Berusaha Menyangkal

431 68 10
                                    

Massive Conscience

Disclaim : M. Kishimoto

Sebenarnya mobil itu sudah berjalan selama tiga puluh menit, namun Hinata merasa seolah baru saja mendudukkan dirinya di kursi. Gadis itu terus menatap ujung jalan raya yang lengang tiada ujung, hingga sadar baru lama kemudian saat melihat lingkungan yang tidak ia kenali. Bukankah Naruto akan mengantarnya pulang? Tapi apakah pria itu tahu di mana dia tinggal?

Mobil tersebut memasuki jalanan kecil yang diapit tembok marmer dan pepohonan dengan daun yang menguning kecokelatan, hingga memasuki lorong kecil menuju tempat parkir eksklusif sebuah Resort mewah di jantung kota Kyoto. Lorong tersebut sebenarnya mengarah ke sebuah lahan terbuka dengan rumput dan bebatuan yang luasnya tidak seberapa, namun hanya tampak mobil-mobil mahal yang menempati parkir tersebut.

Naruto keluar mobil sambil merapikan rambutnya dengan asal sebelum membukakan pintu sisi lain.

Hinata tanpa perlu merasa tersanjung begitu saja keluar dan langsung mengutarakan pertanyaan, "Bukankah kau bilang pasti akan mengantarku pulang, tapi apa maksudnya ini?" Dia sempat mencoba menatap Naruto untuk menunjukkan ketidaksukaannya, namun langsung dialihkan ketika kalah dengan mata biru yang tampak mematikan tersebut.

"Aku sudah bertanya di mana tempat tinggalmu, tapi kau diam saja." Naruto menarik Hinata memasuki pintu kaca dan melewati lobi yang sepi dan sunyi, hanya ada resepsionis yang membungkuk sopan tanpa ada niat mengeluarkan sambutan. "Lagi pula sudah kukatakan tadi, aku sedang ada pertemuan penting. Menurutmu, apakah aku harus mengabaikannya sekali lagi hanya untuk menunggumu mengatakan di mana kau tinggal?"

Hinata terkejut, bagaimana mungkin dia tidak mendengarkan saat pria itu bertanya tadi? Terlalu banyak kejadian baru dan aneh dalam waktu singkat hari ini, hingga mungkin membuat kepalanya penuh dan kehilangan konsentrasi berkali-kali. "Kau bisa menurunkan aku di mana pun sebenarnya,"

"Jangan membuatku mengulangi perkataanku lagi,"

Hinata bungkam, itu benar.

Ketika menaiki lift pria itu masih tetap menggenggam tangannya. Seribu kali pun hatinya berteriak untuk melepaskan diri, Hinata benar-benar dalam keadaan tak berdaya menghadapi dominasi tak terbantahkan dari bos muda tersebut. Dia merasa dikuasai, namun bukan dalam konteks paksaan. Aura pria itu seolah menjelaskan dia bisa pergi kapan pun dia mau jika berani, hanya seperti itu kedengarannya. Hinata punya keberanian, tapi tidak dengan kesempatan. Banyak opsi-opsi bodoh yang sebenarnya bisa ia ambil, namun dampaknya bisa jadi lebih menakutkan ketimbang yang bisa ia bayangkan. Yang dapat ia lakukan hanya berusaha meyakinkan diri bahwa setelah hari ini, atau malam ini hal-hal akan kembali seperti semula—tidak ada cerita bahwa dia pernah terlibat dengan seorang Uzumaki Naruto.

Mereka berhenti di depan pintu sebuah ruangan di lantai dua, Hinata melihat pria itu memasukkan nomor sandi di papan elektrik tanpa perlu repot-repot menutupinya. Saat masuk, yang dia lihat adalah sebuah kamar mewah nan luas. Selain segi keamanannya yang ekstrem, tidak ada yang berbeda seperti umumnya sebuah kamar hotel. Namun, daripada disebut penginapan gedung itu tampak memang dikhususkan untuk pertemuan bisnis yang mengutamakan keamanan dan kerahasiaan tingkat tinggi.

"Aku akan menghadiri pertemuan di lantai atas, sementara kau ada di sini dan lakukan sesukamu. Kau juga bisa pergi jika mau, sandi pintu pasti sudah kau hafal." Naruto menuntun Hinata ke tengah kamar sebelum melepaskannya dan menuju lemari untuk mengambil setelan pakaian formal. "Namun aku sarankan tunggu aku saja,"

Hinata memandang pria itu yang memasuki kamar mandi. Tanpa ada kelanjutan dari ucapannya, Hinata hanya bisa mengambil kesimpulan bahwa menunggu memang lebih baik. Merasa canggung hanya berdiri di tengah ruangan, dia mendekati sofa dekat jendela dan tangga kecil menuju balkon. Sekalipun dia lahir dari keluarga kaya dan terpandang, baru kali ini dia berada dalam kamar yang begitu mewah, mau tak mau dia harus menyesuaikan diri beberapa saat.

Massive ConscienceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang