Pada akhirnya, satu-satunya orang yang berada di sisimu tidak lain adalah dirimu sendiri. ---- Nakamoto Yuta.
***
"Kalau mau main tak umpet enggak begini caranya, Na! Lo tau, lo tuh udah bikin semua orang panik!"
Aswan mengatur napasnya yang tersengal. Lelaki itu tampak mengguyur wajahnya dengan usapan gusar. Nara bisa melihat jika Aswan tengah marah kepadanya saat ini.
"Sekarang lo lagi dimana?" Kembali Aswan bersuara, setelah mencoba mengatur napas dan menahan kekesalannya terhadap sahabatnya ini.
Takut-takut, Nara mengangkat pandanganya menatap Aswan dari layar ponsel. Entah kemana pergi suaranya. Sedari tadi Nara hanya bisa diam membisu layaknya seperti orang gagu.
"Kenapa kemarin enggak pulang ke rumah? Lo tau, Kak Ney, Bang Willy dan Ayah panik nyariin lo." Aswan kembali mengomel.
Nara tau, ini salahnya. Salahnya tidak memberi kabar orang rumah jika dia tidak bisa pulang ke rumah dalam beberapa hari ini. Semua terjadi secara mendadak, seperti tahu bulat.
Terdengar decakan Aswan dari layar ponsel. Lelaki itu tampak kesal karena sedari tadi Nara hanya diam, tidak menanggapi segala pertanyaan dan omelannya. "Kalau ditanya tuh ya dijawab, jangan diem aja kayak patung!"
Nara menunduk, menutupi matanya yang sudah berair. Baru kali ini Nara melihat Aswan marah yang marahnya benar-benar marah kepadanya, walau tidak secara langsung melainkan melalui sambungan Video call.
"Maaf...," cicit Nara pelan.
Aswan kembali menghela napas. Dia tersadar karena sedari tadi sudah mengomeli Nara hingga membuat sahabatnya itu takut.
"Wawan nyeremin kalau marah, Nana jadi takut." Kembali cicitan Nara terdengar. Kali ini suara gadis itu terdengar bergetar.
Aswan bisa melihat Nara menghapus air mata menggunakan punggung tangan gadis itu dari layar ponselnya. Dia meringis karena sudah membuat Nara menangis. "Sorry, gue enggak bermaksud ngomel-ngomel, tapi lo tuh emang udah buat semua orang panik. Semua orang khawatir karena lo menghilangkan begitu aja tanpa ada kabar."
"Iya Nara tau, Nara salah. Nara minta maaf udah buat Wawan khawatir."
"Bukan gue aja yang khawatir, tapi keluarga lo terutama yang paling khawatir."
Benar memang apa yang dikatakan Aswan. Keluarganya, terutama Ayah sangat khawatir karena Nara tidak pulang ke rumah tanpa memberi kabar. Nara juga sudah meminta maaf kepada keluarganya.
"Sekarang, tolong jelaskan kenapa lo menghilang begitu aja kemarin? Pasti ada sebabnya kan?"
Sebab?
Ya, memang ada sebab Nara menghilang begitu saja. Nara hanya ingin menenangkan diri dari segala kenyataan yang diterimanya akhir-akhir ini. Nara butuh waktu untuk menata hatinya yang sudah terlanjur hancur berantakan hanya dengan sebuah kalimat pernyataan yang membuatnya sakit bukan kepalang. Kalimat yang menyatakan jika pacarnya adalah seorang duda yang masih harus menjaga mantan istrinya.
Nara menyedihkan bukan? Tidak berdaya dan tidak tau berbuat apa saat sang pacar masih harus merawat dan menjaga sang mantan istri. Padahal di sini, statusnya adalah seorang pacar, yang tentunya mempunyai hak untuk melarang sang pacar. Namun, Nara tidak bisa melakukan hal itu.
"Ada yang menganggu lo? Siapa? Bilang ke gue!"
Suara Aswan mengembalikan Nara dari lamunannya. Buru-buru Nara menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Aswan barusan. Sedangkan Aswan menyipitkan matanya, tanda lelaki itu curiga kepada Nara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Es Kepal Milo (TAMAT)
General Fiction"Mas itu kayak Es kepal Milo!" "Kenapa begitu?" "Kalian sama sama dingin. Tapi, ada manis manisnya." Nara Ghisellia Almara, diam diam memperhatikan Revano Kevin Agustio--tetangganya sekaligus orang yang paling tidak menyukai akan kehadiran Nara. S...