Dari tadi Dara dan Mahesa memperhatikan Rifaul yang sibuk pemanasan setelah meminta doa kepada keduanya bahwa ini ia ada pertandingan basket antar sekolah.
Tanpa sengaja Dara menangkap bayangan Erlangga melintas bersama beberapa rekan satu timnya melintas di hadapannya, ia memakai baju serupa dengan Rifaul mengingat beberapa waktu itu Erlangga bergabung dengan tim basket. Tapi di balik itu, Dara lebih terkejut dengan langkah seorang pemuda yang mendekat ke arahnya, Dara mengenal wajah itu sangat amat mengenalnya. Matanya, hidungnya, bibirnya, bahkan senyumnya Dara mengenal semua itu.
"Kak apa kabar?" Suara khas itu, suara familiar. Dara bergetar merasa tak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang, salah satu tokoh yang sangat ia rindukan. Keduanya_Rifaul dan pemuda itu berbincang dengan akrab tapi Dara tak mendengar apapun yang terdengar seperti sesuatu berada di dalam air. Lantas mata itu menatap membuat Dara Berkacs-kaca.
Ternyata di dunia ini lo tumbuh dengan baik, Dzikri.
Esa menangkap perubahan akan sikap Dara, lantas ia menatap Pemuda itu serta Dara bergantian. Ia langsung berfikir pasti ada hubungannya dengan kejadian alam bawah sadar nya sewaktu koma, Dara pasti mengenal pemuda itu.
Panggilan dari coach membuat Dara tersadar, pemuda itu_Dzikri menepuk bahu Rifaul beberapa kali sebelum akhirnya ia berlari ke tempat dimana tim nya berada.
"Dia siapa?" Dara menatap Esa ternyata Esa sadar dengan sikap Dara.
"Adik gue." Jawab Dara.
"Jadi dia yang lo maksud." Esa tersenyum penuh arti sembari menatap Dzikri di ujung sana.
Makasih udah jagain kakak gue di dunia sana.
Peluit tanda pertandingan akan di mulai mulai di tiup, atensi Dara terbagi dua disini bukan antara Rifaul dan Erlangga tapi antara Dzikri dan Erlangga.
Setelah babak pertama tiba-tiba saja Dzikri keluar, pergantian pemain. Dzikri nampak mengangguk-angguk lalu pergi dari area lapang, tak lama ia terlihat kembali dengan tas yang sudah tersampir di pundaknya, ia berlari yang Dara lihat menuju ke area parkir.
Pertandingan selesai dengan di menangkan oleh tim sekolah Dara perbedaannya hanya 1 point, tipis. Dara merasa dejavu kala melihat Erlangga berjalan penuh dengan peluh di tengah lapang lalu menatapnya.
Menatap Dara sekarang mulai jadi kesenangan tersendiri bagi Erlangga, gadis itu selalu nampak tenang di mata Erlangga dan entah kenapa ketenangan pun mengikuti Erlangga kala menatap gadis itu.
Kemenangan di rayakan di tengah lapang, betapa senangnya anggota tim basket mendapat kemenangannya. Tapi di balik semua itu ada sesuatu yang merebut atensi Dara, senyum dari pemuda bernama Erlangga. Setelah sekian lama baru lah sekarang Dara melihat Erlangga tersenyum lebar seperti itu, senyum yang ia rindukan.
Setelah pulang sekolah semua anak basket setuju untuk merayakan kemenangan mereka di salah satu rumah milik anggota tim yang mengharuskan Erlangga pulang ke rumah sedikit malam.
Erlangga berhenti di depan rumahnya, membuka gerbang agar ada akses masuk untuk motornya, ia terdiam sebentar dan melihat ke arah ruang kerja Ayahnya yang lampunya masih menyala, ah Ayahnya ada di rumah.
"Baru pulang?" Sambutan dingin itu menyapa Erlangga kala ia masuk ke ruang utama, suara berat nan berwibawa milik sang Ayah.
"Ada acara." Balas Erlangga lalu melenggang, ia tak ingin berlama-lama berhadapan dengan pria dewasa itu, malas.
"Akhir-akhir ini kamu jadi jarang di rumah, keluyuran aja!" Erlangga menghentikan langkahnya lantas itu mendengus.
"Sejak kapan Papa peduli sama Erlangga?"