Massive Conscience
Disclaim : M. Kishimoto
Pria itu cuma melonggarkan dasinya dan berbaring terpejam, hampir seperti sedang tidur. Hinata menahan diri untuk tak mengikis jarak hingga habis, karena itu matanya terbuka beberapa kali tanpa sepengetahuan Naruto. Dia sudah berpura-pura tertidur sejak sepuluh menit yang lalu, sadar kalau bakal kesusahan sampai mungkin sejam nanti. Ujungnya dia beringsut pelan dan mengangkat kepala, kemudian menahan satu sikunya di samping si pria sambil memandanginya dari atas.
Mata Naruto terbuka pelan nan pasrah, "Ada hal yang mengganggu pikiranmu?" Jemarinya menyingkirkan rambut Hinata yang berjatuhan, menatap gadis tersebut yang hanya menggerak-gerakkan bibir tanpa mengatakan sesuatu.
Sesekali memandang mata Naruto dan rambut si pria yang simpang-siur di dahi, "Kenyataan menjadi makin indah, aku takut jika ini mimpi." Ucap ia sambil tergerak untuk merapikannya dengan pelan.
Tak apa sih kalau gadis itu ingin melekat padanya sepanjang malam, namun bertatapan dengan jarak sedekat itu memunculkan perasaan yang tidak beres terhadap Naruto, jadi ia menidurkan kepala Hinata di bahunya sambil mengusap-usap bak bocah. "Kenapa tidak mencoba berpikir sebaliknya, kalau yang dahulu itulah mimpi."
Hinata mengangkat kepalanya lagi, dia khawatir jatuh lelap di bahu Naruto dan membuat si pria kesakitan saat bangun. Dia hanya ingin menatap wajah pria tersebut dan kembali ke tempatnya di samping setelah puas, berdoa supaya kegiatan itu bisa mendatangkan kantuk.
Naruto menghela nafasnya, menyingkirkan rambut Hinata lagi yang gampang sekali jatuh bak air—dingin dan sejuknya tak beda. Baiklah, dia mulai menghitung berapa waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan pertahanannya di posisi ini, dihadapkan kecantikan tanpa cela perempuan yang berhasil membuatnya jatuh hati. "Apa sebetulnya yang ingin kau katakan?"
"Tidak ada," Hinata menggeleng pelan. "Aku cuma bisa melihatmu di malam hari dan saat sarapan."
Pria itu mengangkat alisnya. "Maafkan calon suamimu yang super sibuk ini, kalau begitu,"
Hinata menghindari mata Naruto, bersyukur dengan sedikitnya cahaya yang tak bakal memperlihatkan pipinya memerah. "B-Bukan itu maksudku," ia cemberut dan bermaksud menjauhkan tubuhnya, tapi pria tersebut menahan pinggangnya.
Baru beberapa detik dan sudah bahaya bagi Naruto, berharap ada kesempatan lain untuk membanding-bandingkan lagi sejauh mana. "Apa kau ingin sesuatu?" Wajah gadis itu seperti anak kecil yang ketahuan menyembunyikan sesuatu.
Hinata menjatuhkan kepala di atas tulang selangka si pria, mengubur wajahnya yang kelihatan bodoh. "Jangan salah paham begitu,"
Naruto melingkarkan kedua lengannya di tubuh Hinata dan mencium rambut gadis tersebut yang terasa menggigilkan, beberapa detik sebelum ia membalikkan posisi mereka sehingga gadis itu di bawahnya sekarang. "Kukira kau yang salah paham, beranggapan aku tidak terpengaruh saat kau memandangiku seperti tadi."
Secara tak sadar Hinata memekik pelan dengan cepatnya pria itu membaringkannya di kasur, "A-Aku tidak bermaksud," dia menelan ludah saat Naruto makin mendekatkan wajahnya, sampai hidung mereka nyaris bersentuhan.
Naruto tahu gadis itu sekarang mencoba untuk tak menghembuskan nafas, hanya mengerjapkan matanya dengan panik. "Selamat ulang tahun, Hinata." Ia akhirnya mengulas senyum ringan dan memberi kecupan di kening sebelum kembali di tempatnya, membiarkan matanya tetap terpatri kepada si gadis.
Tak ada yang pernah mengucapkan itu pada Hinata, bahkan dirinya sendiri pun. Dia tidak pernah yakin tanggal yang tertulis di akta lahir itu benar-benar tanggal ia dilahirkan, pasti akal-akalan keluarganya saja. Lagi pula sekalipun benar, dia tidak pernah mengingatnya—hari yang harusnya spesial tersebut. Untuk apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Massive Conscience
RomanceSetelah malam itu, segalanya berubah. Ketika bertemu dengan pria tersebut yang dalam segala aspek layak dicintai oleh Hinata ... ia tak pernah berhasil membayangkan seperti apa hidup selanjutnya. Uzumaki Naruto adalah seorang bos muda, seorang pria...