|16|

65 8 0
                                    


                           //Different//

                                  ****

"Yura-ya, ini sudah yang kelima kali kau membiarkan bubur mendingin tanpa menyentuhnya." Suara Seungcheol terdengar dari samping kiri posisi Yura berada. Gadis itu duduk bersandar pada kepala ranjang dengan tatapan lurus ke depan. Hampa. Seungcheol mengusap kasar wajahnya kemudian duduk di sisi ranjang seraya menghadap Yura.

"Jangan merasa terbebani Yura-ya. Kau juga tak mengerti tentang apa yang terjadi. Kau hanya perlu--"

"Tidak Cheol-ah. Aku mengerti apa yang terjadi."

Seungcheol bergerak gelisah di tempatnya. Ia tahu Yura masih sangat memikirkan apa yang terjadi belakangan ini.

"Sudah, istirahat saja dengan baik. Aku akan membawakan bubur yang baru untukmu." Seungcheol bangkit dan meraih semangkuk bubur di atas nakas. Pria itu lantas melangkah hendak meninggalkan kamar Yura, tapi tertahan.

"Kenapa dengan bodohnya aku tak sadar selama ini, Cheol-ah? Aku ingat bagaimana diriku yang begitu rajin mengikuti gadis itu seperti penguntit. Aku ingat bagaimana diriku yang berulang kali melempar tatapan kebencian pada gadis itu."

Seungcheol berbalik dan kembali duduk di samping Yura setelah meletakkan semangkuk bubur yang ia bawa. Mencoba menenangkan Yura sebisa mungkin.

"Yura-ya, dengarkan aku. Kau tak seharusnya seperti ini--"

"Aku ingat, Cheol-ah. Aku ingat betapa aku ingin gadis itu menjauh dari Lee Seokmin. Aku ingat ada puluhan rencana jahat yang hendak aku lakukan pada gadis itu walau aku urungkan. Dan semua itu hanya karena perasaan menyebalkan ini! Kenapa aku harus jatuh hati pada pria itu?!"

Suasana kantin selalu ramai saat jam istirahat. Mulai dari angkatan paling muda hingga yang paling tua rela berebut kursi dan berdesakan mengantri hanya untuk mendapatkan makanan. Ada satu gadis yang tak peduli dengan mereka dan justru sibuk menahan senyum sejak pria yang begitu dikaguminya duduk di hadapanya. Ah, lebih tepatnya memunggungi posisinya. Yura.

Bukannya mengisi perut atau bergurau dengan teman seperti murid yang lain, Yura justru mengeluarkan sesuatu dari pangkuannya. Buku harian dan pena. Dengan senyum yang masih setia terukir di wajahnya, gadis itu mulai membuka bukunya.

"Seokmin-ah, aku berada di belakangmu sekarang. Kau tahu, ada reaksi aneh dalam tubuhku saat ini. Tapi aku menyukainya," ujarnya dalam hati seraya menulis kalimatnya pada buku itu.

Gadis itu tersenyum lagi hingga senyuman itu perlahan hilang kala gadis lain dengan peluh yang membasahi kening berjalan tergesa-gesa menghampiri Seokmin.

"Yuna-ya, sudah selesai urusanmu dengan Soonyoung hyung?" pria itu mulai bersuara seraya menggeser tubuhnya menyisahkan sedikit tempat untuk gadis itu duduk.

Yura perlahan menundukkan kepala dan memperhatikan tulisan tangannya. Yura memasang telinga baik-baik, tak ingin kehilangan satu kata pun dari dua manusia yang kini duduk bersebelahan di hadapannya.

"Ck, seniormu itu menyebalkan asal kau tahu. Tiba-tiba saja dia menuduhku menyukaimu, yang benar saja!" ujar gadis itu seraya menampilkan air muka kesal.

Yura mengangkat kepalanya kala mendengar kalimat itu. Perlahan ia menggenggam erat ujung buku hariannya.

"Hei, memang seburuk itu jika kau menyukaiku?" kali ini suara Seokmin lagi yang terdengar.

"Ya. Buruk sekali hingga rasanya aku ingin mengubur diri hidup-hidup."

"Hei, Choi Yuna! Jangan asal bicara. Bagaimana jika suatu saat nanti kau menyukaiku?"

Different✔ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang