Massive Conscience
Disclaim : M. Kishimoto
"Maaf, aku tak bisa membawanya." Neji membungkuk dalam duduknya di hadapan kepala keluarga. Cuma sebentar, dan tanpa memperbaiki kalimatnya karena mereka berada di ruangan pribadi.
"Setidaknya kau membawa informasi." Hiashi tak menuntut, lebih terdengar ke pertanyaan. Ia sendiri mengerti, keponakannya itu tak mungkin sampai hati untuk menyeret-nyeret putri sulungnya pulang. Tapi nada tak puas dari suaranya memenuhi seisi ruangan sampai-sampai jadi dingin.
Neji tak terganggu, ia sudah memperkirakan hasil ini jauh lebih memungkinkan daripada lainnya—semenjak ia menyetujui permintaan pamannya. "Tidak salah lagi, Nona Hinata sudah terlibat dengan Uzumaki." Ia tak menjelaskan sejauh apa hubungan tersebut, karena itu pun juga sebatas perkiraan.
"Apa kau sudah membujuknya?" Hiashi tetap tenang.
"Sudah," Neji menanggapi. "Dia mungkin akan datang ke acara pertunangan." Kemungkinan itu sangat kecil, tapi setidaknya ada. Ia tetap meyakini bahwa Hinata merupakan gadis baik hati, seorang anak yang tumbuh besar sambil mendoktrin diri supaya tetap baik hati sampai akhir. Tapi perubahan sikap yang ditunjukkan hampir membuat ia tak percaya.
Neji akan bersyukur kalau itu memang jati diri Hinata yang sesungguhnya, yang selama ini dipendam-pendam. Ia tak punya alasan untuk bersedih kalau dirinya dibenci, keluarga ini dibenci. Karena itu tidak menyentuh setitik jika memang digunakan untuk membalikkan kenyataan, membalikkan apa telah diterima sepupunya itu selama ini.
Dan sebenarnya, membujuk Hinata kemari bisa-bisa menempatkan gadis tersebut dalam kemungkinan-kemungkinan buruk, Neji paham itu. Tak hanya sesuatu yang—semoga tak ada—melukai Hinata secara fisik, tapi ada potensi yang sebetulnya cukup besar untuk membuat gadis itu sakit mental. Sekedar melihat lingkungan rumah lama ini saja, mungkin bakal memunculkan trauma yang menyakitkan. Pikiran Hinata yang menganggap bahwa dirinya terbebas, bisa menjadi bumerang di saat-saat menjumpai kenangan buruk kembali.
Setidaknya ada yang membuat Neji tak mencemaskan itu, kalau-kalu perkiraannya benar. Bahwa Uzumaki Naruto akan melindungi adiknya, apa pun yang terjadi. Ia lebih berharap, kalau memang mereka berhubungan, Naruto bakal menghentikan Hinata datang kemari. Atau menemani Hinata kemari.
Tapi itu membahayakan Hyuga.
Karena menurut Neji, Hinata tak mungkin mengambil risiko menanam masalah di dalam keluarga. Lalu dengan fakta itu, maka Hinata lebih condong pada kemungkinan tidak akan datang—sekalipun tak bisa mengabaikan Hanabi. Sepenuhnya, gadis itu akan lebih memilih Uzumaki Naruto dan akan mendengarkan pria tersebut.
Tetapi, kalau itu memang mereka berhubungan.
Neji belum mendapat apa-apa mengenainya, Asuma pun masih belum menyentuh informasi tersebut. Ia belum percaya, keluarganya pula, bahwa kedatangan putra Namikaze itu ke rumah ini bulan lalu semata-mata karena sepupunya. Itu terjadi tiba-tiba.
...
Seorang pria awal tiga puluhan keluar dari gedung besar nan tersamar elegan, membawa pengawal dan memasuki mobil yang terparkir di area khusus. Perawakannya tinggi dan sedikit kekar, berambut pirang lurus yang tersisir rapi. Matanya hijau gelap, memancarkan sikap keras nan berkuasa, dengan alis hitam tipis membujur seperti busur panah. Setelannya warna hitam perak, semi formal yang menunjukkan akan kedudukan—sebuah kepemilikan bisnis atau barangkali organisasi.
"Aku benci bepergian jauh," ia menggumam selagi melemaskan otot lehernya dengan memutar-mutar kepala.
"Apa kau yakin orang ini akan mau diajak bekerja sama?" Salah seorang yang duduk di sebelah sopir, bertanya dengan informal, tapi tak dipermasalahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Massive Conscience
RomanceSetelah malam itu, segalanya berubah. Ketika bertemu dengan pria tersebut yang dalam segala aspek layak dicintai oleh Hinata ... ia tak pernah berhasil membayangkan seperti apa hidup selanjutnya. Uzumaki Naruto adalah seorang bos muda, seorang pria...