💕8💕

145 11 3
                                    

Anisa yang baru saja sampai di rumah disambut dengan satu tamparan keras mendarat di pipi mulusnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Anisa yang baru saja sampai di rumah disambut dengan satu tamparan keras mendarat di pipi mulusnya. Ferri– papa Anisa menatapnya murka yang membuat Anisa merinding kala bersitatap dengan papanya.

"Darimana kamu semalam? Berani sekali kamu menodai martabat keluarga, hah? Jawab siapa lelaki itu! Jawab!" Ferri menarik tangan Anisa dengan kasar yang membuat Anisa mengerang sakit.

Rani sedari tadi menahan air matanya. Ia tidak bisa melakukan apa-apa, sedangkan Romi– kakak Anisa hanya diam menonton sembari bersandar di tangga. Suasana rumah begitu hening karena kepala keluarga Rahman, Ferri Rahman sedang memarahi putrinya. Bahkan para pembantu di rumah itu tidak ada yang berani ikut campur urusan masalah majikannya.

"Sayang, kasihan Anisa baru saja pulang. Biarkan dia istirahat lalu kita bicarakan kembali masalah ini, kalau kamu memaksanya begini Anisa tidak akan men–"

"Diam kamu, Rani!" bentak Ferri yang membuat Rani terlonjak. Wanita itu tahu sifat suaminya keras dan tegas ke anak-anaknya, tetapi ini sudah keterlaluan.

"Romi, bawa perempuan kotor ini ke gudang lalu kurung dia di sana," titah Ferri lalu Romi menarik pergelangan tangan Anisa walau sang adik memberontak. Namun, lelaki itu tidak peduli dan menyeret Anisa ke lantai dua lalu memasukkannya ke dalan gudang di ujung lorong.

Emosi Rani memuncak lantas wanita itu berseru ke Ferri. "Mas, kamu keterlaluan."

"Aku keterlaluan?" beo Ferri sambil menaikkan satu alisnya, "Ini untuk kebaikan dia!"

"Gak! Anisa anak kita, dia putrimu, Mas," seruan Rani menggema di penjuru rumah membuat Ferri tersulut emosi. Lelaki itu melayangkan satu tamparan di pipi Rani hingga meninggalkan bekas.

"Aku bilang kamu diam saja. Jika perempuan itu hamil dia harus meninggalkan rumah ini karena dia bukan putriku lagi." Setelah mengucapkannya Ferri berlalu pergi begitu saja tanpa menoleh ke arah Rani sedikit pun.

Rani tidak dapat membendung air matanya lagi. Bulir-bulir bening membasahi pipinya dengan pilu ia berdesis menahan rasa sakit di bagian pipinya yang ditampar.

"Kenapa ini terjadi? Di foto itu Anisa dengan siapa? Rani melirik selembar foto yang dibuang Ferri tadi lantas ia mengambilnya dengan susah payah. Netranya terbelalak kala melihat sosok lelaki di foto itu ternyata anak rekan kerja dan sahabatnya. "Arfan."

***

Tibalah saat Anisa dites apakah ia hamil atau tidak lalu ternyata hasil yang keluar ialah Anisa positif hamil belum lama ini. Kabar itu menggemparkan keluarga Rahman. Ferri selaku kepala keluarga lantas menatap Anisa dengan penuh kebencian, sedangkan Anisa paham arti tatapan papanya yang ditunjukkan untuknya.

Rani tidak tega sebenarnya, tetapi ia tidak berani membuka suaranya saking takutnya ia kepada sang suami. Akan tetapi, ia sudah mencoba menghubungi Vivian untuk masalah ini karena putranya harus bertanggung jawab terlepas dari alasan mereka melakukannya.

"Tapi, aku belum mendapat kabar lagi dari Vivian," batin Rani.

Akhirnya, mereka pulang ke rumah, tetapi Anisa langsung dikurung. Namun, kali ini bukan di gudang melainkan di kamar.

"Pa, bukankah Papa bilang sebelumnya akan mengusir Anisa begitu tahu dia hamil?" tanya Romi kepada Ferri yang sedang menyeruput kopinya.

"Papa ingin dia mengatakan sebenarnya dan siapa ayah dari anak itu dulu. Kalau dia masih menutup mulut maka Papa akan mengusirnya dari rumah," jelas Ferri lalu Romi hanya menganggukkan kepalanya.

Rani yang sedari tadi diam-diam menguping obrolan suami dan putranya lantas bergegas menelpon Vivian, tetapi lagi-lagi wanita yang akhir-akhir ini ia hubungi tidak mengangkat teleponnya.

"Vi, angkat dong."

***

Di kediaman Mahesa. Suasana rumah itu kacau balau dengan segala perabotan hancur berserakan di lantai. Seorang wanita berpenampilan acak-acakan menatap sinis lelaki di hadapannya.

"Mas, kamu yang benar saja! Dia anak kita!" teriaknya sambil melayangkan bingkai foto yang ada di sampingnya.

Lelaki yang dipanggil sebutan "Mas" itu dengan lihai menghindadar. Ia mendelik ke wanita yang berstatus istrinya.

"Dia telah meniduri anak perempuan orang lain! Jadi, lebih baik aku bunuh saja ketimbang dia menjadi aib keluarga ini, Vivian," seruannya menggema di penjuru rumah. Vivian menggelengkan kepala tidak percaya.

"Seengaknya dengarkan dia dulu, Mas Dhika," ucap Vivian dengan derasi air mata. Lalu mereka berdua terus berdebat tanpa henti sampai tidak menyadari orang yang mereka ributkan melarikan diri.

"Mending aku pergi daripada di bunuh lagian Anisa dalam bahaya karena mereka masih mengintai dan menagertkan Anisa. Jadi, prioritasku saat ini keselamatan Anisa dan calon anakku daripada aku nunggu para orang tua itu membacot mulu tak membantu." Arfan menyelinap keluar dari pintu rahasia di kamarnya lalu berlari kecil menuju rumah Anisa dan membawanya meninggalkan kota.

" Arfan menyelinap keluar dari pintu rahasia di kamarnya lalu berlari kecil menuju rumah Anisa dan membawanya meninggalkan kota

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Cerita flashback-nya kayaknya bakalan panjang banget ni semoga kalian gak bosan bacanya😭

Jangan lupa vote, komen, dan bantu ramaikan ceritanya kayak dulu lagi.

See you next time...👋👋

Our BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang