"Ternyata enak juga, ya."
"Ya kan! Apa kata aku, pasti kamu suka."
Yoga tersenyum, mengangguk. Kali ini Sarah dan Yoga sedang duduk di kursi kantin FIB, di bawah rindang pohon yang sampai sekarang Sarah belum tahu nama pohonnya apa. Sarah hari ini akhirnya berhasil menarik-narik Yoga ke FIB, bersikeras Yoga harus mencoba es krim baru di kantin FIB.
"Enak banget! Uuuhh kamu harus coba! Nggak kalah sama es krim McDonald's! Terus murah banget lagi, kalo pake cone 5000, kalo pake cup 6000, terus bisa tambah topping juga! Toppingnya ada oreo, choco chip, meises—"
Kalau diingat-ingat lagi, Sarah jadi agak malu sedikit. Ia pasti kelihatan seperti bocah, memaksa-maksa Yoga makan es krim. Habis mau bagaimana, setiap ia makan enak, ia pasti ingat Yoga dan ingin Yoga turut mencobanya.
"Adem juga ya fakultas kamu... banyak pohon," ujar Yoga, matanya menjelajahi area fakultas Sarah yang bisa tertangkap oleh irisnya. Ia belum pernah benar-benar masuk ke fakultas Sarah. Paling hanya menunggu di depan fakultas, atau di ujung jembatan penghubung FIB dan FT.
"Iya, aku juga suka banget lingkungan di sini... Pohon-pohonnya banyak, terus kalo lagi mulai tumbuh bunga, bagus-baguuuss banget. Udaranya juga jadi segar," timpal Sarah. "Cuma paling yang kadang nyebelin, suka ada ulet nemplok."
Mata Yoga melebar panik, langsung bergeser menjauhi pohon yang tadi dia puji-puji itu. Sarah tertawa. Yoga memang takut dengan serangga. Terutama segala yang menggeliat, dan laba-laba. Yoga pernah cerita pada Sarah kalau pertemanannya dengan Yuda hampir kandas karena Yuda meletakkan laba-laba mainan super besar di bantalnya. Saat itu, mendengar cerita tersebut Sarah mau tidak mau tertawa, meski ia dicemberuti Yoga pada akhirnya.
"Kamu kayak Ron Weasley deh," ujar Sarah waktu itu, "Dia juga takut banget sama laba-laba."
"Kayaknya lebih takut aku deh daripada Ron. Aku kalo disuruh ngikutin laba-laba ke hutan yang gelap banget dan nggak tau apa aja yang ada di dalemnya..." Yoga bergidik. "Nggak akan mau. Mending aku disuruh ngebebat ranting pohon Dedalu Perkasa."
Yoga masih menatap pohon tersebut, matanya memicing, seakan menantang ulet-ulet di pohon tersebut yang bahkan saat ini tidak kelihatan wujudnya. Sarah hanya tertawa-tawa sendiri melihat tingkah Yoga.
"Seneng banget kamu ya, ngetawain aku dari tadi. Aku udah gatel-gatel ini. Kayaknya beneran ada ulet nemplok?? Coba liatin deh?? Di belakang aku jangan-jangan???"
Semakin heboh Yoga, semakin geli tawa Sarah. Namun demi menenangkan Yoga yang kelihatannya tidak lama lagi bakal panik beneran, Sarah mengamati punggung Yoga, menepuk-nepuknya pelan.
"Nggak ada, kok. Aman." ujar Sarah, masih tersenyum geli.
"Fiuh." Yoga terlihat betul-betul lega, dan kembali melahap es krimnya yang sudah mulai meleleh. Lucu sekali. Kadang Sarah merasa setiap kali Yoga bilang kalau Sarah lucu, sepertinya Yoga harus berkaca. Dia yang lebih lucu.
"Tau gak," ujar Sarah tiba-tiba, "Kalau lagi makan di sini, aku suka keingetan pengen apa?"
Yoga, masih sibuk melahap es krimnya, menyahut, "Apa?"
"Piknik."
Alis Yoga terangkat sebelah. "Piknik?"
"Iya, piknik!" ujar Sarah antusias. "Ambiencenya pas banget gak sih? Ada pohon-pohon, rerumputannya hijau, terus ada danau juga... Pasti kalau piknik seru, deh."
Yoga mengulum senyum. "Kamu mau piknik?"
Sarah mengangguk heboh, sampai cup es krimnya hampir jatuh. Untung sudah kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sewaktu
Genç KurguSewaktu aku, sewaktu kamu, sewaktu kita, dan waktu-waktu lainnya--yang semoga tidak habis-habis, untuk waktu yang lama sekali.