempelkan pipi pada dada ayahnya lekat-lekat. Ia tidak akan berpisah dari Ayah. Tidak lagi. Hangat tangis yang menuruni pipinya begitu nyata. "Kenapa Ayah tidak pernah memberitahuku? Tentang ibu kandungku?"

            Ayah menyandarkan dagu di puncak kepalanya. "Katarina, kesayanganku. Ada begitu banyak kisah yang belum sempat aku ceritakan padamu. Ini salah satunya. Ayah takut kau terbebani dengan kenyataan yang ada. Ayah tidak ingin kau terbebani dengan siapa dirimu sebenarnya. Ayah ingin kau bisa menciptakan jalanmu sendiri."

            "Aku selalu menyalahkan diriku sendiri atas perlakuan Ibu dan Bibi terhadapku. Aku merasa tidak pantas lahir di keluarga bangsawan ini, Ayah. Seharusnya aku hidup bersama ibu, di pedesaan di mana aku bisa menjadi lebih... pantas."

            Tangan Ayah konstan mengelusnya walaupun mulutnya bergeming. Beberapa waktu berlalu dan ia membuka suara. "Katarina. Kau lebih dari pantas hidup di antara bangsawan congkak ini. Kau tidak perlu tunduk akan omongan mereka."

            Katarina menggelengkan kepalanya, masih memeluk ayahnya. Ia mengaitkan kedua tangannya lebih erat, takut akan mimpi yang mendadak berhenti. Sama seperti kedatangannya yang tiba-tiba. "Tidak..., Ayah. Ayah tidak mengerti. Semua orang menyanjung Ayah. Sang ratu dan raja memercayai Ayah. Ayah memiliki segala kelebihan yang tidak aku miliki. Aku jelek, pemalu, dan segala hal lain yang mengikutinya."

            Ayah menarik diri sedikit dari pelukannya untuk memandangi wajahnya. "Jelek?"

            "Ya, Ayah. Rambutku tidak mengkilap seperti milik Min. Mataku tidak secerah Min. Aku pendek dibandingkan wanita lainnya."

            Raut wajah Ayah berubah sendu seakan nostalgia berkilas bolak-balik di benaknya. Ia menggenggam helai rambutnya. "Dominica memang memiliki kecantikan ibunya, tetapi kau mengingatkan aku pada ibumu. Mata besar yang memerangkap akal sehatku. Rambut tebal yang memesonaku. Senyuman yang membuatku... cinta." Ayah kembali memeluknya. "Aku mencintai ibumu teramat sangat. Dan kau... kau adalah anugerah terindah bagiku juga ibumu."

            "Siapa sebenarnya dia? Setidaknya beri tahu aku siapa ibuku dan biarkan aku bertemu dengannya, sekali saja." Katarina mendongakkan kepalanya, matanya bertemu dengan milik Ayah. Bagai sedang bercermin. Mengetahui perasaan yang berseteru di balik manik ayahnya. Perasaan yang membuat Ayah ragu untuk mengungkapkan rahasia lainnya. Tetapi, kemudian, Ayah bersuara.

            "Ibumu—"

            Hamparan rumput itu tersedot oleh kegelapan yang agung. Tiba-tiba, sama seperti munculnya.

            Badai musim panas menggelegar di balik jendela, menamparnya ke kenyataan. Relung hatinya hampa, kehangatan yang semula ada entah kemana. Kehangatan ayahnya sirna. Kecamuk badai di luar membuat hawa dingin perlahan merambat dari ujung jari kakinya. Katarina mendapati perapian perpustakaan menyala, satu-satunya sumber kehangatan di ruangan besar itu. Sebuah indikasi bahwa ada orang selain dirinya di sana. Dan kondisi dirinya sekarang tidak siap bertemu dengan siapapun itu.

            Katarina baru saja hendak berdiri saat menyadari telapak tangan besar melingkupi tangannya. Menyadari selimut yang mengelilingi tubuhnya. Napas Katarina tercekat kala mempelajari identitas dari orang lain di dalam ruangan. Benaknya pepat oleh ingatan-ingatan dari tahun lampau. Selimut misterius yang mengelilinginya. Api perapian yang secara magis menyala. Orang yang menemaninya tidur, menggenggam tangannya. Genggaman yang memicu mimpi indahnya. Genggaman yang kuat dan aman.

            Hanya bersama dirinya ia merasa aman.

Derit kursi mengusik tidurnya. Namun, Katarina segera melarikan diri, berjinjit tanpa bunyi, sebelum orang tersebut betul-betul bangun. Menutup pintu di belakangnya, orang itu bergumam dalam mimpinya. "Angel." Seolah melarangnya pergi.

Selama ini—selama ini Caiden datang menyelimutinya.

Katarina berlari. Jantungnya berdetak cepat dan Katarina tidak yakin itu disebabkan oleh larinya. []

KATARINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang