Stuck on you

965 52 13
                                    

Mahesa mengetuk bahkan menggedor pintu kamar Dara berkali-kali berharap sang pemilik kamar membuka pintunya, ini hampir jam setengah tujuh tapi Dara masih belum keluar juga dari kamarnya. Yang terdengar dari dalam kamar hanyalah lagu korea yang suaranya menggelegar.

"Ra mau sekolah gak sih?! Bang Faul udah berangkat, lo mau gue tinggal?" Esa menghela nafasnya berkali-kali, ia berusaha untuk sabar meladeni kakak perempuannya itu.

"RA GUE BERANGKAT NIH!" Teriak Esa. Baru saja Esa akan pergi, pintu kamar Dara terbuka. Lagu di kamarnya pun sudah berhenti. Esa melihat penampilan kakaknya itu, hingga ia terpaku melihat mata Dara yang terlihat sembab.

"Yuk berangkat!" Ajak Dara dengan semangat dan tersenyum lebar. Esa hanya terdiam melihat tingkah Dara yang seperti itu. Hampir setiap pagi Dara isi dengan menangis. Setiap pagi Esa akan melihat mata kakaknya sembab, tapi ketika ditanya alasannya Dara hanya menjawab dengan gelengan. Esa yang mengerti itu tak akan memaksa lagi Dara untuk berbicara, karena ia tahu ini adalah hal menyakitkan.

"Lama banget!" Esa membalik tubuh Dara dan mendorong bahunya agar segera beranjak.

Erlangga○

"Ma, kita sarapan di kantin aja ya? Udah telat." Seru Esa sembari memakai helm nya.

"Iya, tapi sarapan ya!" Ayana berdiri di ambang pintu sembari menatap dua anaknya.

Esa langsung memasangkan helm untuk Dara yang di belakangnya bertuliskan 'aing maung' helm yang ia sediakan khusus untuk Dara. Kurang ajar emang si Esa ini.

"Kuncir tuh rambut, kayak gembel!" Esa sempat-sempatnya memukul helm Dara dan Dara menutup kaca helm Esa dengan kasar.

Ayana yang melihat itu terkekeh, "udah sana malah berantem!"

"Iya Ma, berangkat dulu ya?" Ucap Esa dan Dara berbarengan.

"Hati-hati!"

Motor scoopy warna hitam milik Esa langsung melesat meninggalkan pekarangan rumah. Esa menjalankan motornya seperti orang kesetanan, meskipun jalan sedikit padat ia terus menembus kepadatan kota. Yang terpenting sampai di sekolah tepat waktu tanpa meninggalkan sarapan. Itu prinsip seorang Mahesa Haris.

"Ngajak mati lo?!" Omel Dara yang baru melepas helmnya dan langsung memukul Esa dengan helm.

"Tapi lo gak mati kan?" Tanya Esa dengan wajah polosnya, tangannya masih mengelus lengan yang baru saja di pukul Dara dengan helmnya. Dara menggelengkan kepalanya sembari menatap tajam Esa. Esa yang di tatap hanya menatap Dara dengan tatapan sedikit sendu.

"Ubah kebiasaan pagi lo, Ra." Ucap Esa serius. Dara membisu seketika ia takut Esa tahu apa yang selalu ia lakukan tiap pagi, menangis.

"Berhenti putar lagu Korea tiap pagi! Kepala gue mau pecah tau gak? Ya mending kalo gue ngerti, gue gak ngerti!" Sahut Esa, raut wajah Dara yang semula panik langsung terlihat tenang setelah mendengar kalimat Esa. Ia kira Esa akan membahas tentang dirinya yang selalu menangis tiap pagi.

Mahesa sadar akan perubahan wajah Dara, ia tak mau membahasnya lebih lanjut. "Bawa ikat rambut gak?" Tanya Esa. Dara menunjukkan pergelangan tangannya dimana ikat rambut hitam dijadikan gelang di sana. Esa langsung menarik pelan ikat rambut dari tangan Dara, setelahnya ia sibuk menguncir rambut Dara dan hasilnya terlihat rapih.

"Di ikat aja, kalo gak pendekin. Ribet gue ngeliatnya, udah mah lo malas ikat rambut lagi!" Dara hanya terdiam menatap wajah adiknya saat mengikat rambutnya, wajah yang tampan dan selalu terlihat tenang di saat bersamaan.

"Gue anterin sampe sini, lo ke kelas sendiri gue ke kantin!" Tanpa mendengar balasan terlebih dahulu dari Dara, Mahesa sudah berlari ke arah yang memang Dara tahu itu arah ke kantin.

Erlangga 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang