💫7💫

127 10 2
                                    

Bab ini mengandung 🔞

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab ini mengandung 🔞

Keesokan harinya, Anisa mengerjapkan matanya lalu ia berusaha bangun walau tubuhnya terasa sakit. Ia mengeluh sakit kepala lalu sedetik kemudian ia mengumpulkan kesadarannya kembali ia tekejut mendapati dirinya hanya dibalut selimut.

"A–apa yang terjadi?" Anisa mendengar suara cowok lantas ia menoleh ke samping kanannya. Seorang cowok tengah berbaring di sampingnya. Anisa menutup mulutnya tak percaya dengan situasi yang ia alami saat ini ditambah ia tidak ingat apa yang telah terjadi semalam.

"Padahal aku hanya datang ke kafe," gumam Anisa tanpa disadarinya bulir-bulir air mata menetes membasahi pipinya.

"Kenapa kau menangis? Apa karena aku telah nengambil mahkotamu?" tanya cowok itu sembari berbalik menghadap Anisa dengan wajah datarnya.

"A– Arfan? Kenapa kamu di sini? Apa kamu tahu apa yang terjadi?" tanya Anisa bertubi-tubi yang membuat Arfan berdecak dengan kesal.

"Ck, aku juga tidak tahu apa-apa, tapi yang pasti organisasi itu merencanakan sesuatu," jawab Arfan sambil menggertakkan gigi. Tampak sekali ia sangat kesal dan Anisa tahu organisasi yang dimaksud oleh Arfan.

Anisa mengembuskan napasnya dengan gusar lalu ia turun dari kasur dengan balutan selimut walau tubuhnya sakit ia harus mandi. Tangan kecilnya mengambil pakaiannya lalu ia  berjalan dengan tertatih-tatih menuju kamar mandi. Arfan turun dari kasur lantas melangkah mendekati Anisa lalu mengendongnya ala bridal style. Anisa membelalakkan matanya lantas meminta kepada Arfan agar menurunkannya.

"Turunkan aku! Aku bisa jalan sendiri dan ... aku malu," omel Anisa sambil memukul-mukul dada Arfan.

"Ngapain malu? Kan, aku sudah melihatnya semalam dan kita udah ngelakuinnya serta jangan sok polos kayak aku gak tahu film kesukaanmu," cerocos Arfan yang membuat Anisa berhenti memukulnya dan ia pun terdiam sembari menggelemkan wajahnya yang tersipu dalam dekapan Arfan.

Cobaan apa nih? Ternyata Arfan sosok cowok buas, batin Anisa. Arfan memasukkan tubuh Anisa ke dalam bath up lalu menyalakan kran air.

"K– kamu kok memandikanku? Biarkan aku sendiri yang melakukannya," ujar Anisa lalu ia mencoba mengambil sabun, tetapi tangannya tidak bisa menggapainya karena rasa sakit di sekujur tubuhnya tidak dapat ia tahan.

"Njir, Arfan kuat juga sampai tubuhku encok gini gak bisa ngapain-ngapin." Anisa bersungut dalam hati sambil memayunkan bibirnya dengan raut wajah kesal. Arfan yang melihat Anisa yang kesusahan hanya terkikik geli. Anisa tidak terima ditertawakan oleh cowok pun hanya bisa berpasrah karena tidak bisa mandi sendiri lalu membiarkan Arfan yang melakukannya dengan syarat Arfan tidak boleh melihatnya. Aneh, tetapi begitulah Anisa memang aneh orangnya.

"Lagian udah aku bilang juga apa aku sudah melihatnya ngapain malu," sergah Arfan, sedangkan Anisa diam tidak menggubris perkataan Arfan.

***

Setelah mandi mereka bersiap untuk pulang ke rumah. Kesunyian menyelimuti dan keduanya sibuk berberes. Anisa yang selesai berberes pun melangkah mendekati Arfan.

"Arfan, aku ingin kamu lupakan kejadian semalam," ucap Anisa dengan raut wajah serius.

"Maksudmu?" Arfan bertanya sambil mengangkat satu alisnya dan dari nada bicaranya ia tidak terima penuturan Anisa.

"Lupakan semuanya seolah tidak terjadi apa-apa di antara kita," jelas Anisa menekankan ucapannya. Arfan menatap Anisa dengan dingin lalu tangannya mencekram bahu Anisa dengan sekuat tenaga. Hal itu membuat Anisa merasa sakit lalu netranya beralih menatap Arfan tanpa ada rasa takut. Yah, bisa dibilang Anisa berusaha agar tidak takut di hadapan Arfan.

"Gak akan! Aku tidak akan lupakan dan menggangapnya tidak pernah terjadi," ujar Arfan sembari menatap Anisa dengan tatapan penuh intimidasi. Bulu kuduk Anisa meremang kala netranya bersitatap dengan netra Arfan. Jujur saja ia sangat ketakutan saat ini, tetapi ia terlalu takut melawan.

Anisa menghela napas lalu mengembuskannya untuk menetralkan pikiran dan perasaannya. Tangannya terkepal lalu satu tamparan berhasil mendarat mulus di pipi mulus Arfan, sedangkan Arfan memengang pipinya yang sakit lalu ia menyeringai sambil melirik Anisa.

"Pokoknya kejadian ini tidak pernah terjadi! Kita berdua juga dijebak ... jadi, hubungan kita tidak bisa lebih dari seorang teman," jelas Anisa dengan lantang lalu ia berbalik berniat pergi meninggalkan kamar.

Namun, Arfan menahan Anisa dengan memegang tangan Anisa. Perempuan itu menoleh dengan tatapan tajam ditunjukkan kepada Arfan seolah mengatakan untuk melepaskan tangannya. Sayangnya, Arfan tidak takut dan malah menarik Anisa ke dalam dekapannya.

"Tidak ada yang tahu kalau kamu gak bakalan hamil anakku, Nis. Aku mau bertanggung jawab, tapi kamu malah memintaku untuk melupakannya," bisik Arfan lalu ia melepas Anisa.

"Itu tidak akan terjadi karena kita cuma melakukannya sekali," ucap Anisa dengan tatapan tidak suka kepada Arfan lalu ia berbalik badan.

"Jika itu terjadi dan orang-orang itu datang kembali aku yakin kamu bakal kembali padaku," ujar Arfan dengan nada bicara dingin.

"Kita lihat saja, Tuan muda Mahesa." Anisa keluar kamar meninggalkan Arfan sendirian.

Arfan Mahesa sang pewaris Mahesa group–  seorang mahasiswa jurusan bisnis semester 6, ia dibesarkan dengan didikan keras keluarganya bahkan dalam tuntutan yang merubah sifatnya menjadi sosok yang menyeramkan. Ia tertawa sembari menyibak rambutnya sembari menyunggikan senyuman sikopat lalu ia melangkah meninggalkan kamar.

"Tuan muda Mahesa, bisakah Anda meluangkan waktu sebentar? Saya Arsyid Dinata Aksara Verol dari keluarga Verol."

"Oho ... apa yang membuat seorang Tuan muda Arsyid mendatangiku? Apa saudaramu sekarang butuh bantuanku atau kalian ingin bekerja sama?" tebak Arfan sembari tersenyum penuh arti. Di belakang Arsyid datanglah Aurel dan Dimas.

"Kenapa Anda turun tangan, Arsyid?" tanya Dimas dengan napas tersengal-sengal.

"Ini berkaitan dengan red blood dan aku butuh kekuatan darimu, Arfan sebagai gantinya aku dan kakakku akan melindungimu asalkan kamu mau membantuku membalas dendam," jelas Arsyid.

"Baiklah." Arfan mengembuskan napasnya dengan gusar lalu ia melirik Arsyid seraya berkata, "Dengan satu syarat."

"Apa?"

Arfan menyeringai lalu meminta Arsyid mendekat padanya. Walau dilanda kebingungan Arsyid menurut lantas mendekatkan dirinya pada Arfan lalu Arfan membisikkan sesuatu yang membuat Arsyid tercengang.

"Gila ni orang malah lebih gila dari kakak," batin Arsyid sambil menggelengakan kepalanya tidak percaya.

"Gila ni orang malah lebih gila dari kakak," batin Arsyid sambil menggelengakan kepalanya tidak percaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Oke, aku kayaknya sudah tidak waras karena membuat plot gila seperti ini. Ohya, cerita our baby dan heartless love di satu latar yang sama aja tapi beda kisah.

Jangan lupa vote dan komen minimal jumlahnya kalahkan view ceritanya dong😌.

See you next time...

Our BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang