💫4💫

193 23 65
                                    

"Fan, kita bukannya harus membeli perlengkapan bayi?" tanya Anisa sembari tangannya sibuk mengulek cabai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Fan, kita bukannya harus membeli perlengkapan bayi?" tanya Anisa sembari tangannya sibuk mengulek cabai. Keringat mengucur dari pelipisnya, sesekali ia menyekanya lalu melakukannya berulang kali. Arfan melirik Anisa yang sedang mempersiapkan masakan untuk makan malam merasa tidak tega melihatnya.

Arfan melepas kacamatanya lantas bangkit dari kursi, ia berjalan mendekati Anisa, tangan kekarnya memeluk pinggang perempuan itu, ia dengan manjanya mendusel-dusel di leher Anisa. Hal itu membuat Anisa kesal dan tidak nyaman. Tangannya mengambil cabai yang belum dipotong lantas memanggil Arfan, cowok itu berdeham. Anisa meminta Arfan membuka mulutnya lebar, tentunya Arfan tanpa bertanya pun menurutinya. Anisa menyeringai lantas memasukkan cabai ke dalam mulut Arfan yang membuat cowok itu kepedesan.

Anisa terkekeh pelan lalu ia mengambil air minum untuk Arfan, ia menyodorkan gelas berisi air kepada Arfan lantas ia langsung meneguknya. Dengan wajah kesal ia menyeka bibirnya menatap Anisa, sedangkan Anisa? Perempuan itu hanya tertawa kecil.

"Itu hukuman buatmu karena berani mengangguku saat memasak," ucap Anisa sambil mengedipkan mata.

"Padahal aku khawatir padamu, tapi—" Arfan menjeda kalimatnya yang membuat Anisa terdiam. "Sudahlah, lupakan."

Anisa mengerjapkan mata lalu tangannya memeluk Arfan dengan manjanya ia bertingkah seperti anak kecil. Entah kenapa perempuan ini bersikap tidak biasanya, tetapi menurut Arfan dia menggemaskan.

"Apa karena dia hamil?" pikir Arfan. Ia teringat kejadian 5 bulan lalu yang menjadi awal dari kondisi mereka saat ini. Entah siapa dalang sesungguhnya yang menjebak mereka, tetapi yang pasti ia tahu Dekka dan Rosa bukanlah dalangnya. Malah mereka juga dijadikan batu loncatan dari pihak musuh. Sekeras apa pun Arfan menerka-nerka musuhnya atau musuh keluarganya yang ingin menjatuhkan keluarga Mahesa ataupun dirinya, ia tidak menemukan jawaban siapa dia.

"Aku harus berhati-hati karena sudah seperti ini aku sekalian saja mengikuti permainannya," batin Arfan.

"Jadi?"

"Hah?"

Mereka saling bersitatap. Anisa mengembungkan pipinya lantas ia menabok wajah Arfan dengan kesal karena cowok itu sedari tadi melamun dan tidak mendengarkan penjelasannya.

"Kamu tidak mendengar penjelasanku, ya?" Anisa melototi Arfan sambil memayunkan bibirnya, sedangkan Arfan cengengesan sambil menampikkan senyuman lebar yang memperlihatkan gigi putihnya. Anisa memalingkan wajah dengan kesal ia kembali mengulek cabai dan bahan makanan lainnya.

"Mampus si bumil ngambek," batin Arfan dengan hati tak tenang dan keringat dingin membasahinya.

Arfan memikirkan segala cara membujuk Anisa, tetapi tidak menemukan caranya. Yah, mau gimana lagi dia bukanlah cowok yang romantis bahkan ia tidak pernah sekalipun berpacaran. Namun, ia teringat tadi Anisa bertanya tentang mereka harus beli perlengkapan bayi. Ia mendekati Anisa sekali lagi dengan harapan perempuan bumil satu itu mau mendengarkanya.

Our BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang