12 - Caiden

3.6K 603 28
                                    

Can. Tik.

Tiada kata lebih sempurna mendeskripsikan Katarina de Clare siang itu dalam gaun hijau pastelnya. Beberapa helai rambutnya yang nakal melekat pada dua sisi lehernya. Pemandangan yang menjadikan tindakan menelan ludah sesulit menelan batu. Garis gaunnya rendah, namun masih mempertahankan kesopanan. Hamparan kulit meronanya di bawah terik matahari, leher langsingnya, dan sepasang tulang selangka yang menjadi tempat bersandar kalung cicinnya. Entah karena panas siang itu atau hal lainnya, Caiden merasa cemburu terhadap kalungnya.

Dan mungkin itulah sebab mengapa ia membayangkan Katarina tanpa henti. Manik besar miliknya merajai benak Caiden dengan sedikit sentuhan malu-malunya. Caiden menyadari bahwa aura manis dari kehadiran wanita itu kini merupa sensualitas yang menggelitik hasrat primitif dalam dirinya. Bibir penuhnya adalah sebuah dosa menunggu dicicipi. Di mana sembilan tahun lalu bibir itu tampak kebesaran untuk ukuran wajahnya, kini, menyeimbangkan fitur lain mukanya.

Bagai bunga yang terlambat mekar.

Sesampainya ia di taman belakang untuk mengambil perkakas yang tertinggal, pandangannya nyaris mengelabuinya. Sepanjang hari benaknya mempermainkan inderanya. Pendengarannya menangkap lantunan suara merdu wanita itu padahal tidak ada siapapun di sekitar. Penciumannya disambut oleh aroma bunga yang familiar, tetapi nihil. Sekarang, pandangannya tertuju kepada sosok Katarina dalam gaun tidurnya di taman belakang. Sanggul cokelatnya sedikit berantakan, menumbuhkan dorongan demi membebaskan rambut tebal itu. Bertekad untuk tidak tertipu kali ini, langkahnya melaju cepat ke gazebo dan melaksanakan tujuannya.

Saat sosok itu menetap, tidak minggat, Caiden bertanya-tanya apakah ia sedang bermimpi. Lantaran, sejujurnya, ia sering memimpikan wanita itu. Wajah Katarina detik itu sarat keheranan. Bibirnya mengerucut seakan-akan sedang merencanakan perampokan paling hebat selama hidupnya. Mata cokelatnya tidak menyadari kehadirannya, seperti yang biasa wanita itu lakukan dalam mimpinya. Dirinya hanyalah sebuah meteor kecil yang tidak pernah mengganggu tata surya kehidupannya.

            Caiden kemudian memutuskan untuk menyapanya, Katarina terperanjat dan teriakannya membangunkan burung-burung di kejauhan. Caiden heran akan keterkejutannya, sekejap ia mengetahui kebenarannya. Bahwa Katarina di hadapannya bukan sekadar kabut hasrat, melainkan darah dan daging dan napas yang berembus. Katarina di hadapannya adalah... ya, Katarina.

Seolah tidak puas mengejutkannya, Katarina membuka mulutnya, dan lagi-lagi, sebuah kejutan. "Yang Mulia, bersediakah Anda... menjadi pasangan saya?"

            Rahangnya hampir jatuh menabrak tanah mendengar pertanyaan Katarina. Bahkan dalam angan-angan sekalipun, Caiden tidak sebegitu nekat memimpikan pertanyaan itu keluar dari bibir merahnya. Ia mengerjapkan kelopak matanya berkali-kali untuk memastikan. Seperti gambar yang kian jelas, rona merambati lehernya dan kemudian menjadikan wajah manis itu merah. Lidah mungilnya membasahi kering bibirnya. Caiden bisa menebak rasa lidah itu di sekujur tubuhnya—sempurna.

            "Maaf, Yang Mulia, maksud saya, bersediakah Anda menjadi adik saya?"

            Caiden dengan segala akalnya membendung tawa yang terbentuk di ujung lidahnya. Hasilnya? Sebuah semburan tawa tidak terkendali. "Angel, aku empat tahun lebih tua darimu."

            Panik mewujud warna kedua matanya, tetapi bibirnya bergerak untuk tertawa. Kulit di balik gaun tidur tipis bersinar di bawah cahaya bulan. Cantik. Jika tiada satu pun orang yang menyadari kecantikannya, maka kebodohan sudah menulari seluruh penduduk Reibeart. Namun, kemudian, Caiden menyukai rahasia kecil yang hanya dirinya tahu. Dengan begitu, Katarina akan tampak selalu istimewa di hatinya.

Caiden bisa menebak Katarina sedang mengutuk dirinya sekarang. Katarina memejamkan matanya, lalu perlahan menyusun kalimatnya.  "Maaf, Yang Mulia. Maksud saya, adalah," Ia menelan ludahnya, penggal demi penggal kata keluar. "bersediakah... Anda... menjadi... pasangan... adik... saya?"

KATARINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang