💕12💕

86 9 0
                                    

WARNING ADA ADEGAN KEKERASAN DAN BERDARAH SERTA MENGANDUNG KATA KASAR

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

WARNING ADA ADEGAN KEKERASAN DAN BERDARAH SERTA MENGANDUNG KATA KASAR

Beberapa bulan kemudian, Anisa telah pulih dan kembali beraktifitas seperti dulu. Ia menjalankan bisnis toko kue dan butiknya serta membesarkan anak kembarnya. Teman-temannya juga ikut membantu. Namun, Anisa terlihat tidak baik-baik saja semenjak keluar dari rumah sakit.

"Nis," panggil Sekar sambil menepuk pundak Anisa.

"Kenapa?" Anisa sibuk mempersiapkan pesanan pelanggan.

"Kamu gak apa-apa, kan? Sudah 3 bulan sejak kecelakan, tapi kamu banyak melamun," kata Sekar khawatir.

"Aku baik-baik saja," jawab Anisa tanpa melihat ke arah Sekar.

Sudah habis kesabaran Sekar. Perempuan itu mencekal tangan Anisa saat Anisa mencoba menghindarinya. "Jawab aku, Nis! Apa kamu kepikiran Arfan yang masih koma atau soal diagnosa penyakit Ryan?"

Anisa terdiam. Sekar melebarkan matanya tatkala tubuh Anisa bergemetaran. Dia menangis, batin Sekar lalu dari belakang ia memeluk Anisa. "Arfan pasti sadar dan Ryan akan sembuh. Penyakit diderita Ryan faktor genetik bawaan Arfan, jadi jangan terlalu dipikirkan."

"Iya. Aku rasa aku tahu harus berbuat apa," ucap Anisa.

"Apa?"

Anisa menatap Sekar tanpa rasa keraguan sedikit pun. "Menemui keluarga Mahesa."

"Hah? Kamu mau kembali ke mereka? Aku tidak melarang, tapi pembunuh bayaran masih berkeliaran. Aku khawatir sebelum kamu sampai ke Jakarta, kamu kenapa-kenapa walaupun kamu sekarang bisa melindungi diri," jelas Sekar dengan raut wajah khawatir.

"Aku tahu, tapi setidaknya aku harus mencobanya. Nyawa putraku jadi taruhan," kata Anisa.

Sekar menghela napas. "Baiklah, hubungi aku jika kamu butuh bantuan. Aku dan Aurel akan menjaga kedua bayimu."

"Iya."

***

Beberapa hari kemudian Anisa bersiap berangkat ke Jakarta. Namun, hal yang ditakutkan Sekar terjadi. Anisa dikejar oleh sekumpulan jubah hitam. Perempuan itu telah menumbangkan beberapa dari mereka, tetapi ia tidak sekuat Arfan. Memegang pistol pun tidak bisa. Anisa hanya mengandalkan pisau yang diberikan Arfan kepadanya.

"Wanita sialan! Mati kamu!" Seruan salah satu dari mereka memberikan serangan. Sayangnya, Anisa menghindarinya lalu menusuk mata orang itu. Pria itu berteriak kesakitan.

"Wanita jalang!" Begitu pria itu melancarkan serangan dengan pisau ditangannya. Anisa maju melompat lalu mematahkan tangan dan lehernya. Darah segar mengalir dari tubuh pria bertubuh besar. Teman-temannya yang melihat itu seketika mundur perlahan lalu kabur.

"Dasar pecundang!" teriak Anisa. Ia tidak menyadari pria yang telah dia lukai menyerang Anisa 'tuk terakhir kalinya.

"Anisa!"

****

Di Jakarta, di kantor Mahesa group. Semuanya berkumpul di ruang rapat. Atmosfer ruangan dingin tanpa obrolan.

"Tuan Mahesa, kita tidak bisa begini terus. Kita perlu menemukan Tuan Arfan dan Nona Anisa."

"Benar, Tuan. Kami sudah mencari di penjuru kota, tapi tidak menemukannya."

"Kalau begitu, kita perluas pencarian sampai keluar kota!" Ucapan Andhika terdengar seperti perintah.

"Baik, Tuan!"

****

"Untung saja, aku datang tepat waktu. Dari awal kamu pergi ke bandara aku sudah curiga dengan mobil van berwarna abu-abu mengikitimu," jelas Sekar sambil mengobati luka Anisa.

"Ternyata kota ini sudah dikuasai mereka. Aku tidak bisa tinggal di sini, tapi—"

"Aku paham. Kamu menunggu Arfan sadar," kata Sekar.

"Nis! Anisa, Reyna nangis. Kayaknya mau ASI dia," ucap Aurel melangkah mendekati Anisa dan Sekar sambil menggendong bayi perempuan yang cantik.

"Sini." Aurel memberikan Reyna kepada Anisa. Perempuan yang sudah meyandang gelar ibu itu menyusui putrinya. Anisa merasa senang karena Reyna tumbuh dengan sehat.

"Jadi, sekarang bagaimana? Kamu tidak bisa meninggalkan kota ini, kecuali menghabisi mereka," kata Sekar.

"Aku—"

"Nis, kata dokter Arfan sudah sadar." Dion datang mengabari dengan raut wajah kelegaan. Anisa langsung menyudahi menyusui Reyna dan memberikan Reyna ke Aurel lalu langsung ke ruangan Arfan.

***

Begitu pintu dibuka, mata Anisa berkaca-kaca kala melihat Arfan yang menatapnya terkejut, tetapi tersirat kerinduan. Tanpa kata terucap, Anisa menghampirir Arfan lalu menangis.

"Mas," panggil Anisa lirih, "kupikir kamu tidak akan bangun."

"Aku tidak mungkin meninggalkanmu," bisik Arfan. Arfan masih lemah, tetapi ia tidak suka melihat Anisa menangis.

"Aku—"

Tiba-tiba suara tangisan bayi melenggar. Perhatian semua orang tertuju pada Aurel yang sedang menggendong Reyna. Anisa segera menggendong putri kecilnya lalu memperlihatkan kepada Arfan.

"Dia Reyna, putri kita." Anisa berkata dengan lembut sembari menenangkan Reyna.

"Cantik mirip kamu," ucap Arfan sambil  memegang tangan mungil Reyna yang terbungkus. Seketika raut wajah Anisa berubah cemberut. Arfan kebingungan bertanya kenapa dengannya.

"Mana ada! Warna matanya persis kamu, Mas. Ryan juga! Mereka mirip kamu ketimbang aku!"

Arfan terkejut dengan penjelasan Anisa lalu tertawa. Sayangnya, Anisa hanya bertambah kesal karena tawa Ryan. Namun, ia juga merasa lega melihat Arfan kembali seperti dulunya.

"Tapi, Mas—" Anisa menjeda kalimatnya membuat Arfan bertanya-tanya. "Ryan mengidap penyakit bawaan genetik darimu. Aku tidak tahu harus berbuat apa bahkan saat aku mencoba untuk kembali ke Jakarta, para pembunuh bayaran mengejarku. Kota ini sudah dikuasai oleh mereka," sambung Anisa.

"Aku sudah dengar semuanya dari Dimas. Tunggu aku sampai pulih sepenuhnya, baru kita kabur sejauh-jauhnya. Kalau perlu kita pergi keluar negeri," jelas Arfan tanpa adanya keraguan.

"Iya— apa luar negeri?!"

"Iya!"

Jangan lupa vote, komen, dan follow

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa vote, komen, dan follow. Semoga suka ceritanya. Tunggu kelucuan si kembar, duo bocil kematian🗿.

See you..😉

Our BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang