18 - Katarina

3.4K 554 36
                                    




Katarina teringat akan permainan kejar-kejaran yang acap kali ia lakukan bersama Daria dan Esther, serta terkadang Petra. Seusai kelas, tepat saat senja menyapa, Daria kemudian berseru mengusulkan agar mereka bermain di taman belakang. Tentu saja, dengan Katarina dan Esther sebagai lawan, Daria akan selalu memenangkan permainan. Itu bukan lagi pertanyaan mengingat stamina serta kecepatan Daria berlari. Katarina akan menyerah terlebih dahulu, terengap-engap di bawah rindang pohon. Sementara Esther—mengalir darah pejuang di pembuluhnya—masih berupaya kabur dari Daria kendati tiada jalan baginya untuk menang. Daria selalu memenangkan permainan tersebut.

Kemenangan Daria dipertanyakan setiap saat Petra ikut serta. Petra yang jauh lebih tinggi, tungkai lebih panjang, dan stamina yang dapat menyaingi perenang andal manapun. Permainan kejar-kejaran itu, sejurus kemudian, menjadi permainan milik mereka berdua. Esther dan Katarina akan memandangi mereka dari jauh sembari bertanya-tanya, dari mana Daria mendapatkan semangat yang meledak-ledak itu. Petra jelas menang jauh dari Daria, walaupun pada akhirnya Petra memberikan kehormatan tersebut kepada Daria. Menyerah sambil tersenyum puas di hadapan adiknya yang lima tahun lebih muda.

Dan, sekarang, entakan kaki yang mengejar derap tungkai Katarina mengingatkannya pada masa-masa menyenangkan itu. Bedanya adalah bahwa saat ini, Katarina sama sekali tidak mempunyai niatan menyerah. Jantungnya berdetak kencang seiring langkahnya menderu di sepanjang lorong Opera Stamford. Entakan teratur kaki melangkah lebih santai di belakangnya—seakan-akan ini bukan permainan kejar-kejaran sebab hasilnya sudah sebegitu jelas. Caiden akan berhasil mencapainya, cepat atau lambat.

Satu-satunya jalan keluar bagi Katarina untuk menghindari pria itu ialah bersembunyi. Pada perempatan selanjutnya, Katarina segera berbelok dan meraih kenop pintu pertama. Mendapati bahwa pintu pertama terkunci, Katarina sigap meraih kenop kedua di seberangnya. Sejurus kemudian, tubuh mungilnya menyelip masuk di antara celah bukaan pintu. Relung paru-parunya menghela lega sembari tangannya menutup pintu di belakangnya. Tepat saat di mana suatu gaya entah menahan pintu itu dari luar.

"Angel, biarkan aku masuk." Itu Caiden.

Mengerang kesal, Katarina berlari ke sudut ruangan yang tampak seperti gudang perlengkapan drama. Ia menyibak buka tirai gelap di sana dan bersembunyi di baliknya. Ia mendengar suara pintu menutup. Langkah kaki Caiden mendekat menabuh gendang di jantungnya, membuat kepalanya sakit oleh tekanan yang ada. Oh, tidak bisakah pria ini menyerah saja? Jelas-jelas Katarina menghindarinya demi kebaikan mereka berdua.

Caiden menyibak tirai di hadapannya dan gugusan debu berterbangan disorot sinar mentari siang hari. Merupa pembatas khayal dunia milik mereka berdua. Katarina, anak haram buruk rupa. Caiden, putra mahkota rupawan. Katarina menginginkan lebih dari sekadar pertemanan dengan Caiden. Lebih dari sekadar ciuman dengannya. Sementara Caiden—

            "Kau menghindariku, Angel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau menghindariku, Angel." Tubuh tegapnya membayangi wajah Katarina. Ia mengenakan seragam biru gelap formal kerajaan Reibeart, menegaskan tubuh atletisnya. Epolet keemasan di bahunya lengkap dengan lencana-lencana militernya. Penampilan Caiden secara keseluruhan... mendominasi.

KATARINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang