Serendipity

452 43 8
                                    

Pemuda itu tersenyum saat siluet seorang gadis tertangkap netranya, mentari sore begitu lancang menyusup wajah cantik gadis itu membuatnya menyipit akibat silau, ah pemuda itu jadi iri dengan sang mentari. Bisa-bisanya.

Saat mata gadis itu menangkap bayangan si pemuda ia tersenyum manis, senyum candu yang selalu pemuda itu rindu. Cantik, pemuda itu membatin.

"Juno!" Seruan itu membuat pemuda yang akrab di sapa Juno terkekeh kecil, bagaimana bisa makhluk itu terlihat lucu dengan tangan yang melambai-lambai memastikan kehadiran nya pada Juno.

Juno berlari menghampiri tapi di tengah jalan ia berhenti kala sebuah sepeda motor berhenti di hadapan gadis yang merebut segala atensi miliknya. Ia kalah cepat!

"Juno duluan ya!" Gadis itu berucap lagi, lantas pemuda yang dengan gagah duduk di atas kemudi menatap Juno, netra mereka saling membalas hingga akhirnya pemuda itu__Erlangga mengakhiri lebih dulu karena harus menyerahkan helm pada Dara.

"Nih," Dara menatap helm yang diberikan Erlangga ternyata adalah helm miliknya, helm yang Esa buatkan khusus untuk Dara tentu saja dengan tulisan 'aing maung' di belakangnya.

"Eh kok ada di lo?"

"Di titipin pacar lo."

"Pacar?" Dara menunjuk dirinya sendiri barangkali yang Erlangga maksud bukanlah pacarnya.

"Kak Rifaul, gue abis izin sama dia takut di sangka yang enggak-enggak." Dara mengangguk saja meskipun dalam hatinya ia tertawa hebat, bisa-bisanya Erlangga percaya pada candaannya kala itu dan menganggap Rifaul benar-benar pacarnya. Rasanya sedikit dejavu, di mimpinya pun Erlangga termakan kebohongan Rifaul yang mengatakan bahwa Dara adalah kekasihnya.

Karena tak kunjung menerima Erlangga memakaikan helm itu pada Dara, Dara terkesiap dengan pergerakan Erlangga yang tiba-tiba, jarak antara keduanya pun begitu dekat.

"Mau bengong atau naik?" Suara bariton itu menarik kembali jiwa Dara membuatnya sadar akan dunia yang ia pijak. Pelan-pelan Dara naik, berpegangan pada bahu Erlangga karena motor yang ia naiki cukup tinggi.

Setelah motor itu melesat, di ujung sana pemuda menghela nafas. Juno merasa tak nyaman dengan keadaan sekarang, ia jelas sadar bahwa Dara hanya sahabatnya, ia tak berkuasa lebih untuk mengatur segala hal tentang Dara, salah satunya untuk pergi dengan siapapun.

"Cowok tadi suka sama lo?"

"Hah?" Dara mendekatkan dirinya karena suara Erlangga teredam oleh suara kendaraan di sekitar mereka.

"Enggak." Dara menghela nafas lalu menjauhkan kembali tubuhnya.

Seperti bagaimana keduanya lakukan, di sepanjang perjalanan mereka hanya diam sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga akhirnya gedung tinggi di sebelah kiri merebut atensi Dara dan untuk kesekian kalinya ia merasa dejavu.

"Udah lama?" Dara mengerutkan dahinya, setelah sekian lama suara Erlangga baru terdengar berkat lampu merah di depan sana.

"Maksud?"

"Pacaran sama kak Faul," pertanyaan itu lagi, pertanyaan jenaka yang selalu membuat Dara ingin tertawa keras di hadapan Erlangga.

"Lo percaya dia pacar gue?" Erlangga mengangguk di balik helm nya. "Dia kakak kandung gue." Tak ada jawaban lagi dari Erlangga, lampu hijau di ujung sana pun sudah menyala Erlangga kembali menancapkan gas lalu berbelok ke kanan.

Sebuah toko buku klasik mulai terlihat semakin jelas, Erlangga berjalan sedikit jauh karena di area toko buku tak ada lahan untuk parkir. Dara turun lebih dulu sembari membuka helm miliknya, tanpa berkata apa-apa Erlangga mengambil helm tersebut dan menyimpannya di atas jok motor.

Keduanya berjalan beriringan, Dara menengadah menatap pemuda jangkung di sampingnya bagaimana bisa ini terasa seperti mimpi.

Disaat Dara sibuk memperhatikan pemuda itu, Erlangga menarik Dara untuk pindah ke sisi yang lainnya dan setelah itu sebuah motor melesat dengan cepat di sisi Erlangga.

"Jangan melamun." Kalimat itu bagai mantra untuk Dara, ia jadi terdiam tanpa sepatah katapun terlebih ia masih terkejut dengan gerakan tiba-tiba seperti itu.

Denting lonceng berbunyi kala kedua manusia itu masuk ke dalam toko buku, mereka sama-sama tersenyum kala sambutan hangat di berikan oleh penjaga toko. Keduanya sama-sama membuka ransel masing-masing mengeluarkan buku yang ditujukan untuk sang penjaga toko, kali ini penjaganya seorang pemuda jangkung  yang di mata Dara sangatlah tidak asing.

"Kak Teguh kan?" Erlangga yang sibuk menutup kembali resleting tas nya langsung menengok pada Dara dan pemuda penjaga toko secara bergantian. Pemuda itu hanya tersenyum sembari mengangguk.

"Dara kan?" Pemuda itu menjawab dengan tebakan yang memang benar adanya, sekarang giliran Dara yang membalas dengan senyum.

Jauh di lubuk hatinya Erlangga tersenyum melihat interaksi antara Dara dan pemuda yang Dara katakan adalah Teguh, bagaimana bisa makhluk satu ini bisa begitu ramah dengan sekitarnya, jujur saja ia iri.

"Pacarnya Ra?" Dara menengok Erlangga di sampingnya, wajah pemuda itu masih seperti biasanya, tenang. Dara sontak menggeleng menepis pertanyaan bodoh Teguh yang bisa saja itu tidak akan terjadi.

"Ini kak buku nya," Dara memberikan dua jenis buku pada Teguh di ikuti oleh Erlangga di sampingnya.

Teguh menyebutkan nominal buku yang harus mereka bayar, dengan cepat Erlangga memberikan selembar uang kertas bergambarkan presiden pertama indonesia dan wakilnya.

Setelah proses administrasi selesai keduanya sama-sama mengucapkan selamat tinggal pada Teguh mengingat hari sudah semakin sore.

"Nanti gue ganti, Lang." Erlangga tak mengubris ia hanya menatap lurus jalan di depannya, selalu seperti itu.

"Senyaman lo aja."

Keduanya hanya berjalan bersisian tak ada suara hanya bising kendaraan yang berlalu lalang yang menyelimuti keheningan mereka.

Dari arah Dara datang seorang pria tinggi yang menabrak bahu Dara tanpa sengaja membuat Dara terhentak ke depan yang membuat Erlangga sontak menarik tangan Dara agar tidak oleng dan terjatuh. Pria itu membungkuk memberi isyarat bahwa ia meminta maaf atas kesalahan yang tidak di sengaja itu.

"Gak bisa hati-hati," Ucap Erlangga setelah punggung besar itu berlalu pergi setelah meminta maaf.

Dara sempat menangkap kekesalan di wajah Erlangga meski seperkian detik kembali datar seperti biasa.

"Mungkin dia lagi buru-buru," Balas Dara, Erlangga terhenyak bagaimana bisa manusia satu ini dapat dengan mudah nya memaklumi segala hal.

"Lo selalu gitu ya?" Netra Dara beralih menatap tubuh jangkung di sampingnya lantas ia mendapat balasan.

"Gitu gimana?"

"Memaklumi segala hal." Dara terdiam sejenak lantas ia tersenyum lalu menggeleng.

"Bukan memaklumi Lang, tapi memahami." Pahat samping gadis itu mencuri perhatian Erlangga, ia menemukan sesuatu istimewa dalam gadis itu, tentang pemikirannya serta hatinya.

TBC

Erlangga 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang