💫PROLOG💫

794 77 270
                                    

Angin malam yang menusuk kulit tak membuat seorang perempuan berhenti berlari dengan napas tersengal-sengal ia melirik ke belakang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Angin malam yang menusuk kulit tak membuat seorang perempuan berhenti berlari dengan napas tersengal-sengal ia melirik ke belakang. Netranya membulat kala seorang laki-laki tengah berlari mengejarnya.

"Berhenti! Anisa!" teriak laki-laki tersebut sambil mempercepat larinya.

Anisa kalang kabut, ia takut tertangkap, keringat telah membasahi tubuhnya. "Berhenti mengejarku, Arfan!" Anisa mulai merasa kelelahan, tetapi hal itu tidak membuatnya berhenti.

"Anisa! Kubilang berhenti! Mau kau bawa ke mana anak kita?!" seru Arfan sembari menarik pergelangan tangan Anisa.

Anisa membelalakkan matanya kala netranya bertemu netra heterochromia milik Arfan. Mata Anisa berkaca-kaca, ia berusaha menahan air matanya agar tak jatuh membasahi pipinya. Arfan tanpa aba-aba mendekap dan mengusap punggung Anisa sambil berucap lirih. "Kamu tak sendirian karena ada aku. Ayok, kita pulang."

Anisa dengan cepat menghapus air matanya lantas menganggukkan kepala. Arfan mengulum senyum sambil mengusap kepala Anisa, ia menuntun Anisa masuk ke dalam mobil.

***

Sesampainya di rumah, Arfan membawa Anisa memasuki kamar dan membiarkannya beristirahat.

Ia berjalan menuju ruang kerjanya. Ia duduk di kursi sambil memenjamkan matanya. Memori ketika ia dan Anisa melakukan itu kembali terbayang-bayang bahkan baginya kejadiannya seperti kemarin padahal sudah lewat lima bulan.

"Berengsek, ini semua karena mereka berdua. Tapi, aku merasa ada yang janggal seakan ada sosok lain dibalik kejadian ini," gumam Arfan. Ia berpikir sangat keras, tetapi ia tidak menemukan jawabannya.

"Sialan!" Arfan mengacak-acak rambutnya dengan frustasi. Kepalanya benar-benar sangat sakit setiap mengingat kejadian lima bulan lalu.

"Siapa pun orang itu takkan ku biarkan dia menghancurkan keluargaku lagi," ujar Arfan sembari mengepalkan tanganya.

"Apalagi Anisa selalu berusaha kabur dariku padahal sudah lewat lima bulan dia masih saja menutup diri dariku, entah akan bagaimana kehidupan pernikahanku kedepannya," tambah Arfan. Ia merasa kepalanya semakin sakit dan matanya terasa berat.

"Lebih baik aku istirahat juga, besok aku masih harus buka toko," kata Arfan sembari bangkit dari duduknya ia pun berjalan menuju kamar.

Di kamar ia melihat Anisa tertidur dengan pulas seperti bayi. Ia berjalan mendekati ranjang sembari memandangi wajah tidur Anisa yang menurutnya lucu apalagi gaya tidurnya seperti anak-anak.

"Akan aku lakukan apa pun untukmu dan calon anak kita, Anisa," lirih Arfan sambil mengecup kening Anisa.

"Maafkan aku."

Our BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang