26 - Caiden

3.3K 572 146
                                    

            Entah apa yang Caiden pikirkan duduk bersama Esther dan Daria di ruang tamu utama. Caiden nyaris selalu menolak ajakan minum Daria karena pekerjaannya. Sehingga saat Caiden mengiyakan ajakannya, Daria melompat senang, menggiring Caiden ke ruang tamu. Esther sudah siap di dalam, mengeluarkan beragam anggur dari lemari dan menyiapkan tiga cawan: Caiden, Esther, dan Daria. Kania, tentu saja, dikecualikan dari aktivitas ini—sebab Ayah akan memenggal kepala mereka bertiga jika anak bungsunya ikut serta.

Esther tidak pernah membiarkan cawannya kekurangan anggur. Ia akan terus menuangkan anggur kendati Caiden berkata cukup. Semakin larut, wajah Esther memerah akan alkohol dan Daria semakin girang oleh adrenalin. Caiden yang merasa harus bertanggung jawab atas kesejahteraan adik-adiknya, menjaga asupan anggurnya. Ia tahu persis takaran yang cukup membangkitkan indranya sekaligus tepat menjaga akal sehatnya.

Namun, tampaknya, bibir Caiden kehilangan akal saat berkata, "Miss de Clare menolak lamaranku."

Esther berhenti meneguk anggurnya. Daria mendadak diam. Dua pasang mata adiknya memandanginya penuh penilaian. Esther yang bertanya terlebih dahulu. "Miss de Clare yang mana?"

Dahi Caiden mengernyit mendengar pertanyaan tidak masuk akal itu. "Katarina de Clare. Yang mana lagi?"

Kedua adiknya berseru nyaris menembus langit-langit ruangan.

"DEMI DEWA DEWI!" Esther membanting cawannya ke meja, cairan merah di dalam membasahi roknya.

Daria bersujud di samping meja. "AKHIRNYA! PERMOHONANKU DIKABULKAN."

Sudut bibir Caiden terdorong untuk tersenyum melihat kekonyolan dua adiknya. Selama ini, Caiden tidak pernah mendekatkan diri kepada tiga adik bungsunya. Bukan karena Caiden merasa kurang cocok atau sebagainya. Namun, lebih karena Caiden harus menanggung kewajibannya di usia muda. Caiden melewatkan sebagian besar masa kecilnya bersama Petra, sehingga ia tidak pernah menyempatkan waktu mengenal lebih jauh adiknya yang lain. Sekarang, menyaksikan tindak-tanduk menggemaskan mereka membuat Caiden ingin melindungi mereka segenap jiwa.

"Apa yang membuat kalian berpikir aku dan Dominica—"

"Kalian menghabiskan waktu berdua selama perayaan musim panas." Itu Esther.

"Dan menghadiri opera bersama-sama," timpal Daria.

"Masuk surat kabar sebagai pasangan tahun ini." Kedua adiknya menyahut bersamaan.

"Itu semua rencana Angel—maksudku, Katarina. Adiknya akan kawin lari setelah bulan ini berakhir."

Esther menumpukan dagu di kedua telapak tangannya seolah tengah mendengarkan kisah cinta. Adiknya yang satu itu terkenal memiliki jiwa yang romantis. Namun, sesuatu melanda jiwa malang itu dan Esther berubah kelam. Sedih. Tidak bahagia. Kendati di bawah kendali alkohol, Caiden senang menyaksikan adiknya tersenyum. "Itu sungguh manis."

"Kawin lari, maksudmu?"

"Bukan," Esther menggeleng, "Rencana rahasia antara kau dan Kat."

Ingatan itu menyeruak di balik matanya. Di taman, Katarina dalam gaun tidurnya disorot cahaya bulan. Layaknya dewi yang diciptakan dari terang purnama. Gaun transparan yang membuatnya penasaran. Caiden meneguk anggurnya, merasakan cairan panas itu menuruni kerongkongannya. Berharap menghapus ingatan itu, namun malah memacu jantungnya lebih cepat.

"Hmm. Ya." Entah apa yang tidak akan ia lakukan demi Katarina. "Akhir cerita dari rencana rahasia itu, sebaliknya, tidak membahagiakan. Sedikit mengecewakan."

KATARINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang