Rapat Keluarga

375 67 23
                                    


Massive Conscience

Disclaim : M. Kishimoto

Pukul sepuluh pagi di bandara kota Kyoto, Hinata menantikan keberangkatannya dengan duduk di kursi tunggu. Sambil menyesap sekaleng minuman jeruk hangat untuk meringankan tenggorokannya yang kering, karena demamnya yang tak kunjung sembuh—makin parah sebab kurang istirahat—dia bisa sejenak mengalami dahaga. Dalam penantian pergi yang tak ia harapkan sama sekali, Hinata sempat berharap terjadi insiden yang membuat pesawat batal beroperasi, agar dia setidaknya memiliki waktu memulihkan tubuhnya supaya siap secara fisik nan mental untuk menghadapi keluarganya.

Tapi hingga panggilan nomor penerbangannya terdengar menggema, Hinata sadar sudah tak punya cara untuk mengelak lagi, dia dengan tegar menaiki pesawat dan duduk lemas di kursinya. Berkat obat tidur berdosis normal yang ia minum tengah malam kemarin—dan tetap berakhir insomnia hingga pagi—sekarang baru terasa efeknya, nafasnya terdengar lemah dan badannya sudah kehabisan tenaga.

Hinata setengah tertidur melewati perjalanan satu jam sepuluh menit hingga sampai di kampung halamannya. Dia memakai celana kain, sweater dan mantel panjang tanpa membawa barang bawaan satupun selain ponsel dan dua alat makeup untuk menutupi kondisi badannya sebaik mungkin agar terlihat normal. Serta berjaga-jaga agar keluarganya tahu jika dirinya tidak berniat sama sekali berlama-lama di rumah, dan seakan terlihat sedang punya banyak urusan di Kyoto. Dia juga memakai syal merah yang diberikan orang asing tempo hari. Meskipun tebalnya sama dengan miliknya sendiri tapi syal ini entah kenapa jauh lebih hangat, mungkin dari bahannya.

Dan hebatnya saat ini dia sudah tidak banyak pikiran lagi, tidak memedulikan alasan kenapa ayahnya menyuruh dia pulang. Hinata selalu mempunyai teman baik di saat-saat seperti ini sedari kecil, yaitu waktu. Dia percaya waktu mampu membantunya melewati masa-masa sulit, waktu adalah satu-satunya hal yang mampu membuat semuanya berlalu. Terkadang bisa sangat toleran dan mengubah begitu saja hal buruk menjadi baik, namun sebaliknya bisa saja sangat kejam dengan kenyataan bahwa waktu tak bisa memutar atau memperlambat keadaan yang sedang tidak diharapkan terjadi. Seperti kasusnya, satu jam sepuluh menit perjalanan Hinata sudah terlewati padahal seolah baru saja berangkat. Kejam sekali kan?

Ketika turun dan keluar dari bandara kota Chiba, seseorang berpakaian rapi menyambut dan membimbingnya menaiki mobil. Hinata tak perlu repot mengingat siapa orang tersebut, dia tidak pernah melihatnya—malah berharap orang lain saja dan bukan dari Hyuga. Namun melihat hamparan sawah dan ladang yang begitu luas menemani pemandangannya setelah 20 menit dari pusat kota, tak salah lagi merupakan jalan menuju mansion besar keluarganya.

Dikelilingi dinding batu yang kokoh dan sungai kecil nan jernih sebagai pemisah bagian luar dan dalam, Hinata dibawa memasuki gerbang menuju mansion—atau lebih tepat kompleks—keluarga Hyuga yang sangat luas. Mansion tersebut terdiri dari puluhan rumah yang masih bergaya tradisional sepenuhnya. Halaman-halaman ditumbuhi rumput dan bebatuan serta dibangun kolam-kolam di setiap dekat tembok. Di dalam juga terdapat gerbang-gerbang di titik tertentu sebagai tanda tempat-tempat yang mempunyai fungsi berbeda satu sama lain. Karena dibangun di dataran tinggi wilayah Chiba, maka setiap orang kerap kali menyusuri tangga-tangga kecil ketika berkeliaran di dalam maupun di luar rumah.

"Nona Muda, Anda dipersilahkan untuk langsung ke ruang pertemuan keluarga tinggi."

Hinata langsung dicegat saat turun dari mobil, oleh seorang wanita yang kentara sekali enggan untuk bersikap hormat. Hinata menghela nafas pasrah. Bahkan dia tidak dibiarkan untuk ke kamarnya dulu atau setidaknya sedikit waktu beristirahat di rumahnya. Ini persis sekali dengan yang dia pikirkan sebelumnya, bahwa jika ayahnya hanya ingin membicarakan suatu hal secara pribadi maka tak perlu sampai memintanya pulang, pasti ada sesuatu yang lain. Dan mendengar pertemuan keluarga tinggi, tidak salah lagi ini adalah sidang di mana dia sebagai terdakwa sekaligus korban. Karena sedari kecil Hinata tak pernah diminta hadir dalam rapat apa pun dan tidak mungkin kecuali mereka ingin menginterogasinya dan mendakwanya telah melakukan kesalahan. Dan kenyataan jika benar ini adalah karena dirinya berbuat salah, maka ini adalah pertama kalinya sepanjang hidup dia berbuat salah hingga sampai diperhatikan dan disuruh hadir dalam rapat, dengan kata lain mereka benar-benar telah menunggu kesempatan ini terjadi.

Massive ConscienceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang