8. SI COLDEST

948 65 2
                                    



Assalamu'alaikum Readers, salam Jumat Berkah yaa ...

Bismillah, klik bintang trus cuzzz baca ....



Malam pun tiba. Arsyi baru saja menyelesaikan sholat maghrib. Sebentuk senyum manis terbit di ujung bibirnya.

Masih dia ingat ketika Nizam berangkat ke masjid. Meskipun tanpa pamit padanya tapi Arsyi sudah cukup senang karena Nizam mau memakai pakaian yang disiapkannya. Baju koko warna putih dengan sarung kotak-kotak biru donker dan biru langit. Juga peci warna biru senada dengan sarungnya. Dia sedang ada di dapur saat sekilas tadi Arsyi sempat melihat suaminya itu melintas. Tampan. Kembali Arsyi menarik sudut bibirnya.

"Sayang, coldest," guman Arsyi dengan senyum manis masih tertinggal di sudut bibirnya.

"Heee, kamu bilang apa?"

Arsyi tersentak kaget. Tiba-tiba Nizam sudah berada di dekatnya. Seketika Arsyi merasa konyol.

"Haduh, kok nggak dengar ya dia masuk kamar," batin Arsyi.

Arsyi memejamkan mata sekejap sebelum menoleh ke arah Nizam dengan berusaha menampilkan senyum manisnya.

"Eh. Mas sudah balik? Kok nggak ucap salam?" tanya Arsyi cengengesan.

Nizam yang memandangnya datar segera membuang muka dan melempar sajadah yang dibawanya ke tempat tidur.

"Jangan mengelak. Aku jelas mendengarmu menyebut satu kata," ucap Nizam datar.

"Oh, itu. Cold, rasanya udara sudah mulai dingin," balas Arsyi dengan cengiran lucunya.

Kalau orang normal pasti sudah dibuat gemas sama ekspresi muka Arsyi saat ini. Tapi sayangnya, Nizam tidak normal haha, setidaknya begitulah bagi Arsyi.

Nizam menoleh sekilas dan menyeringai.

"Dasar manja," guman Nizam sambil melangkah keluar kamar

Telinga Arsyi masih cukup tajam hanya untuk mendengar gumanan Nizam.

Arsyi pun mengepalkan kedua tangannya di depan dada sambil meringis menahan sebal.

"Iiiiiiiiiiih, sebel, dasar si coldest," gumannya juga.

Nizam kembali menoleh. Dan Arsyi dengan cepat merubah ekspresinya sama seperti tadi, lucu dan menggemaskan. Tapi tidak bagi Nizam.

Nizam lagi-lagi menyeringai.

"Aku mau makan," ucapnya dingin.

Arsyi langsung melepas senyumnya. Merasa heran sama ucapan Nizam.

"Sebenarnya dia itu ngajak, ngasih tahu atau ngasih perintah, sih?" guman Arsyi mengiring punggung Nizam yang hilang di balik pintu dengan pandang bertanya.

Arsyi hanya mengangkat bahu dan dengan cepat melipat peralatan sholatnya.

Kemudian dia mengayun langkah menyusul Nizam yang telah lenyap dari pandangannya.

Sesampai di meja makan, Nizam terlihat sudah menyantap makanannya dengan lahap. Arsyi hanya bisa menghela nafas dalam dan memanyunkan bibirnya.

Di tariknya kursi di depan Nizam dan duduk dengan nyaman.

"Kok Mas nggak nunggu aku sih makannya?" tanya Arsyi sambil menyendokkan nasi ke piring.

"Memangnya apa urusanku harus nunggu kamu?" tanya Nizam sengit.

"Ya, aku kan istrimu, Mas. Aku harus melayanimu. Em, maksudku, harusnya aku yang mengambilkan makan, terus Mas yang pimpin doanya. Setelah itu baru kita mulai makan bersama. Teorinya seperti itu, kan?" tanya Arsyi dengan wajah tak berdosa.

LESSON 4 MY HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang