💕10💕

97 10 1
                                    

"Mau sejauh mana lagi kita berlari? Aku capek," ujar Anisa dengan napas tersengal-sengal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mau sejauh mana lagi kita berlari? Aku capek," ujar Anisa dengan napas tersengal-sengal. Sudah 2 jam mereka berlarian setelah keluar dari mansion.

Langkah Arfan terhenti. Laki-laki itu berbaliik menatap Anisa. Ia baru berniat mengomeli Anisa, tetapi tiba-tiba hujan menguyur dengan deras. Arfan mengurungkan niatnya dan malah bersiap dengan pistol yang ia bawa. Mata Anisa membulat lalu dengan pelan ia melangkah mundur. Namun, sorot mata Arfan yang dingin ditunjukkan kepadanya membuat Anisa terdiam.

"T- tidak mungkin, mereka mengejar sampai sini?" Tubuh Anisa bergemetaran sembari melihat sekelilingnya yang mulai menggelap.

"Diam! Mereka datang!"

Benar saja, peluru melesat begitu saja ke arah mereka. Dengan gesit, Arfan menembakkan pistol yang membuat salah seorang pria jatuh dari atap gedung. Hal itu membuat sekelompok lainnya bermunculan dan mulai menembakkan pistol bersamaan. Arfan tak tinggal diam. Ia membidikkan pistolnya lalu menumbangakan hampir sebagian. Tersisa 20 orang yang mengelilingi mereka, tetapi Arfan kehabisan peluru.

"Serahkan Nona Muda Rahman kepada kami, Tuan Muda," ucap salah satunya sambil tertawa. "Anda bahkan tak bisa melindunginya lagi," tambahnya sembari melancarkan belati ke arah Arfan.

"Sungguh?"

Kilatan petir menyambar diiringi hujan kian deras. Lampu di jalanan mati seketika. Seperdetik 20 orang tumbang hanya dengan belati yang disembunyikan Arfan. Darah berceceran di mana-mana bahkan mayat dibiarkan begitu saja. Anisa yang menyaksikan kebengisan Arfan saat menikam 20 orang dewasa tanpa belas kasihan. Bahkan, ada yang sampai robek perutnya dan mulutnya mengeluarkan busa. Awalnya, ada 50 orang mengejar mereka. 30 orang ditembak mati dan 20 orang ditikam belati.

Ada berapa tadi pelurunya? Bahkan, sempat merebut pistol musuh? Dia bahaya, batin Anisa. Namun, bau amis menyeruak membuat Anisa mual. Matanya bergemetaran serta lututnya terasa lemas.

"Manusia rendahan," maki Arfan dengan tatapan merendahkan menatap pria yang masih setengah sadar berusaha bangkit. Sayangnya, tangan yang lemah itu diinjak oleh Arfan. Suara jeritan meraung-raung dan tertutupi suara hujan.

"Akan kukirim dirimu ke neraka," bisik Arfan lalu dengan sorot mata dingin, ia mengambil belatinya di saku celananya.

"Tolong, ampuni aku. Tuan Muda, aku mohon." Pria itu memohon-mohon di kaki Arfan, tetapi Arfan tanpa belas kasihan menusuk punggungnya. Anisa di belakang menjerit ketakutan kala darah berembes bagai genangan.

Namun, ternyata sekelompok tudung hitam seperti tadi berhasil mengepung mereka. Arfan berdecak kesal. Bukan masalah baginya kalau harus membunuh lagi, tetapi Anisa sedang bersamanya. Ia juga kehabisan peluru dan hanya memiliki belati.

Our BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang